Wanita Yang Terbaik - Bab 40 Milka berselingkuh?
Jancuk, bagus sekali kepura-puraannya, di saat aku mabuk, apakah dia pergi berselingkuh dengan bosnya lagi?
Tiba-tiba hatiku terasa rusuh, aku mengepal tinju dengan erat, ingin sekali aku menyingkap masalah buruknya di depan umum. Tetapi melihat wajah tidur putraku, entah kenapa aku bahkan menahan keinginan itu dan tidak bertindak.
“Aku turun ke bawah membeli sarapan pagi.” Aku berkata sambil tersenyum, tetapi setelah berbalik, wajahku telah berganti. Hingga setelah keluar dari lift, barulah aku memaki-maki.
“Sialan, aku berubah demi kamu, tetapi kamu malah membohongiku, dan mengkhianatiku, apakah aku terlalu baik kepadamu?”
“Dasar jalang….”
Sambil memaki, aku sambil berjalan keluar dari rumah sakit.
Pada saat ini, langit masih gelap gurita, kebetulan toko sarapan pagi di seberang rumah sakit baru saja buka toko. Aku berjalan ke sana dan asal memesan makanan, lalu membawanya naik ke atas.
Meskipun sangat marah, tetapi sebelum menemukan bukti, aku harus menahan keinginan untuk merobek muka dengan istriku. Tentu saja, ini hanya faktor di permukaan, sebenarnya dalam hatiku sangat takut, takut akan kehilangan Milka begitu saja.
Namun sebagai seorang pria, apakah aku membiarkan begitu saja istriku bertindak sembrono dan berselingkuh?
Tidak, tidak mungkin. Lagi pula, aku juga sudah memikirkan strategi untuk menangkap basah perselingkuhan mereka.
Di dalam mobil Kak Pras, terdapat sebuah alat perekam suara, tepat bisa digunakan sekarang.
Tetapi sebelum digunakan, harus mendapat persetujuan dari Kak Pras.
“Halo, apakah ini Kak Pras? Bisakah aku meminjam alat perekam suara di mobilmu?” Ketika aku menelepon, Kak Pras masih sedang melakukan seks, tetapi suara napasnya malah semakin lama semakin melemah, sepertinya sudah tidak kuat.
“Aku kira ada masalah apa, kamu gunakan saja. Ke depannya, masalah sekecil ini tidak perlu telepon padaku. Sialan, hebat juga kamu ini, mencarikan yang begitu luar biasa untukku.” Kak Pras berkata sambil terengah-engah.
“Asalkan Kak Pras suka.” Aku tertawa diam-diam, dan berkata.
“Baik, nanti aku naikkan gajimu.”
….
Setelah menutup telepon, aku kembali ke bangsal dengan membawa alat perekam suara. Tetapi entah kenapa, hatiku berdegup dengan kencang di sepanjang jalan, ada rasa gugup, dan lebih banyak lagi adalah rasa bersalah. Istriku telah melakukan begitu banyak demi keluarga ini, tetapi aku justru tidak mempercayainya, dan menjebaknya diam-diam.
Seketika, hatiku melunak.
Hati nuraniku yang tersisa sedikit berkata, tidak benar untuk berbuat seperti ini.
Ditambah lagi, jika masalah ini benar, lalu bagaimana aku harus menghadapinya? Apakah memukul istriku yang sudah hidup bersama-sama selama bertahun-tahun, ataukah diam-diam memilih untuk bercerai?
Aku tidak berani memikirkannya, juga tidak ingin memikirkannya.
Sebagai seseorang yang sudah akan mati, untuk apa aku bersusah?
….
Sambil membawa perasaan hati yang rumit, akhirnya aku tiba di bangsal.
Saat ini, istriku sudah membantu putraku mengenakan pakaian dan sepatu.
Melihat tampangnya sebagai istri baik, benar-benar tidak bisa aku bayangkan, dia akan berselingkuh dengan pria lain di belakangku.
Dalam laut boleh diajuk, dalam hati siapa tahu. Di lingkungan masyarakat ini, banyak sekali orang yang memasang penyamaran muka baik di luar untuk melakukan hal yang tidak bisa diungkap. Aku pernah seperti itu dulunya, istriku juga mungkin seperti itu.
Terkadang, jika kamu sudah melakukan suatu hal, maka sudah susah untuk berbalik. Oleh karena itu, ada banyak hal yang tidak ingin diketahui oleh orang lain.
“Tepat sekali kamu datang, bantulah putramu cuci muka.” kata istriku.
Aku menyahut, dan meletakkan barang di tanganku ke atas meja, lalu berkata, “Aku membeli kue yang paling kamu suka, makanlah yang banyak.”
Kemudian, aku menarik tangan putraku ke toilet.
Di dalam toilet pada saat ini, hanya ada kami berdua. Aku mengelap wajah putraku dengan kain, tetapi pikiran hatiku sudah melayang.
Aku adalah orang yang sudah berkeluarga, jika masalah ini benar, maka bercerai adalah hal mutlak. Tetapi melihat putraku tumbuh besar satu hari demi satu hari, hatiku tidak tega.
Keluarga tunggal sangat tidak menguntungkan terhadap pertumbuhan anak.
Oleh karena itu, aku pun ingin terus membohongi diri sendiri.
“Ayah, apakah aku boleh pergi makan?” Perkataan putraku menarik kembali pikiranku.
“Boleh.” Aku tersenyum dan berkata.
Aku masuk ke dalam bangsal bersama putraku, dan kami bertiga duduk bersama-sama sambil menyantap sarapan pagi. Adegan yang terlihat begitu harmonis, tetapi dilihat dari sekarang, justru begitu berjarak.
Bagaimana jika istriku benar-benar selingkuh?
Bagaimana jika istriku benar-benar selingkuh?
Bagaimana jika istriku benar-benar selingkuh?
….
Pertanyaan yang sama selalu ternyiang-nyiang di dalam benakku. Sekali lagi hatiku melunak, aku memasukkan kembali alat perekam suara di tanganku ke dalam saku.
“Suamiku, hari ini kamu kenapa, kenapa daritadi terlihat banyak pikiran?” tanya Milka.
“Aku teringat masih ada beberapa masalah pekerjaan yang belum diurus.” Aku berkata asal, dan di saat bersamaan melihat ke arah putraku, “Anakku, kemarin ayah tidak pergi menjemputmu, benar-benar maaf. Hari ini kebetulan aku bisa sekalian mengantarkanmu.”
Sambil berkata, aku maju hendak menggendong putraku.
“Tidak perlu, kamu sibukkan urusanmu saja.”
“ Paman Ded akan datang mengantar….”
Tidak menunggu putraku selesai berkata, istriku segera menutupi mulutnya. Wajah istriku panik, dan dia sengaja mengalihkan pembicaraan, “Kamu cepatlah pergi, ayah kita akan datang nanti, jika tidak bisa, aku akan memintanya mengantarkan anak. Masalah pekerjaan paling penting.”
“Tunggu….” Aku memotong perkataannya, lalu melihat ke arah putraku. Aku mengusap kepalanya dan bertanya, “Anakku, beritahu aku, siapa Paman Ded?”
Aku tidak menyangka, ketika aku berpikir untuk memaafkan istriku saja, aku mengetahui keberadaan seseorang dari mulut putraku.
Siapakah Paman Ded itu? Apa hubungannya dengan istriku? Mengapa putraku begitu menempel dengannya?
Semua pertanyaan ini mengitariku, bagaikan pukulan telak yang menghantam kepalaku.
Jangan-jangan, Milka benar-benar berselingkuh?
….
“Aku….” Tiba-tiba putraku terbata-bata, tatapannya selalu melihat Milka, sepertinya sedang meminta pendapatnya
“Beritahu aku!” Aku sudah kehilangan akal sehat, dan berteriak kepada putraku.
“Wa….”
Anak kecil adalah anak kecil, diteriaki olehku, dia merebah di pelukan istriku dan menangis
“Hanif, apa-apan kamu ini, tujukan padaku saja jika ada masalah, untuk apa kamu meneriaki anak kecil….”
“Diam!”
“Sudah baik aku tidak katakan anak ini adalah anak haram yang kamu lahirkan dengan pria lain. Beritahu aku, siapa Paman Ded? Beraninya kamu membelakangiku melakukan hal yang tidak senonoh, kamu… apakah kamu tidak bersalah kepadaku?”
Sambil berkata, karena dorongan amarah, aku pun tidak tahan dan ingin memukulnya.
Tetapi istriku tidak menghindar, melainkan menatap lurus padaku dengan mata memerah. Sampai pada hari ini, aku juga tidak bisa melupakan tatapan kecewanya pada waktu itu, begitu tidak berdaya dan menyedihkan.
Seolah-olah tidak pernah melakukan hal yang menyimpang, selamanya begitu kasihan.
“ Hanif, apakah belum cukup kamu memukuliku? Awalnya aku mengira kamu akan berubah menjadi lebih baik, bisa menjadi seorang ayah yang baik, dan suami yang baik. Tetapi dilihat dari sekarang, aku salah, kamu adalah pecundang yang hanya bisa asal melampiaskan emosi.”
“Diam!”
Akhirnya aku tidak tahan, dan melontarkan tamparan padanya.
Sepertinya depresi sekali lagi menyerang badan dan hatiku, membuatku sepenuhnya hilang kendali. Kata ‘pecundang’ terus-menerus bergema di telingaku, membuat hatiku terasa rusuh.
Melihat istriku yang meneteskan air mata di depanku, semakin aku merasa sakit hati, tetapi aku tidak maju untuk menghiburnya, melainkan langsung berbalik badan dan berlari keluar dari bangsal.
Novel Terkait
Takdir Raja Perang
Brama aditioHabis Cerai Nikah Lagi
GibranCinta Seorang CEO Arogan
MedellineMenaklukkan Suami CEO
Red MapleKing Of Red Sea
Hideo TakashiMy Charming Wife
Diana AndrikaKisah Si Dewa Perang
Daron JayYou're My Savior
Shella NaviWanita Yang Terbaik×
- Bab 1 Permintaan Bang Dog
- Bab 2 Muncul Musuh Cinta
- Bab 3 Ada Uang Pun Hebat?
- Bab 4 Pesan Singkat Bang Dog
- Bab 5 Menuju Rumah Bang Dog
- Bab 6 Obat Bereaksi
- Bab 7 Panas Sekali
- Bab 8 Sisi Lembut
- Bab 9 Curahan Anya
- Bab 10 Sudah Berpikir Untuk Berubah
- Bab 11 Kata-Kata Putra Bungsu
- Bab 12 Gadis Muda Yang Mengamuk
- Bab 13 Dipermalukan Saat Interview
- Bab 14 Berencana
- Bab 15 Istri Masuk Rumah Sakit
- Bab 16 Tamu Tak Diundang
- Bab 17 Malam Yang Penuh Tangisan
- Bab 18 Kami Yang Tak Bisa Dibatasi
- Bab 19 Menjadi Manusia Sampah
- Bab 20 Terimakasih Bang Dog
- Bab 21 Kepercayaan
- Bab 22 Mengantar
- Bab 23 Siapa Yang Mengatakan Aku Cemburu
- Bab 24 Jangan Bertindak Gegabah
- Bab 25 Telah Dikalahkan Oleh Kenyataan
- Bab 26 Jangan Tinggalkan Aku
- Bab 27 Memiliki Ambisi Yang Besar
- Bab 028 Bertemu Dengan Musuh Yang Tidak Ingin Ditemui
- Bab 29 Nama Yang Aneh
- Bab 30 Memegang Pisau Belati
- Bab 31 Berjanji Pada Kak Pras
- Bab 32 Benar-Benar Cantik
- Bab 33 Kekasih Baruku
- Bab 34 1,2 Miliar
- Bab 35 Pria Yang Baik?
- Bab 36 Ayah Telah Tua
- Bab 37 Indarto Gold
- Bab 38 Keramik Imitasi
- Bab 39 Menyetujui Penggabungan
- Bab 40 Milka berselingkuh?
- Bab 41 Loving You