Wanita Yang Terbaik - Bab 34 1,2 Miliar
"1,2 milliyar untuk membeli pukulan bagimu, sudah sangat murah." aku pun lanjut berkata sambil tersenyum.
Awalnya masih ingin menambahkan sedikit lagi, akan tetapi ketika teringat akan perkataan yang dikatakan oleh kedua kakak beradik Palo, aku pikir, daripada menambahkan suatu permasalahan lagi lebih baik mengurangi satu permasalahan, bagaimanapun juga telah membiarkan Buntoro melampiaskan amarahnya, permasalahan ini pun selesai sampai disini.
Karena aku juga bukan manusia hebat seperti apa, juga tidak ingin terlibat terlalu banyak hal besar seperti ini, sungguh hanya ingin menghasilkan sedikit lebih banyak uang, melakukan hal-hal yang bermakna sebelum meninggal.
"Baiklah, anggap kamu hebat."
Setelah selesai mengatakan hal tersebut, dia pun mengeluarkan buku deposito banknya dari dalam saku dan menyerahkannya kepadaku, kemudian berbalik dan naik ke mobilnya.
Dengan satu lambaian tanganku, membuat para pekerja pun mundur, pria berwajah putih bersih itu barulah dapat pergi dengan aman.
...........
Kali ini tidak membuat permasalahan ini menjadi keributan besar, masihlah menghasilkan uang besar pertama sebelum meninggal, di dalam hatiku benar-benar merasa gembira.
1,2 milliar, telah cukup untuk membeli banyak rumah dan banyak mobil.
Akan tetapi saat ini satu-satunya yang dia pikirkan adalah uang ini jika dia pakai, maka hal ini sangatlah tidak pantas dengan posisi dan kedudukannya, karena hal ini adalah uang keadilan yang aku minta untuk Buntoro, seharusnya dia mengembalikan semua ini untuk dirinya.
Aku sangat serakah, akan tetapi seberapa banyak pun harus dipikirkan terlebih dahulu, menghindari orang lain akan membicarakan kami serakah.
"Nah, untukmu, ini adalah biaya perbaikan yang diberikan oleh si pria berwajah putih bersih untukmu." Aku pun memberikannya kepada Buntoro, disaat yang bersamaan pun aku juga memandangnya dengan sedikit tidak nyaman, "Kalau begitu, kamu ingin menarikku seperti ini sampai kapan?"
Wajah Buntoro pun memerah, kemudian dia melepaskanku, ekspresinya tergesa-gesa, terlihat sedikit merasa tidak enak.
Dia sedikit ragu-ragu dan berkata : "Uang pun tidak perlu diberikan kepadaku, kamu ambilah untuk dipakai, selain itu kali ini aku benar-benar berterima kasih kepadamu."
Begitulah dia mengucapkan terima kasih dengan sederhana, kemudian dia berbalik dan berjalan maju menuju mobil Audi nya itu.
Tidak tahu mengapa, di dalam hatiku masihlah merasa sedikit kehilangan, bagaimanapun juga harus saling meninggalkan nomor telepon, supaya memudahkan untuk berhubungan dikemudian hari, walaupun tidak ingin berhubungan lebih dalam, maka berteman pun juga masih boleh.
Akan tetapi saat ini, sia-sia usahanya setengah hari ini, yang terucap hanyalah satu kalimat perkataan yang sungkan, ini bukanlah yang aku inginkan, akan tetapi kenyataan memang selalu kejam.
Dia tidak mungkin berbincang lebih banyak denganku, aku bagaimana mungkin mengejarnya dengan tidak tahu malu?
"Kalian beberapa orang ini yang harus pergi sibuk maka pergilah." Aku pun melambaikan tangan, membubarkan mereka.
Menyalakan sebatang rokok, kemudian menatapnya sejenak, setelah bergumul di dalam hati, maka memutuskan untuk melupakan hal yang telah berlalu itu.
Akan tetapi baru saja dia berbalik dan melangkah satu langkah, Buntoro pun berteriak : "Tuan, ponselku tiba-tiba tidak ada baterai dan juga tidak membawa powerbank, bisakah kamu meminjamkanku ponselmu untuk menelepon, tidak memerlukan waktu yang lama, hanya untuk memanggil sebuah mobil derek."
Setelah mendengarnya, aku pun segera menolehkan kepala dan berjalan ke arahnya dan mengeluarkan ponsel untuk diberikan kepadanya, "Tidak merepotkan, Nona Bunto."
Dia pun tertegun sejenak, kemudian menatapku dengan menggunakan ekspresi yang aneh, seolah-olah masih bingung aku bagaimana dapat mengetahui marganya.
"Kenapa?"
"Tidak tahu mengapa, aku selalu merasa pernah melihatmu dimana."
Aku tersenyum, "Bukan perasaan, itu sungguhan, kamu telah lupa, waktu itu siapakah yang kamu tabrak, di papan tanda halte?"
Setelah mendengar aku berkata demikian, Buntoro seketika memahaminya.
"Ternyata itu kamu ya, sungguh, sungguh maaf, benar-benar tidak menyangka kita begitu berjodoh, oh iya, aku waktu itu memintamu untuk datang ke kantor untuk mencariku, kamu mengapa tidak datang?"
"Jangan dibicarakan lagi, sekalinya dibicarakan membangkitkan amarah, aku telah pergi kesana, hasilnya di usir oleh orang yang datang interview, dia bilang latar belakang pendidikanku tidak cukup."
"Jadi, kamu sudah datang kemari?"
"Jika tidak kamu kira bagaimana, semuanya demi dapat bertahan hidup."
Setelah aku selesai mengatakan hal tersebut, terlihat sedikit murung.
Benar, dulu selalu berpikir bahwa suatu hari dapat melangkah lebih tinggi, maka dari itu barulah dapat menyembunyikan keluhan setiap kali menerima rintangan, akan tetapi setelah mendapatkan kanker, dalam melakukan suatu hal sudah tidak dapat setegas dulu lagi.
Kehidupan manusia memang seperti itu, ada yang didapatkan maka akan ada yang hilang.
Ketika kamu sedang berusaha keras untuk suatu hal, baru dapat merasakan diri sendiri mu yang lampau benar-benar bodoh.
Orang yang memiliki uang demi kehidupan, seharian sibuk kesana kemari, orang yang tidak memiliki uang demi kehidupan, juga sama seharian sibuk kesana kemari, tidak hanya kamu yang memiliki kecemasan, orang yang ada di seluruh dunia, semuanya juga memiliki kecemasannya.
Tidak peduli bagaimana kehidupan memperlakukanmu, harus tetap berusaha keras untuk bertahan hidup.
......
"Orang sepertimu benar-benar sangat menarik, jelas-jelas belum tua, namun selalu mengatakan kata-kata yang tidak terlalu optimis, seperti menghadapi antara hidup dan mati."
Buntoro pun tersenyum dan mengambil ponsel dan menekan sebuah nomor, kemudian meneleponnya.
"Halo, apakah ini mobil derek?"
"Disini adalah...."
Setelah berhasil memanggil mobil derek, dia pun mengembalikan ponsel dan berkata :"Atau tidak, kita pergi makan bersama?"
Mereka berdua, juga tidak dapat terus-terusan berdiri seperti orang bodoh disini bukan?
"Tunggu sebentar, harus pergi ke parkiran mobil."
Tanpa menunggu respon darinya, aku pun berlarian kecil menuju ke tempat parkir, setelah membawa mobil keluar dari sana, kemudian mempersilahkannya untuk naik ke mobil.
"Suka makanan chinese atau barat, aku traktir." aku berkata kepada dia yang duduk di kursi sebelah pengemudi.
Buntoro pun tertegun sejenak, kemudian berkata sambil tersenyum : "Lebih baik aku yang traktir saja, karena kamu juga telah membantuku beberapa kali, aku malah terus-terusan menambahkan permasalahan bagi kamu, di dalam hati juga terus merasa tidak enak. aku mengetahui di sekitar sini terdapat toko barbeque yang lumayan, bagaimana kalau kita pergi makan daging barbeque?"
Sebenarnya aku tidak berselera, sejak setelah menderita kanker, makanku menjadi semakin sedikit, bahkan dalam hal makan dan minum, semakin condong kepada makanan yang hambar, akan tetapi karena Buntoro telah mengungkapkan maksud baiknya, aku juga merasa tidak enak untuk menolaknya.
"Boleh juga, kebetulan juga telah sampai waktu untuk makan, kamu tunjukkan saja arah jalannya, setelah sampai beritahu saja." Aku pun berkata dan bersedia untuk menjalankan mobil.
"Tidak perlu, aku yang menyetir saja."
"Seperti ini pantaskah?" Aku benar-benar takut dia akan sama seperti waktu itu, menabrak orang, karena ini bukanlah mobilku.
"Ayolah, restaurant itu sedikit jauh, kamu mengemudikannya dengan sangat lambat, menghabiskan waktu yang ada." Buntoro sambil berbicara, dia langsung turun dari mobil dan datang ke sisi pengemudi, kemudian dia merebut pengemudi dengan melepaskan sabuk pengamanku, lalu mendorongku untuk pergi ke tempat duduk yang ada di sebelah kursi pengemudi.
Sejujurnya, dibicarakan mengemudi terlalu lambat oleh seorang wanita, sungguhlah sangat memalukan, akan tetapi kenyataannya memang seperti itu, sejak selesai ujian berkendara pada saat di universitas, aku sangat jarang berkendara dengan mobil, oleh karena itu saat ini telah tidak begitu familiar, ketika berkendara akan sedikit berhati-hati.
Sementara Buntoro, sekali dilihat pun sudah diketahui bahwa dia adalah pengemudi lama.
Hanya melihat gerakannya yang dalam beberapa detik, telah mengendarai mobil, kemudian berkendara dengan kecepatan yang paling cepat, menuju sebuah jalan raya yang berada di bagian timur dari tempat proyek dan melaju dengan cepat kesana.
......
District Street Commercial, di dalam sebuah toko barbeque.
Aku dan Buntoro duduk berhadapan, setelah memesan makanan, kemudian saling bertatapan.
"Permasalahan yang lalu, benar-benar maaf, jika boleh, kamu datanglah bekerja di tempatku dan menjadi pengawal pribadiku, aku akan berikan kamu satu bulan dimulai dari 100 juta, bagaimana menurutmu?"
Aku merasa ragu, tidak berani menganggukkan kepala untuk menyetujuinya.
Sejujurnya, gaji bulanan 100 juta memang sangat memikat, namun aku malah tidak bersedia untuk menerimanya, karena pekerjaan pengawal seperti ini, aku sungguh tidak dapat mengerjakannya.
Sejak dahulu hingga sekarang, kehidupanku selalu kusut, karena berhutang judi, terus-terusan bersembunyi kemana saja dan melibatkan keluarga, karena tidak senang melihat tindakan dari Bang Dog, selalu berkali-kali membantahnya, lalu mendapatkan pukulan dan cacian darinya, karena ingin bertaruh dengan para pejudi, selalu ribut dengan istri karena ingin meminta uang, bahkan melakukan hal sama seperti pencuri dan dikejar dipukuli oleh orang-orang seperti tikus yang lewat di jalanan, karena.....
Aku sedari awal hanyalah seorang pengecut, pengecut yang bahkan keluarga pun tidak dapat dilindungi.
Jika bukan karena kematian akan segera datang, aku pikir, aku pasti akan terus seperti ini menunggu kematian datang.
Benar, aku memerlukan uang, akan tetapi aku tidak melakukan hal yang tidak aku kuasai.
Kedudukan seperti apa yang dimiliki maka harus menjalankan tanggung jawab yang seperti apa pula, aku seorang pengecut, berdasarkan apa dapat pergi untuk melindungi orang lain?
Novel Terkait
1001Malam bersama pramugari cantik
andrian wijayaBaby, You are so cute
Callie WangKembali Dari Kematian
Yeon KyeongMenaklukkan Suami CEO
Red MapleMeet By Chance
Lena TanHarmless Lie
BaigeWanita Yang Terbaik×
- Bab 1 Permintaan Bang Dog
- Bab 2 Muncul Musuh Cinta
- Bab 3 Ada Uang Pun Hebat?
- Bab 4 Pesan Singkat Bang Dog
- Bab 5 Menuju Rumah Bang Dog
- Bab 6 Obat Bereaksi
- Bab 7 Panas Sekali
- Bab 8 Sisi Lembut
- Bab 9 Curahan Anya
- Bab 10 Sudah Berpikir Untuk Berubah
- Bab 11 Kata-Kata Putra Bungsu
- Bab 12 Gadis Muda Yang Mengamuk
- Bab 13 Dipermalukan Saat Interview
- Bab 14 Berencana
- Bab 15 Istri Masuk Rumah Sakit
- Bab 16 Tamu Tak Diundang
- Bab 17 Malam Yang Penuh Tangisan
- Bab 18 Kami Yang Tak Bisa Dibatasi
- Bab 19 Menjadi Manusia Sampah
- Bab 20 Terimakasih Bang Dog
- Bab 21 Kepercayaan
- Bab 22 Mengantar
- Bab 23 Siapa Yang Mengatakan Aku Cemburu
- Bab 24 Jangan Bertindak Gegabah
- Bab 25 Telah Dikalahkan Oleh Kenyataan
- Bab 26 Jangan Tinggalkan Aku
- Bab 27 Memiliki Ambisi Yang Besar
- Bab 028 Bertemu Dengan Musuh Yang Tidak Ingin Ditemui
- Bab 29 Nama Yang Aneh
- Bab 30 Memegang Pisau Belati
- Bab 31 Berjanji Pada Kak Pras
- Bab 32 Benar-Benar Cantik
- Bab 33 Kekasih Baruku
- Bab 34 1,2 Miliar
- Bab 35 Pria Yang Baik?
- Bab 36 Ayah Telah Tua
- Bab 37 Indarto Gold
- Bab 38 Keramik Imitasi
- Bab 39 Menyetujui Penggabungan
- Bab 40 Milka berselingkuh?
- Bab 41 Loving You