Wanita Yang Terbaik - Bab 22 Mengantar

Pada sepanjang sore ini, aku terus menetap di rumah sakit dan menjaga di sisi Milka.

Pada saat anakku hampir pulang sekolah, aku baru tega meninggalkan rumah sakit tersebut.

Aku berdiri di depan pintu rumah sakit dan memanggil sebuah taksi.

“Pak, tolong ke Sinarmas Park.”

“Baik.”

Setelah itu supir menekan mesin perhitungan jarak dan mulai mengatur navigasi peta, setelah itu mulai berkunjung ke TK tempat anakku.

Pada sepanjang perjalanan ini, seluruh tubuhku sangat gelisah.

Dikarenakan aku pertama kalinya duduk di dalam taksi dengan gaya yang begitu berlagak kaya.

Pada sebelumnya, aku selalu menggunakan bis apabila akan berkunjung keluar. Sebenarnya lumayan memalukan juga apabila mengungkit hal ini, aku bertindak demikian dikarenakan ingin menghemat uang judi yang tidak seberapa ini.

Bahkan aku sendiri juga merasa malu apabila memikirkannya.

Ternyata seorang pejudi akan sengaja menghemat uang puluhan ribu yang tidak seberapa ini.

Aku semakin terjerumus ketika menatap pemandangan kemewahan pada sepanjang perjalanan, ambisi di hatiku semakin berkembang, setelah dihitung kembali, aku setidaknya masih memiliki waktu enam bulan, anggap saja gaji bulanan aku lebih kurangnya ada dua puluh juta, apabila aku lebih hemat lagi, dalam sisa hidupku ini masih bisa mendapatkan uang seratus atau seratus dua puluh juta.

Dengan uang yang sebanyak ini, sudah cukup untuk membeli satu unit rumah di dalam kota tersebut.

Namun apakah sudah cukup kalau hanya membeli satu unit rumah saja?

Milka begitu berkorban untukku dan terus hidup susah, namun diriku hanya membelikan satu unit rumah untuk dirinya saja, dalam sisa hidupku, jangan-jangan harus menyuruh Milka yang membayar sisa kreditnya ya?

Apanya yang menebus dosa!

Pastinya tidak akan cukup apabila hanya mengandalkan gaji, aku mesti mencari solusi untuk mendapatkan uang yang lebih banyak lagi.

Aku bukan hanya harus membeli rumah, aku juga ingin membeli mobil, aku ingin membiarkan istri dan anakku hidup layaknya orang kaya.

……

Setelah selesai berpikir, taksi sudah tiba di depan TK.

“Tuan, sudah tiba.” Supir mengingatkannya, setelah itu aku juga baru menyadari kembali, ketika sedang bersiap-siap untuk membayar uang, aku ragu sejenak dan menatap supir :”Bapak, atau kamu tunggu sebentar saja, aku turun menjemput anakku, sebentar lagi kami pulang dengan mobilmu juga.”

“Baik.”

Supir sengaja berkendara mobilnya hingga ke depan pintu TK, sepertinya merasa khawatir kalau aku akan melarikan diri sebelum membayar uangnya.

Namun aku tidak memedulikannya, setelah turun dari mobil, aku langsung melihat anakku.

Pada saat ini, dia sedang berdiri sendirian dan memperhatikan sana sini, wajahnya masih menampakkan sedikit jejak ketakutan, seolah-olah merasa takut kalau aku yang sebagai ayahnya tidak akan datang menjemputnya lagi.

“Sayang.” Aku memanggilnya dan berjalan menghampiri.

“Papa.” Setelah melihatku, dia langsung menyerbu ke dalam pelukanku dengan mata yang berbinar, setelah itu langsung menangis kasihan.

“Sayang, ada yang mengganggu kamu ya?” Aku mengelus kepalanya dan bertanya dengan penuh kasih sayang.

“Bukan, aku takut, takut kalau kamu tidak datang menjemputku lagi, aku harus bagaimana kalau bertemu dengan orang jahat?” Anakku mulai menangis dan protes.

Dalam seketika ini, aku merasa bersalah sekali.

Benar sekali tuntutan anakku, saat ini TK sudah mulai sepi, apabila bertemu dengan penjahat yang memperdagangkan manusia, aku pastinya akan sedih selamanya.

Aku mengakui bahwa diriku memang tidak pantas menjadi seorang ayah.

“Sudahlah, Papa minta maaf padamu, jangan menangis lagi.” Aku memeluknya dan terus menghiburnya.

Kasih sayang ayah memang tidak terhingga, setelah mendengar hiburan aku, anakku sudah tidak menangis lagi.

Setelah itu aku menarik tangannya dan berjalan ke depan taksi. Setelah membuka pintu mobil, anakku malahan merasa ragu.

“Papa, kita naik bis saja.”

“Mengapa?”

“Karena bisa menghemat sedikit uang, Mama sekarang sedang merawat di rumah sakit, kalau naik bis bisa menghemat sedikit uang pengobatan Mama.”

Aku merasa malu setelah mendengar kata-kata anakku.

Aku sama sekali tidak dapat membayangkannya, dengan anak kecil yang hanya berusia lima enam tahun, bahkan bisa begitu pengertian dan melontarkan kata-kata seperti ini.

Sejenak kemudian, aku merasa sangat bersyukur. Apabila memiliki anak yang begitu pengertian, mungkin ke depannya dia juga dapat bertumbuh dengan sehat, dengan demikian, setelah aku dijemput ajal, aku juga dapat merasa tenang.

“Tidak apa-apa, Papa sekarang sudah mulai bekerja, sudah bisa mendapatkan uang, tidak lama yang akan datang, Papa sudah bisa membawamu naik mobil ini untuk setiap harinya.” Aku mengelus kepalanya dan berkata.

Anak kecil ini paling percaya dengan kata-kataku, setelah mendengar penjelasanku, kedua matanya langsung terpenuhi dengan tatapan harapan.

Setelah duduk di dalam mobil, aku memeluk anakku dan berkata kepada supir :”Tolong pergi ke RS Rakyat.”

Supir menjawabku dan mulai berkendara.

Pada pertengahan perjalanannya, supir berkata :”Tuan, anakmu pengertian sekali, jauh lebih hebat daripada anakku.”

Aku tersenyum dan berkata :”Mana ada, dia sangat bandel.”

Meskipun mulutku berkata demikian, namun hatiku jauh lebih bangga dari siapapun.

Memiliki seorang anak yang begitu pengertian, meskipun aku adalah seorang pejudi, namun sepertinya aku telah menemukan harga diriku sebagai seorang manusia.

Selain itu, aku ke depannya juga harus lebih berusaha lagi, aku harus membiarkan anakku melewati hidup yang bahagia.

“Anda rendah hati sekali.” Supir juga ikut tersenyum dan berkata.

Aku melihat wajah anakku yang telah merona merah pada saat ini.

Sejak kecilnya anak ini memang sudah tidak sanggup menahan pujian, apalagi ketika orang luar yang memuji dirinya, dia pasti akan merasa tersipu.

Namun aku juga sangat mengkhawatirkan hal ini, takutnya apabila dirinya terus bereaksi seperti ini, dia akan susah beradaptasi dengan dunia sosial setelah dewasa nanti.

Namun bagaimanapun dia hanya sekedar anak kecil, pertumbuhan anak akan mengalami banyak perubahan, aku percaya bahwa ketika anakku sudah bertumbuh dewasa, dia pasti bisa menjadi seorang pria gagah yang penuh keberanian.

……

Tidak lama kemudian, supir telah menghentikan mobilnya di depan rumah sakit.

Aku memeluk anakku turun dari mobil dan bertanya :”Totalnya berapa?”

Supir berkata :”Enam puluh ribu.”

Aku menjawabnya dan meraba saku bajuku, dikarenakan tidak menemukan uang recehan, sehingga aku langsung menarik uang dua ratus ribu dan memberikan kepadanya.

“Tidak perlu pengembalian lagi, anggap saja tip untukmu.”

Supir menatapku dan terbengong beberapa saat, setelah itu dia baru menerima uangnya dan pergi meninggalkan tempat.

Menurutku supir barusan pasti sangat kebingungan, mengapa diriku yang berpakaian lusuh akan bertindak demikian.

Sebenarnya aku sendiri juga tidak mengerti.

Mungkin saja dikarenakan kehendak mendadak, melihat dirinya telah memuji anakku, sehingga aku merasa senang dan memberikan kepadanya. Mungkin juga dikarenakan khawatir dengan istriku yang masih sendirian di dalam kamar pasien, khawatir kalau istriku tidak dapat merawat diri sendiri, sehingga buru-buru untuk meninggalkan tempat.

Apabila harus melibatkannya dengan sebuah alasan, maka menurutku alasan yang paling cocok adalah sebenarnya aku ingin merasakan gaya hidup orang kaya.

Menurutku para orang kaya yang berfoya-foya dan hidup mewah, telah menimbulkan perbandingan jelas terhadap diriku yang sebagai pejudi dan hidup miskin.

Sebenarnya aku selalu mengharapkan gaya hidup seperti mereka.

Tidak peduli meskipun dianggap lelucon, namun kenyataannya ambisi diriku memang begitu liar.

Pada saat aku menggandeng tangan anakku dan bersiap-siap untuk masuk ke rumah sakit, anakku tiba-tiba mengelus perut dan mengatakan kalau dirinya telah lapar.

Aku tiba-tiba kepikiran dengan Milka yang masih belum makan, oleh sebab itu aku menggandeng tangan anakku dan pergi ke restoran di seberang jalan.

Apabila tiba di malam hari, bisnis di restoran tersebut akan sangat ramai, sementara ketika aku tiba di sana, tempat duduk di depannya juga telah penuh, demi menghemat waktunya, aku langsung menyumbat uang dua ratus ribu ke tangan pelayan dan berkata :”Antarkan makanan ke kamar pasien, satu porsi daging dan satu porsi mie, sisanya tidak perlu kembalikan lagi, anggap saja tip.”

“Baik, aku langsung siapkan.”

Dia menjadi sangat bersemangat setelah melihat gayaku yang begitu dermawan, dalam seketika itu dia langsung beranjak ke dapur untuk memesan masakan.

“Sayang, kita tidak perlu tunggu lagi, sekarang tidak ada yang menjaga Mama, kamu bersabar sebentar lagi ya, sebentar lagi mereka akan mengantar makanannya ke sana.” Aku menatap anakku dan berkata.

Setelah itu aku menggandeng tangannya dan meninggalkan tempat.

“Tidak apa-apa, menjaga Mama lebih penting.”

Anakku mencibir bibirnya, seolah-olah tidak tega meninggalkan tempat, namun setelah itu dia langsung tersenyum padaku dan ikut beranjak ke kamar pasien.

Novel Terkait

Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu