Wanita Yang Terbaik - Bab 18 Kami Yang Tak Bisa Dibatasi
Tidak lama kemudian aku berdiri.
Rasa sakit disekujur tubuh, dari awal sudah berubah menjadi mati rasa, yang ada hanya penderitaan batin.
Apa yang dikatakan oleh bos Milka benar, aku memang tidak berhak membahas tentang kebahagiaan, karena aku tidak memiliki uang.
Bukan hanya tinju yang dipukulkan ke tubuhku, tapi lebih banyak tekanan yang tak berperasaan.
Masyarakat ini memang begitu realistis, ada uang maka bisa melakukan apa pun, apalagi, dengan mudahnya bisa meniduri seorang wanita yang tak terkenal.
Tidak peduli istriku Milka setia atau tidak, aku tidak bisa mempermasalahkannya lagi, karena aku tidak pantas.
Menundukkan kepala, terus berjalan ke depan dengan keadaan linglung seperti seorang anak liar yang kehilangan jiwa.
Benci sekali, kenapa masyarakat ini berubah menjadi dikuasai oleh orang kejam.
Konyol sekali, orang kaya mengamburkan uang, hidup dengan borosnya, kenapa tuhan tidak menghukum mereka, sebaliknya malah ditujukan padaku orang kecil yang tidak memiliki apa-apa ini.
Aku tidak mengerti, sebenarnya kenapa bisa seperti ini?
Aku Hanif bersumpah, cepat atau lambat suatu hari nanti aku akan membalas penghinaan hari ini…….
Mengalami hal seperti ini, aku juga merasa malu untuk kembali ke kamar pasien untuk menjaga Milka.
Mengambil uang dua puluh ribu, membeli dua botol bir Yueshan di kios pasar malam pinggir jalan, sambil minum, sambil sempoyongan, berjalan di sepanjang jalan utara rumah sakit tanpa tujuan.
Tanpa sadar, melewati sebuah jembatan penyeberangan.
Karena aku minum terlalu banyak, saat berjalan mulai tidak stabil, selalu merasa pusing dan disekeliling berputar.
Ini di mana, aku mau pergi ke mana dan lain sebagainya, semua masalah ini selalu menjeratku secara sengaja atau tidak sengaja, pada akhirnya, mengikuti dunia ini berputar.
Sepertinya aku kehilangan keseimbangan, jatuh ke tepi jembatan penyeberangan.
Memejamkan kedua mata, semua berubah menjadi jauh lebih tenang.
Mendadak, sedikit angin sepoi-sepoi yang sepat meniup sudut mataku, diiringi dengan air mata pahit yang mengalir.
“Apa artinya lagi jika aku masih terus hidup?”
Aku mulai bertanya pada diri sendiri, belum pernah merasakan kegagalan seperti ini sebelumnya.
Tiga tahun depresi, membuatku memiliki sifat menganggap kehidupan sebagai permainan, saat dewa kematian mengulurkan tangan ke arahku, awalnya aku ingin baik-baik berubah, baik-baik menjalani hidup ini, tetapi, kenapa dunia yang penuh gemerlap ini berulang kali terus memaksaku?
Bagiku, kematian termasuk untuk membebaskan diri.
Hanya saja, apakah aku bisa merelakan putra kecilku yang masih di bawah umur dan istriku yang sedang terbaring di kamar rumah sakit.
Menghapus air mata, lalu mengambil ponsel dan menelepon nomor istriku, diletakkan di samping telinga.
“Suamiku, kamu ada di mana, ayo cepat kembali, besok masih harus mengantar putra kita pergi ke sekolah.”
Dari seberang telepon terdengar suara desakan istriku, tapi aku, malah tidak memiliki keberaniaan untuk membuka mulut.
“Suamiku?”
Sepertinya istriku merasa ada yang tidak benar lalu memanggil sekali lagi.
Aku tetap tidak berbicara, akhirnya tidak bisa menahan diri dan menutup telepon.
Menonaktifkan ponsel, lalu berdiri di atas pagar, mencondongkan tubuh ke depan, memejamkan kedua mata, wajah menghadap ke sungai panjang tanpa dasar yang ada di bawah jembatan penyeberangan, melompat ke bawah.
Ini adalah jalan terakhir, aku tidak memiliki pilihan lagi.
Aku berpikir, tubuhku yang tidak berguna ini akan hanyut mengikuti arus sungai ini menuju ke surga bahagia yang aku dambakan.
Air sungai sudah menenggelamkan tubuhku, membuatku benar-benar kehilangan kesadaran.
.....
“ Hanif, kamu cepat bangun.”
Tidak tahu sejak kapan di samping telingaku terdengar suara yang akrab.
Tapi aku tidak mempedulikannya, aku hanya berpikir, ingin baik-baik menikmati waktu tenang yang sulit didapatkan ini sebelum kematian.
“Kamu jangan menakutiku ya, cepat bangun, aku adalah Ipank.”
Apa, Ipank?
Bagaimana mungkin, bagaimana dia bisa muncul di samping telingaku?
Tidak, ini pasti mimpi.
Aku mencoba untuk membuka mata.
Pertama-tama yang masuk dalam mataku adalah langit-langit berwarna abu-abu tua, kemudian televisi, gitar, serta berbagai macam pakaian pertunjukkan yang kuno sekali.
Akhirnya baru melihat wajah yang sangat familiar itu.
Rambut panjang sebahu, wajah yang putih halus tapi sangat kurus kering, kemudian pakaian robek yang berkilauan, kelihatannya, malah mirip dandanan penyanyi rock asli.
Ini sungguh Ipank.
Sudah hampir enam tahun tidak bertemu, dulu ketika masih kuliah, dia sama dengan Deddy, memiliki hubungan teman seasrama yang baik denganku, setelah lulus kuliah, dia demi mengejar impiannya menjadi seorang penyanyi, berpartisipasi dalam sebuah pertunjukkan pencari bakat dan menandatangani sebuah perusahaan rekaman, awalnya berpikir sudah berlalu selama bertahun-tahun, diantara kami dialah yang berkembang dengan paling baik, tapi sekarang?
Huh, hanya bisa mengatakan takdir yang mempermainkan orang.
“ Ipank, kamu yang menyelamatkanku?”
“Kalau tidak, aku juga hanya kebetulan lewat di sana, melihat ada orang yang melompat ke dalam sungai, langsung melompat ke bawah tanpa mempedulikan lebih banyak lagi, tapi tidak menyangka ternyata kamu.”
Aku terdiam untuk sesaat, merasa agak menyesal tadi sudah terlalu gegabah.
Namun, tanpa pengalaman kali ini, aku juga tidak bisa bertemu dengan Ipank.
“Kamu ini, kenapa begitu bodoh, ada masalah apa yang membuatmu begitu tidak bisa berpikiran terbuka, katakan padaku, aku bantu beri petunjuk padamu.”
Ipank sambil tersenyum mengatakannya.
“Huh, jangan bahas lagi, aku juga karena bersikap gegabah sesaat.”
“ Ipank.”
“Ya.”
Aku ragu-ragu sejenak, “Aku menderita kanker perut stadium akhir, dokter memberitahuku, paling lama hanya bisa hidup setengah tahun lagi, menurutmu, apa yang harus aku lakukan?”
“Apa? Kamu jangan bercanda denganku lagi, aku tahu bagaimana kondisi fisikmu.”
Ipank merasa terkejut menatapku sambil mengatakannya.
“Benaran, sudah didianogsis, kalau tidak, aku juga tidak mungkin putus asa hingga melompat ke sungai.”
Ipank mendengarnya, ekspresi menjadi lebih serius, berpikir sejenak, sepertinya teringat sesuatu: “Aku mengenal seorang dokter di Jerman, dia adalah seorang ahli terkemuka dalam pengobatan kanker, bagaimana kalau aku memperkenalkannya padamu, sebagai sahabat, juga hanya bisa membantumu sebanyak ini, lebih semangat sedikit, jika uang tidak cukup, aku bisa membantumu mengumpulkannya, pengobatan yang aktif, mungkin bisa menyembuhkanmu.”
Aku melihat ekpresi Ipank yang penuh kekhawatiran, dalam hati merasa terhibur.
Enam tahun tidak bertemu, masih bisa seperti saat kuliah, mengkhawatirkan hidup dan matiku, hanya berdasarkan kesetiaan ini, aku tetap menganggapnya sebagai sahabat baikku.
Hanya saja sangat disayangkan, aku hanya memiliki waktu setengah tahun untuk bersamanya.
“Tidak ada gunanya, daripada menghabiskan uang, lebih baik mencari sebuah tempat yang tenang untuk menunggu kematian.” Aku berkata.
“Huh.”
Menghadapi sikap keras kepalaku, Ipank terdiam sejenak, lalu menghela nafas.
“Takdir selalu mempermainkan orang seperti kita.”
”Benar……tidak membahas topik yang begitu pesimis lagi, kita berdua sulit baru bisa bertemu, baik-baik melepas rindu, ayo jalan, keluar untuk minum.”
Selesai bicara, aku meletakkan tangan ke atas pundaknya, begitu selesai mengenakan sepatu langsung mau jalan, tapi, dalam sekejap aku menghentikan langkah kaki lagi.
Aku baru teringat, sekarang aku sedang membutuhkan uang, tidak boleh sembarangan menghabiskan uang. Tapi, karena harga diri, tidak berani mengatakannya.
Sepertinya Ipank melihat apa yang sedang aku pikirkan, menarikku untuk duduk.
“Tidak perlu begitu repot, aku sudah mempersiapkannya.”
Selesai bicara, dia menunjuk ke meja yang sudah penuh makanan dan bir di dapur sebelah, menarikku berjalan ke dalam.
Ini adalah rumah sewa yang sederhana, bahkan tidak bisa dibandingkan dengan ruang bawah tanah yang ada di rumahku, area dapur sangat sempit, tapi itu cukup untuk kami berdua.
Aku duduk di sebelah Ipank, mengambil sebotol bir yang sudah disiapkan oleh Ipank dan menuangkannya ke dalam dua gelas, seperti kembali ke hari-hari tanpa beban ketika sedang berkuliah, tidak ada yang tidak dikatakan.
Setelah melakukan sedikit pemahaman, aku baru tahu, selama beberapa tahun ini hidup Ipank juga tidak terlalu baik, karena tidak puas dengan pengekangan perusahaan rekaman, dia disembunyikan secara sengaja agar tidak diperhatikan, sejak itu, dia menjalani karir menyanyi yang sunyi dan masih terus melajang.
Saat bertanya tentang aku, seketika aku tidak bisa menahan diri, mengatakan bahwa sudah menikah, mengenai pengantin wanita……
Aku tetap tidak memiliki keberanian untuk mengukit Milka, spontan kedua mataku berkaca-kaca.
“Sudahlah, tidak perlu dibahas lagi, kita menyanyi saja.”
Mengambil gitar Ipank, aku tidak bisa menahan diri untuk memainkan lagu Beyond.
“Maafkan aku yang tak bisa dibatasi dan mencintai kebebasan, tapi juga takut suatu hari akan terjatuh…..”
Novel Terkait
Beautiful Lady
ElsaCinta Yang Paling Mahal
Andara EarlyDon't say goodbye
Dessy PutriVillain's Giving Up
Axe AshciellyMy Lady Boss
GeorgeThis Isn't Love
YuyuPernikahan Tak Sempurna
Azalea_Cinta Dibawah Sinar Rembulan
Denny AriantoWanita Yang Terbaik×
- Bab 1 Permintaan Bang Dog
- Bab 2 Muncul Musuh Cinta
- Bab 3 Ada Uang Pun Hebat?
- Bab 4 Pesan Singkat Bang Dog
- Bab 5 Menuju Rumah Bang Dog
- Bab 6 Obat Bereaksi
- Bab 7 Panas Sekali
- Bab 8 Sisi Lembut
- Bab 9 Curahan Anya
- Bab 10 Sudah Berpikir Untuk Berubah
- Bab 11 Kata-Kata Putra Bungsu
- Bab 12 Gadis Muda Yang Mengamuk
- Bab 13 Dipermalukan Saat Interview
- Bab 14 Berencana
- Bab 15 Istri Masuk Rumah Sakit
- Bab 16 Tamu Tak Diundang
- Bab 17 Malam Yang Penuh Tangisan
- Bab 18 Kami Yang Tak Bisa Dibatasi
- Bab 19 Menjadi Manusia Sampah
- Bab 20 Terimakasih Bang Dog
- Bab 21 Kepercayaan
- Bab 22 Mengantar
- Bab 23 Siapa Yang Mengatakan Aku Cemburu
- Bab 24 Jangan Bertindak Gegabah
- Bab 25 Telah Dikalahkan Oleh Kenyataan
- Bab 26 Jangan Tinggalkan Aku
- Bab 27 Memiliki Ambisi Yang Besar
- Bab 028 Bertemu Dengan Musuh Yang Tidak Ingin Ditemui
- Bab 29 Nama Yang Aneh
- Bab 30 Memegang Pisau Belati
- Bab 31 Berjanji Pada Kak Pras
- Bab 32 Benar-Benar Cantik
- Bab 33 Kekasih Baruku
- Bab 34 1,2 Miliar
- Bab 35 Pria Yang Baik?
- Bab 36 Ayah Telah Tua
- Bab 37 Indarto Gold
- Bab 38 Keramik Imitasi
- Bab 39 Menyetujui Penggabungan
- Bab 40 Milka berselingkuh?
- Bab 41 Loving You