Wanita Yang Terbaik - Bab 37 Indarto Gold
Ada serombongan orang yang mengitari sebuah meja, melihatku bersaing dengan pria berambut pendek.
“Siapa yang mulai terlebih dahulu?”
“Kamu adalah tamu, kamu mulai terlebih dahulu.” Aku berkata sambil tersennyum.
“Sesuai dengan aturan tempat perjudian, aku akan memeriksa terlebih dahulu.”
pria berambut pendek memeriksa dadu itu secara menyeluruh, setelah memastikan tidak ada apa-apa, dia menggulung lengan baju, lalu mengocok dadu seperti di film [God of Gamblers].
Aku tidak menghiraukannya, melainkan meminta sebatang rokok dengan orang di samping dan menyalakannya, lalu mengandalkan telingaku sendiri untuk mendengarnya.
Sebagai penjudi senior, jika berbicara tentang bermain curang ataupun bermain trik, tidak ada orang yang bisa menyaingiku. Dalam beberapa tahun ini, aku telah mengembangkan metode perjudianku sendiri, hampir setiap harinya mengocok dadu di samping telinga, sehingga sudah familier sekali. pria berambut pendek ingin berjudi denganku, sungguh tidak tahu diri.
Ketika pria berambut pendek meletakkan alat kocok dadu, aku sudah bisa menebaknya.
“Bagaimana, besar ataukah kecil?”
Aku menebak itu adalah besar, tetapi tujuanku kali ini bukanlah memenanginya, melainkan melaluinya untuk bertemu dengan Indarto Gold.
Kak Pras pernah berkata bahwa Indarto terkenal dengan wataknya yang baik, maka aku ingin berteman dengannya.
Berkecimpung dalam lingkungan masyarakat, yang paling penting adalah jaringan koneksi.
Oleh karena itu, aku pun memberi muka kepada pria berambut pendek.
“Tebakanku adalah besar, tetapi, aku memasang taruhan pada kecil, ini juga sebagai tanda penghormatanku kepada tempat kalian ini.”
Mendengar perkataanku, pria berambut pendek tertawa terbahak-bahak.
“Kulihat, kamu ini pecundang”
Kemudian, terdengar serangkaian tawaan cemooh, tidak hanya aku, para saudara di belakangku juga merasa sangat menusuk telinga. Melihat tampang mereka, benar-benar ingin maju memberi pelajaran kepada mereka, tetapi aku tidak berkuasa di tempat ini, para saudara pun tidak berani untuk bertindak sembarangan.
“Jangan banyak beromong kosong, buka saja.” ujarku.
Ketika pria berambut pendek membuka alat kocok dadu, dia termangu seketika, karena tebakanku benar, itu adalah besar.
“Tidak, bagaimana mungkin, pasti kamu bermain curang.”
pria berambut pendek tidak menerima kekalahan dan mulai mengotot.
“Benar, kalian bermain curang.
“Bermain curang apaan, matamu yang mana yang melihat abang kami bermain curang?”
“Sekali lagi….”
“Kamu katakan sekali lagi maka harus kami ikuti? Sudah memberi kalian muka, kalian masih ingin bagaimana, ingin berkelahi?
….
Seketika, tempat ini menjadi hiruk-pikuk, hatiku terasa rusuh, lalu aku mengayun tangan sambil berkata, “Diam!”
Semua orang pun terdiam.
“Saudara, siapa yang ingin memeriksa tadi?”
“Aku….”
“Dadu itu ada di tangan siapa?”
“Bukankah sudah jelas, tentu saja di tanganku.”
“Benar sekali, aku tidak pernah menyentuh dadu dari awal hingga akhir, bagaimana bermain curang?”
“Aku….”
Perkataanku membuat pria berambut pendek kehabisan kata-kata.
Namun karena ingin memberi muka kepadanya, maka tuntaskan saja.
“Sudahlah, kali ini aku yang mengocok dadu, dan kamu yang menebak, bagaimana?”
“Tetapi aku memiliki satu syarat, yaitu kalian harus membawaku pergi menemui penanggung jawab kalian, Indarto.”
pria berambut pendek bertampang sombong, dan langsung menyetujui.
Kemudian, dia menyerahkan alat kocok dadu ke dalam tanganku. Aku hanya mengocok sekali, lalu meletakkannya.”
“Besar ataukah kecil?”
“Kecil.”
Seketika, serombongan orang di belakang pria berambut pendek juga ikut berseru.
“Kecil….”
“Kecil….”
“Kecil….”
….
“Apakah kamu yakin? Kalau begitu aku akan membukanya.” ujarku sambil tersenyum. Sebenarnya dalam hatiku sudah memiliki jawaban, hasil kocokan dadu memang adalah kecil, tetapi di tengah ini, aku meraba belakang kepala dan diam-diam mencabut sehelai rambut, lalu memasukkannya ke dalam celah alat kocok dadu, secara diam-diam mengubah posisi salah satu dadu.
Trik ini bernama invisible movement, penjudi curang biasanya pun bisa, tetapi cukup untuk mengelabui serombongan pekerja ini.
“Yakin.”
Lalu pria berambut pendek menatap alat kocok dadu dengan konsentrasi penuh.
Akhirnya ketika aku membuka alat kocok dadu, pria berambut pendek sekali lagi termangu.
“Bagaimana? Apakah kali ini sudah bisa terima?”
pria berambut pendek berdiri dengan wajah tidak sudi, lalu memberi gerakan salam kepadaku, “Aku terima kekalahanku.”
Sambil berkata, pria berambut pendek membawa para saudaranya dan hendak pergi.
“Tunggu.”
“Kenapa, jangan-jangan kamu masih ingin menahanku?”
Aku berjalan ke sana sambil tersenyum, lalu menyerahkan empat puluh juta ke dalam tangan pria berambut pendek, dan menepuk pundaknya sambil berkata, “Saudara sungguh orang bertemperamen.”
pria berambut pendek menatap uang ini dengan wajah kebingungan.
“Apa maksudmu ini?”
“Tidak bermaksud apa-apa, hanya ingin berteman dengan saudara. Aku berterus terang denganmu saja, benar aku telah bermain curang tadi, tebakanmu benar, uang ini juga semestinya diberikan kepadamu.”
Mendengar perkataanku, tiba-tiba pria berambut pendek berlutut kepadaku.
“Saudara bukanlah orang biasa, adik benar-benar bermata buta.”
Aku sudah menduga akan seperti ini, karena jelas terlihat bahwa pria berambut pendek adalah orang yang bertemperamen. Orang sejenis ini biasanya sangat menjunjung tinggi kesetiaan, selama mengulurkan tangan kepadanya, maka dia akan dengan senang hati berteman denganmu.
Berkecimpung dalam lingkungan masyarakat, yang paling penting adalah jaringan koneksi.
Aku bergegas memapahnya berdiri, dan berkata, “Saudara tidak perlu berkata seperti itu, ini hanya trik kecil saja, tidak ada yang hebat, cepat berdiri.”
“Saudara, siapa namamu?”
“Aku….”
“Dia adalah keponakan Indarto Gold, Pampam. Kamu lihat saja badannya, seperti beruang hitam besar saja.”
Tidak menunggu pria berambut pendek menjawab, Kakak Tertua sudah berjalan kemari dan berkata mengusik.
“Kamu….”
Aku tersenyum, dan maju merelai.
“Kak Pam, saudaraku ini biasanya berkata seperti ini, kamu anggap saja sebagai lelucon, tidak perlu mengambil hati. Sementara pertikaian kalian, beri aku sedikit muka, diselesaikan pada hari ini saja.”
Pampam merasa sedikit tidak berdaya, tetapi mendengar perkataanku, dia berjabat tangan dengan Kakak Tertua mereka sebagai tanda berbaikan. Dengan demikian, badai pun kembali tenang.
Setelah membubarkan para saudara, aku berunding dengan Pampam di dalam ruangan mengenai perihal bertemu dengan Indarto.
“Karena adalah orang sendiri, maka aku bawa kamu pergi menemui pamanku.” kata Pampam.
Setelah itu, aku mengikuti Pampam pergi ke Daerah B, tidak membawa apa-apa selain uang.
Hingga tiba di tempat kediaman Indarto, barulah disadari bahwa dia memang bertampang bijaksana, hanya saja ketika dia membuka mulut, tampaklah gigi emasnya, mungkin itulah asal mula julukannya. Sementara itu, dekorasi rumahnya sangat elegan, ada buku dan lukisan, juga ada barang antik, terlihat seperti seorang seniman yang anggun dan elegan.
Orang seperti ini, sangat susah dibaca. Menurutku, Indarto tidak hanya sesederhana seorang seniman saja, karena dia bisa bersikap tenang dalam lingkungan kerusuhan seperti ini, sudah bisa mencerminkan titik keluarbiasaannya.
….
“Paman, ada orang yang mencari anda.”
“Siapa?”
Indarto meletakkan gelas teh dan menatap ke arahku.
“Aku adalah penanggung jawab baru di Daerah A, Hanif Bunto.” Aku memperkenalkan dengan sopan.
“Pernah kudengar, kamulah orang muda yang menaklukkan Empat King Kong dengan kekuatan?”
“Tidak sehebat itu, hanya sekedar beruntung saja, jauh sekali dibanding dengan senior.”
Novel Terkait
Unplanned Marriage
MargeryThe Comeback of My Ex-Wife
Alina QueensIstri kontrakku
RasudinPrecious Moment
Louise LeeInventing A Millionaire
EdisonMy Perfect Lady
AliciaWanita Yang Terbaik×
- Bab 1 Permintaan Bang Dog
- Bab 2 Muncul Musuh Cinta
- Bab 3 Ada Uang Pun Hebat?
- Bab 4 Pesan Singkat Bang Dog
- Bab 5 Menuju Rumah Bang Dog
- Bab 6 Obat Bereaksi
- Bab 7 Panas Sekali
- Bab 8 Sisi Lembut
- Bab 9 Curahan Anya
- Bab 10 Sudah Berpikir Untuk Berubah
- Bab 11 Kata-Kata Putra Bungsu
- Bab 12 Gadis Muda Yang Mengamuk
- Bab 13 Dipermalukan Saat Interview
- Bab 14 Berencana
- Bab 15 Istri Masuk Rumah Sakit
- Bab 16 Tamu Tak Diundang
- Bab 17 Malam Yang Penuh Tangisan
- Bab 18 Kami Yang Tak Bisa Dibatasi
- Bab 19 Menjadi Manusia Sampah
- Bab 20 Terimakasih Bang Dog
- Bab 21 Kepercayaan
- Bab 22 Mengantar
- Bab 23 Siapa Yang Mengatakan Aku Cemburu
- Bab 24 Jangan Bertindak Gegabah
- Bab 25 Telah Dikalahkan Oleh Kenyataan
- Bab 26 Jangan Tinggalkan Aku
- Bab 27 Memiliki Ambisi Yang Besar
- Bab 028 Bertemu Dengan Musuh Yang Tidak Ingin Ditemui
- Bab 29 Nama Yang Aneh
- Bab 30 Memegang Pisau Belati
- Bab 31 Berjanji Pada Kak Pras
- Bab 32 Benar-Benar Cantik
- Bab 33 Kekasih Baruku
- Bab 34 1,2 Miliar
- Bab 35 Pria Yang Baik?
- Bab 36 Ayah Telah Tua
- Bab 37 Indarto Gold
- Bab 38 Keramik Imitasi
- Bab 39 Menyetujui Penggabungan
- Bab 40 Milka berselingkuh?
- Bab 41 Loving You