Mbak, Kamu Sungguh Cantik - Bab 36 Aku Yang Memberikan Kehidupanmu
“Mana mungkin tidak asli ? Kamu barusan bukannya bilang ini lukisan asli ya ? Rey , masalah seperti ini tidak boleh bercanda, aku tidak sanggup menanggung risikonya.”
Kakak keempat saat ini telah mulai emosi, kata-kataku pada barusan bagaikan menjilat air ludah sendiri, lagi pula Kakak keempat sama sekali tidak terima apabila harus malu di hadapan Diva.
“Kalau lukisan ini memang palsu, kita pergi sekarang juga…”
Kakak keempat baik sekali terhadapku, meskipun saat ini dia telah emosi, namun tetap saja dapat menahannya.
“Tenang saja, ada orang yang terlalu percaya diri, kita tunggu saja dia malu sendiri.” Aku tersenyum, lalu menoleh dan bertanya pada Kakak keempat :”Kalau lukisan ini memang bukan milik Guru Hardi, kamu masih mau ?”
“Mau !”
Setelah menatapku secara sekilas, Kakak keempat mengangguk, “Tetapi kalau bukan lukisan Guru Hardi, harganya tidak bisa terlalu tinggi, aku hanya bisa membelinya dengan harga dua miliar.”
Kakak keempat juga mengerti sendiri, aku yang membawa lukisan tersebut, jadi meskipun lukisan tersebut bukan hasil karya Guru Hardi, pastinya juga lukisan orang lain yang menitipkan kepadaku, sehingga uang dua miliar ini adalah uang untuk menjaga harga diriku.
Dikarenakan keadaannya telah mengalami perubahan dan munculnya seorang murid Guru Hardi, sehingga petugas pemeran juga mulai menampakkan diri, mereka sengaja menyediakan sebuah ruangan khusus kami, setelah itu kami dan Diva mereka mulai berpindah ke ruang rapat kecil tersebut.
“Kamu tenang saja.” Aku tersenyum dan berkata.
Murid dari Guru Hardi bernama Alwi Mu, setelah mendengar perkenalan dari Diva, aku langsung mengetahui identitas orang tersebut, kebetulan juga marga dekan di kampusku adalah Mu.
“Kakak keempat, orangku memang sedikit kurang sopan, tetapi dia juga berniat baik !” Diva sengaja berkata demikian.
Dengan keadaan seperti ini, kata-kata tersebut kesannya memang sengaja menghina Kakak keempat, barusan Kakak keempat tidak segan terhadapnya dan bahkan mengungkapkan semua rahasianya, setelah itu Kakak keempat juga melontarkan berbagai kalimat didikan untuk memakinya, oleh sebab itu saat ini Diva juga kembali menyinggung dirinya.
Namun Kakak keempat cenderung lebih sabar, saat ini dia tertawa sekilas dan sama sekali tidak menatap Alwi , Alwi juga sangat emosi dengan tindakannya, bagaimanapun dirinya adalah murid Guru Hardi, apabila dengan membawa nama Guru Hardi, orang di dalam ruang lingkup ini pastinya akan lebih menghargainya, dan juga akan menyapanya dengan sebutan Guru Mu .
Namun pada kali ini, baik Kakak keempat maupun diriku, tidak ada yang menghargai keberadaannya, selain aku dan Kakak keempat, Bobi dan berbagai pendana lainnya juga demikian.
Berbagai orang tersebut adalah pembeli dalam ruang lingkup kesenian, termasuk tamu dari para seniman, oleh sebab itu apabila Alwi tidak dapat membuktikan kebenaran sendiri, maka ke depannya tidak ada yang memercayai kata-katanya lagi.
Selain itu dia akan lebih susah berkembang di dalam ruang lingkup tersebut.
Berbeda dengan mengoleksi emas dan barang antik, mengoleksi barang seni seperti lukisan dan kaligrafi jauh lebih berisiko, juga lebih memerlukan penilaian secara profesional, apabila ingin sukses di bidang ini, harus memiliki reputasi dan tuntutan profesional.
“Aku selalu di sisi guru, sama sekali tidak pernah melihat dirinya melukiskan lukisan One Thousand Mountain , lukisan ini bukan lukisan yang dapat diselesaikan dalam waktu singkat, lagi pula usia guru juga tidak muda lagi, tidak ada tenaga untuk melukis lukisan seperti ini.”
Alwi merasa kali ini aku pasti akan sangat malu, dikarenakan aku bahkan berani menjual lukisan plagiat di hadapan dirinya yang sebagai murid Guru Hardi, reputasi diriku pada bidang ini juga akan menurun drastis.
“Kata-katamu belum tentu benar juga, kamu Guru Hardi ya ?”
Kakak keempat tentu saja tidak segan terhadapnya, Alwi sama sekali tidak berguna baginya, lagi pula orang tersebut adalah lelaki milik Diva.
Aku ingin tertawa setelah melihat Kakak keempat yang telah emosi meledak, sepertinya Kakak keempat memang sengaja untuk memperbesar masalah, lagi pula saat ini Guru Hardi memang ada di dalam acara pemeran tersebut.
Alasan petugas pemeran menyediakan ruang rapat kecil untuk kami, dikarenakan berharap kami dapat menyelesaikan masalah sendiri dan jangan merepotkan mereka.
Bagaimanapun mereka juga khawatir apabila masalah ini akan mengagetkan Guru Hardi.
“Tidak tahu diri.” Alwi jelasnya tidak ingin melayaninya, “Kamu tahu melukis lukisan seperti ini butuh waktu berapa lama dan persiapan apa ? Terus lukisan ini jelasnya tidak ada kesan anggun seperti gaya guru, kamu diam saja kalau tidak mengerti, tidak ada yang akan menertawakanmu.”
“Kamu…”
Kakak keempat sama sekali tidak mengerti bagaimana sifat seorang seniman, apabila kita membahas profesional dengan mereka, mereka tetap saja akan mempertahankan persepsi sendiri, dan bahkan tidak dapat tergoyahkan lagi.
Aku menarik lengan Kakak keempat dan berkata, “Jangan menghiraukan dia, kamu yang kalah kalau serius dengannya, dia sengaja memancing api amarahmu, dengan demikian dia baru bisa menjual lukisan sendiri, sebenarnya juga tidak salah apabila mengatakan bahwa lukisan tersebut bukan hasil karya Guru Hardi.”
Aku berkata demikian lagi, saat ini reaksi wajah Kakak keempat semakin seram, sementara Alwi dan Diva tetap saja tertawa riang.
“Benar sekali, baguslah kalau kamu mengakuinya.” Diva pura-pura rendah hati, dia akan sangat senang apabila melihat Kakak keempat yang telah emosi, saat ini reaksi wajah Kakak keempat terpenuhi dengan amarah, Diva bahkan merasa dirinya telah menginjak di puncak keberhasilan.
“Aku masih belum selesai bicara lagi, Guru Hardi memang tidak ada tenaga untuk melukis lukisan seperti ini, tetapi kalian tahu berapa usianya saat ini ? Tidak perlu dibahas lagi kan, kalian semua datang untuk membeli lukisan, bisa saja ada yang bermaksud menyimpan lukisan ini untuk beberapa tahunnya, jadi apabila pelukisnya meninggal dunia, nilai dari lukisan juga akan ikut meningkat, iya kan ?”
Orang yang berada di dalam ruangan juga tertawa terbahak-bahak, pemikiran orang yang membeli lukisan rata-rata demikian, semuanya berharap pelukisnya dapat dijemput ajal, dengan demikian nilai lukisan koleksi sendiri juga akan meningkat drastis.
“Kamu bahkan menyumpahi guruku ya.”
“Kamu diam saja !”
Aku melihat Kakak keempat yang telah emosi, sehingga langsung membantah Alwi , biarkan saja Alwi yang menampung semua api amarah :”Meskipun Guru Hardi ada di sini, aku juga berani berkata demikian, lagi pula Guru Hardi sendiri juga sering bilang, katanya kalau dirinya telah meninggal dunia, nilai lukisan dirinya juga akan bertambah, lagi pula kamu sebagai muridnya Guru Hardi, jangan-jangan tidak tahu ya kalau Guru Hardi tidak berkenan dengan kata mati, juga tidak berkenan apabila orang lain yang mengatakannya, justru dikarenakan pemikirannya yang terus terang terhadap kehidupan, lukisan dirinya baru ada gaya pesona yang tidak dimiliki orang lain.”
Aku menghela nafas dalam dan terus membayangkan adegan mengobrol dengan beliau pada saat di kampus: “Tidak takut terhadap apapun baru bisa memiliki hidup yang berwewenang, lukisan guru memang sudah bukan lukisan pada umumnya, malahan telah memadukan misi kehidupannya, dikarenakan tidak takut terhadap apapun, makanya karisma dirinya akan begitu menakjubkan, apabila tidak dapat mencapai batasan seperti ini dalam kehidupan kita, maka jangan berharap bisa memiliki kesan menakjubkan seperti yang ada di dalam lukisannya.”
Aku mengambil lukisan dan memapar di atas meja, lukisan indah perlahan-lahan muncul di depan mata mereka, “Lukisan ini sama seperti guru, dan juga termasuk lukisan terakhirnya, bagaimanapun ke depannya dia tidak akan bisa melukis lukisan seperti ini lagi, teknik melukis di dalam lukisan ini berbeda dengan lukisan dirinya yang lain, di sini bukan hanya ada karisma, aura dan keramahan, karena semua bentuk tanah di lukisan ini, bukan dari hasil pemikirannya.”
Aku tertawa terbahak-bahak, “Kamu tahu dari mana asal gambaran di lukisan ini ?”
Aku semangat menceritakannya, bahkan sudah terjerumus ke dalam kenangan sendiri, “Gambaran tersebut diambil dari foto pemandangan milik temanku, setiap permulaan semester baru, guru akan meminta kami semua menyiapkan foto pemandangan di kampung kami, fotonya telah tersebar di seluruh sudut negara, dalam empat tahun tersebut, lukisan ini adalah karya terpuji yang telah dipersiapkan guru.”
“Kamu curiga bahwa lukisan tersebut adalah karya palsu, paling juga hanya dikarenakan tulisan di atas bukan tulisan guru, kamu merasa tenaga guru tidak sanggup melukis lukisan ini, tetapi bisa jadi lukisan yang kamu bawa juga bukan lukisan guru kan ?”
Alwi sama sekali tidak berharap kalau aku akan menjelaskannya dengan begitu rinci, “Kamu…sembarangan apanya, kamu mengerti ya ?”
“ Alwi , wajar juga kalau kamu tidak mengetahui identitasku, tetapi Alwi pasti mengenalku, aku yang memberikan kuota pendaftaran kepadamu, sekarang aku tanya kamu, kamu mengerti lukisan guru ya ? Aku kasih tahu kamu saja, tulisan ini memang bukan tulisan Guru Hardi, malahan tulisannya Handoko .”
“Tiga tahun yang lalu, Handoko berangkat dari Beijing ke Jiangnan untuk menjenguk Guru Hardi, sehingga Guru Hardi mempersilakan Handoko yang menambah tulisan di lukisan, saat itu aku juga ada di tempat, kamu ingin aku meneruskan ceritanya lagi ?”
“Kamu adalah Rey Permadi!”
Alwi tidak kenal denganku, namun dia pernah mendengar namaku, pada awalnya Kakak keempat memanggil namaku, dia sama sekali tidak menyadari identitasku, saat ini setelah mendengar penjelasanku yang begitu rinci, dia langsung mengerti seketika, ternyata aku adalah orang yang mengalah terhadap uang seratus juta pemberian pamannya.
“Benar, aku sendiri, aku barusan sudah bertemu dengan guru, dia sendiri yang menyerahkan lukisan ini kepadaku, apa perlu mengundang guru ke sini untuk memastikan lagi ?””
Saat ini giliranku yang tersenyum sinis, “Kamu sedang mempermalukan guru, aku tahu kalau kamu sendiri ada lukisan yang akan dijual, tetapi kamu demi menjual lukisanmu sendiri, bahkan berani mencurigai lukisan guru ya ? Alwi , kamu memalukan sekali !”
“Sialan….”
Aku kaget seketika, aku sama sekali tidak menyangka bahwa Alwi akan berniat memukulku karena emosi, dalam seketika ini sebuah bayangan gemuk langsung muncul di hadapanku.
“Aduh, mau pukul orang ya, seniman memang berani sekali ya, kalau ingin memukul adikku, harus siap menghadapi diriku dulu.”
Kakak keempat menatapku dengan tatapan kaget, aku juga terdiam dan tidak berdaya, saat ini Bobi yang gendut sedang menelentangkan tangan terhadap Alwi , aku yang melihatnya merasa menakjubkan sekali, karena budak ini bahkan masih bisa mempertahankan tangannya hingga saat ini.
Saat ini tangannya yang telah telentang lebar, jari tangannya memasang lima buah cincin emas.
Aku melihat Alwi telah terbengong di tempat, sehingga langsung menarik Bobi dan berkata, “Terima kasih ya Presdir Lin !”
“Jangan ya, panggil saja Bang Gendut , aku sudah tahu kalau kamu memang berkemampuan, jauh lebih hebat dari budak itu, sobat, kamu harus bertanya dengan Guru Hardi, apakah dia ada sampah yang sudah tidak mau lagi ? Aku akan membelinya dengan harga tinggi.”
Pada saat berbicara, Bobi melihat lukisan di meja dengan tatapan merasa sayang, dia menyadari bahwa dirinya sudah tidak ada kesempatan untuk membelinya lagi, sejak mengetahui tulisan yang tertera adalah tulisan Handoko , Kakak Keempat sudah nekat untuk membeli lukisan tersebut.
Meskipun harta kekayaan dirinya juga sangat banyak, namun dia tidak perlu bermusuhan dengan Kakak Keempat hanya karena sebuah lukisan, bagaimanapun mereka berdua juga termasuk sahabat.
Kakak Keempat sangat bangga, kali ini dia benar-benar telah menampar wajah Diva dan Alwi , dia melipat lukisan dengan gaya sombong dan menggenggam di tangan, setelah itu dia mengundang Diva agar dapat membawa lukisan koleksinya pada saat menghadiri acara apresiasi ke depannya.
“Nona Soraya, bukannya aku sengaja menyindirmu, tetapi penilaianmu dalam mencari lelaki memang bermasalah sekali, apa gunanya juga kalau sekedar tampan, bagaimanapun juga harus berpengetahuan dan berwawasan.” Kakak Keempat menggeleng kepala terhadap Alwi yang bereaksi emosi :”Namamu Alwi ya ? Ehm, nama ini…”
Mulut Kakak Keempat memang sangat kejam, padahal nama orang tersebut adalah Alwi , namun dia malah sengaja menyimpang dalam menyebutnya.
Diva dan Alwi langsung meninggalkan tempat dan sama sekali tidak berani menoleh kepala lagi, kali ini aku pastinya telah bermusuhan dengan mereka, namun saat ini diriku juga tidak ada kemampuan untuk memilih posisi.
“Haha, aku hari ini senang sekali, Rey , kata-katamu pada barusan memang berhasil menakuti mereka, hebat juga ya !”
“Kakak Keempat, aku memang kenal dengan Guru Hardi !”
Kakak Keempat terbengong langsung setelah melihat reaksiku yang sangat serius, dia beranggapan bahwa aku memang sengaja menakuti mereka dengan membawa nama Guru Hardi, bagaikan penjelasanku pada saat di Villa Destiny, aku hanya sekedar pernah belajar beberapa kali saja dengan Guru Hardi.
“Iya, Guru Hardi hampir menjadi guruku, berguru secara resmi seperti di zaman dahulu, tetapi dikarenakan sedikit masalah, sehingga pada akhirnya aku tidak jadi berguru dengannya, Kakak Keempat, aku bukan sengaja mengelabuimu !”
Kakak Keempat tidak berani percaya, bagaimanapun tipe lelaki tua idamannya kebetulan adalah lelaki seperti Guru Hardi, “Kamu bilang, sebenarnya kamu memiliki kemungkinan untuk menjadi orang seperti Alwi ?”
“Dia bisa menjadi murid guru karena aku yang memberikan kuota pendaftaran kepadanya.”
“Wah.” Kakak Keempat tenang kembali setelah beberapa saat kemudian, setelah itu dia tetap menatapku dengan tampang tidak percaya, malahan Bobi yang sudah menyadari kondisi saat ini.
“Sobat, tidak perlu jelaskan lagi, ada waktu bermain ke tokoku ya, kita bisa mengobrol bersama, aku paling suka dengan orang yang berbudaya seperti dirimu !” Bobi menatapku dan berkata dengan reaksi serius, setelah itu langsung tertawa sendiri :”Ingat tanya gurumu, apakah dia ada sampah yang ingin dibuang ? Aku mau membeli ya !”
Novel Terkait
My Perfect Lady
AliciaIstri Yang Sombong
JessicaThis Isn't Love
YuyuCinta Adalah Tidak Menyerah
ClarissaIstri ke-7
Sweety GirlLove From Arrogant CEO
Melisa StephanieCinta Seorang CEO Arogan
MedellineMbak, Kamu Sungguh Cantik×
- Bab 1 Menjadi Seorang Pria Harus Tahu Menaati Tiga Peraturan Dan Empat Kebijakan
- Bab 2 Diberi Obat
- Bab 3 Berhasil
- Bab 4 Memberitahu Kakakku
- Bab 5 Tidur Di Atas Lantai
- Bab 6 Berpura-Pura Tetapi Melakukan Tindakan Nyata
- Bab 7 Permintaan Rena
- Bab 8 Kecuali Menjadi Wanitaku
- Bab 9 Wanita Ini Mesum
- Bab 10 Aku Memeliharamu Versi Pria
- Bab 11 Kelinci Akan Menggigit Ketika Terpaksa
- Bab 12 Keputusan Ibu Halim
- Bab 13 Tinggal
- Bab 14 Toko Pijat
- Bab 15 Riska Cahyana
- Bab 16 Dua Orang di Rumah
- Bab 17 Cinta Pertama
- Bab 18 Kebetulan
- Bab 19 Istirahat Siang
- Bab 20 Masa Lalu Sandra Suntin
- Bab 21 Trainer
- Bab 22 Kemarahan Jeki
- Bab 23 Toko
- Bab 24 Pesta
- Bab 25 Uang Bukan Segalanya
- Bab 26 Kakak Keempat Yang Berani
- Bab 27 Lukisan Palsu
- Bab 28 Kemampuan Orang Berbudaya
- Bab 29 Gunakan Kekuatanmu
- Bab 30 Ibu Mertua Marah
- Bab 31 Tidak Ada Yang Bodoh
- Bab 32 Rahasia Di Dunia Seni
- Bab 33 Butuh Kakak Membantu Kamu Tidak
- Bab 34 Hubungan Yang Tidak Diketahui Orang
- Bab 35 Seniman Yang Hebat Itu Seniman Yang Telah Meninggal
- Bab 36 Aku Yang Memberikan Kehidupanmu
- Bab 37 Lukisan Rose
- Bab 38 Bertemu Lagi Dengan Elang
- Bab 39 Aku Tidak Mengerti Dengan Cara Pikir Wanita
- Bab 40 Misi Blue Sky Nature
- Bab 41 Ketakutan Wanita Klub Malam
- Bab 42 Lelucon keluarga Halim
- Bab 43 Masih Punya Trik Dan Gaya Bermain
- Bab 44 Video Putriku, Ibu Sudah Melihatnya
- Bab 45 Tolong Tinggalkan Kehidupanku
- Bab 46 Aku Akan Berjuang Dan Tidak Takut Berkorban Demi Jalan Hidupku
- Bab 47 Masalah Posisi
- Bab 48 Perjuangan Sia-Sia Juga Tidak Berguna
- Bab 49 Masalah Sikap Dalam Menangani Masalah
- Bab 50 Tidak Ada Gunanya Berjuang Sia-Sia
- Bab 51 Wanita Yang Hampa. Tamat