Wanita Yang Terbaik - Bab 26 Jangan Tinggalkan Aku

Selanjutnya, Deddy mengendarai mobil membawaku tiba ke gerbang rumah sakit.

“Sudah sampai, apakah kamu mau masuk ke dalam?” Aku memainkan putung rokok sambil mengatakannya.

Deddy menggeleng kepala, tatapan melayang tidak tenang, tampaknya ada pikiran, ragu-ragu sejenak lalu berkata: “Tidaklah, sudah terlalu malam, aku harus pulang untuk membujuk istriku.”

Begitu aku mendengarnya, hanya bisa tersenyum. Bagaimanapun, di dalam perut istrinya sedang mengandung anaknya, tetap akan merasa khawatir, mengatakan cerai juga hanya kata-kata emosi saja.

“Baiklah, kalau begitu aku tidak akan menahanmu lagi, pulang baik-baik minta maaf pada kakak ipar, suami istri, kalau bisa bertengkar saja jangan sampai main tangan.” Aku mengejeknya.

“Brengsek, maksudmu kami berdua akan terus bertengkar?”

“Bercanda saja, sifat kakak ipar tidak baik, pulang ikuti kemauannya saja, jangan sampai memberi dampak buruk pada kehamilannya, kalau tidak, lebih tulus sedikit berlutut di hadapannya.”

Ketika aku mengucapkan kata-kata ini, Deddy membuka pintu mobil dan ingin mengejarku, untung saja aku cepat berlari, jika tidak pasti akan dihajar olehnya.

Tapi jujur saja, kami dua bersahabat, sudah lama tidak bergaul seperti ini, rasanya mencari kembali sedikit perasaan saat masih muda.

Huh, sekejap mata saja sudah berlalu enam tahun, waktu berlalu dengan cepat.

Aku berjalan disekitar rumah sakit, tiba-tiba melihat seorang pria paruh baya yang mendorong seorang anak penderita lumpuh otak di kursi roda, merasa sangat sedih, sambil menghela nafas sambil mengatakan: “Nak, kamu sudah sakit selama sepuluh tahun, dalam sepuluh tahun ini, ayah tidak pernah menyerah terhadapmu, apa kamu tahu, betapa ayah berharap kamu bisa membuka mulut memanggilku pa……”

Pada saat ini, aku tertegun.

Orang tua berpapasan denganku, tampangnya yang putus asa membuat hidungku terasa berair.

Mungkin karena melihat baru merasa rindu, aku teringat dengan papa dan mamaku yang sudah berusia lima puluh lebih.

Mereka sudah menderita seumur hidup, agar bisa membiayaiku kuliah, berusaha keras mengumpulkan uang, agar Milka bisa memiliki sebuah pesta pernikahan yang megah, tanpa ragu menjual beberapa hektar tanah yang ada di kampung, agar aku tidak terlalu menderita saat ini, selalu mengomel di telingaku, saat tidak ada uang harus ingat mencari mereka, walaupun mereka harus lebih lelah dan menderita, juga harus membiarkanku, menantu dan cucunya memiliki kehidupan yang baik.

Tetapi aku yang bajingan ini, lulus kuliah beberapa tahun ini, aku tidak pernah berinisiatif menghubungi mereka, tidak pernah membuat mereka bahagia.

Sekarang, aku menderita kanker, paling lama hanya bisa hidup setengah tahun lagi, jika mereka sampai tahu, bukankah akan seperti orang tua tadi, hidup dengan putus asa?

Memikirkan semua ini, kedua mataku langsung kabur.

Pernah berpikir untuk menelepon pulang, tapi harus mengatakan apa pada mereka, apakah mengatakan bahwa aku sudah hampir mati?

Sepanjang hidup mereka aku sudah menjadi beban mereka, bagaimana bisa membiarkan orang tua melihat kematian anaknya.

Aku tidak berani memikirkannya juga tidak ingin memikirkannya.

Memejamkan mata, lalu mendongak dan menghapus setetes air mata kepedihan, terus berjalan ke kamar pasien.

Di dalam kamar pasien, putra kecil sedang berbaring dalam pelukan Milka tidur nyenyak, karena mabuk, tidak tahu kenapa tubuhku yang terhuyung-huyung, langsung berlutut di hadapan Milka dengan hati yang tulus, memegang sepasang tangannya yang penuh kapalan, dalam sekejap aku seperti seorang anak kecil, membenamkan kepala dan menangis sejadi-jadinya.

“Kamu……minum sebanyak ini lagi, cepat bangun, ini adalah rumah sakit, dilihat orang lain mereka akan menertawakan kita.” Milka berkata, wajahnya penuh keterkejutan.

Tapi, aku tidak berani mengangkat kepala, bohong kalau mengatakan tidak takut mati, semua orang pasti takut mati, ditambah dengan apa yang dilihat dan dipikirkan barusan, aku benar-benar sudah dikalahkan oleh kenyataan.

“Istriku, aku sangat takut suatu hari nanti kamu akan meninggalkanku.”

“Aku takut sekali, benar-benar sangat takut.”

“Dulu aku yang salah, aku yang tidak baik, kelak, aku akan berubah, aku akan berusaha untuk menghasilkan uang, aku akan memberikan kehidupan yang paling kamu dan anak inginkan. Hanya memohon kamu, jangan meninggalkanku……”

Milka ragu sejenak, lalu merangkulku ke dalam pelukannya, menepuk punggungku sambil mengatakan: “Kamu bisa bicara seperti ini, aku sudah merasa cukup terhibur, mengapa masih harus meninggalkanmu?”

“Kelak, tidak peduli betapa lelah dan sulit, juga berharga dan layak.”

Aku bisa merasakan kata-kata yang diucapkan istriku, juga berasal dari lubuk hati terdalamnya.

Hanya saja, waktu kami untuk bersama sudah tidak banyak lagi.

“Sudahlah, ayo berdiri, jangan sampai ditertawakan oleh putra kita.” Istriku selesai bicara, langsung menarikku untuk bangun, “Hari ini kamu minum bersama siapa?”

“Masih ada siapa lagi, Deddy. Dia bertengkar dengan istrinya, suasana hatinya tidak baik, aku sebagai sahabat tentu saja harus menemaninya.” Aku menyingkirkan perasaan sedih tadi, bersandar di bahu Milka sambil mengatakannya.

“Kamu benar-benar dekat dengan dia ya? Apakah tidak takut dia akan datang menggangguku lagi?” Raut wajah istriku dalam sekejap berubah jadi buruk sekali, tampaknya tidak suka aku berhubungan dengan Deddy.

“Aduh, istriku, masalah itu sudah berlalu selama bertahun-tahun, apalagi Deddy sudah akan menjadi seorang ayah, tidak akan bertindak sembarangan. Kesanmu padanya jangan selalu berhenti dimasa lalu, sekarang dia juga cukup baik, ada masalah apa selalu membantuku, suamimu ini, hanya ada beberapa sahabat baik ini, seharusnya bergaul tetap harus bergaul.”

Aku tidak menyangka begitu aku berkata seperti ini, sebaliknya istriku semakin merasa tidak senang.”

Hanya melihat dia mengerutkan alis, “Tapi dia……”

Kata-katanya sudah mau diucapkan, tapi berhenti lagi, tampaknya ada sesuatu yang sulit untuk dikatakan.

Sedangkan aku malah berpikir dia memiliki beberapa pendapat terhadap Deddy, jadi tidak terlalu mempedulikannya.

“Sudahlah, kita jangan bahas dia lagi, tidur lebih awal saja, besok pagi aku masih harus pergi kerja.” Aku sengaja mengalihkan topik pembicaraan, selesai bicara langsung duduk di kursi samping ranjang, merenggangkan pinggang, lalu membaringkan setengah badan di meja samping kursi.

“Baik, tidak membicarakan dia, aku tahu kamu belum tidur, jadi ingin memberitahumu, tadi papa kita telepon, katanya mereka sudah mendapatkan gaji dari lokasi kontruksi, takut kita tidak makan dengan baik, jadi ingin kemari untuk menjenguk kita.”

Mungkin karena tadi melihat ayah dan anak yang kasihan itu, membuat hatiku terasa berat sekali begitu mendengar ada keluarga yang akan datang.

Hanya bisa mengatakan bahwa kedatangannya terlalu mendadak, aku masih belum siap harus bagaimana menghadapinya.

Lokasi konstruksi tempat ayahku bekerja memang berada di kota, tapi detailnya berada di mana, aku juga tidak tahu, dulu saat tidak ada uang, dia selalu menyuruhku pergi ke lokasi konstruksi untuk berlatih, aku merasa jijik dan kotor, juga merasa memalukan, jadi tidak pernah pergi.

Sekarang Bang Dog menyuruhku pergi untuk menjadi mandor lapangan, akhirnya aku bisa pergi merasakan kehidupan mereka itu.

Tapi satu-satunya yang membuatku tidak tenang adalah aku khawatir lokasi konstruksi yang akan aku datangi adalah lokasi konstrusi tempat ayah bekerja.

Sudah merantau selama bertahun-tahun di kota ini, meskipun tidak sering kontak dengan ayah, tapi setiap kali di dalam telepon, aku selalu berbohong kalau sekarang aku menjabat sebagai manager di perusahaan.

Sekarang aku bekerja sebagai mandor, jika sampai dilihat olehnya, bukankah dia akan seperti saat aku masih kecil memarahiku orang yang tidak berguna?”

Meskipun gaji bulanan dua puluh juta, tapi jika dikatakan juga tidak terlalu bagus.

Sekarang kondisi istri juga seperti ini, jika sampai dilihat olehnya, pasti akan mengomel lagi.

Aku sedikit khawatir, juga sedikit takut.

"Apa yang kamu katakan?" Aku bertanya.

"Aku......aku juga tidak tahu harus mengatakan apa, membiarkannya datang susah, tidak membiarkan dia datang juga susah, ayah sudah tua, aku tidak ingin dia bersusah payah lagi demi masalahku. Aku rasa besok dia sudah akan datang."

"Lalu, harus bagaimana?" Aku merenung sejenak, benar apa yang dikatakan istriku, ayah harus naik bus selama satu jam dari kampung sampai kota, jika dia sampai tahu istriku terluka hingga begini, pasti akan repot-repot untuk merawatnya lagi.

"Kalau tidak, besok aku keluar rumah sakit saja? Berada di sini, sehari demi sehari, biaya pengobatan juga sangat besar, aku sungguh tidak bersedia....."

"Tidak boleh." Aku langsung menghentikan kata-katanya, "Aku pasti ada cara."

Novel Terkait

I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu