Mbak, Kamu Sungguh Cantik - Bab 21 Trainer

Sampai siang hari aku baru membalas pesan Sandra , isi pesannya sangat singkat, hanya ada dua kata.

“Terima kasih!”

Sejujurnya aku tidak tahu harus membalas apa, hingga akhirnya membalas itu.

Aku tidak memberitahu Jeki masalah Sandra , karena bertambah satu orang yang mengetahuinya, Sandra akan memiliki lebih banyak beban di hatinya.

Terkadang ada beberapa hal yang tidak dikatakan akan lebih baik, begitu mengatakannya, hanya akan melukai keduanya.

Aku tidak sering menemui hal seperti ini, tapi masalah Sandra termasuk dalam hal ini.

Siang hari, Jeki mengatakan kepadaku dia membuat janji dengan seorang teman dan memintaku untuk pergi bersama dengannya, katanya memperkenalkan seorang trainer kepada kami.

Hal seperti ini, tentu saja aku ingin pergi bersama Jeki ke rumah temannya.

Rumah teman Jeki lebih baik dari yang aku bayangkan, setidaknya lebih baik dari tempat kumuh Jeki.

Setelah masuk, teman Jeki dengan hangat menyambut kami dan berkata bahwa temannya akan segera tiba, teman yang dia katakan tentu saja orang yang ingin aku temui hari ini, yaitu seorang trainer.

Setelah menikmati segelas teh, trainer itu akhirnya datang.

Setelah trainer itu masuk, aku meliriknya sekilas, dia seorang pria, tampangnya tidak tampan, tapi sangat enak di pandang, otot-otot di tubuhnya bukan yang besar hingga sangat mengerikan.

Ketika aku menatapnya, dia juga menatapku, lalu menyapaku dan duduk.

“Halo, aku ingin bertanya, apakah sebelumnya kamu pernah melakukan pelatihan di bidang ini?”aku bertanya dengan sopan dan dengan ekspresi segan.

Tapi yang tidak aku sangka adalah trainer ini sangat sombong, tidak hanya mengabaikan pertanyaanku, malah sebaliknya berbicara dengan temannya, seperti pemilik rumah.

“Bang,kamu memintaku datang untuk bertemu boss ini? Apakah dia sanggup membuka toko ini?”ucap trainer itu dengan suara keras, sampai kami bisa mendengarnya.

Aku melihat Jeki mendengar ini, tiba-tiba dirinya menjadi tidak senang, dan berkata: “Bro, tidakkah perkataanmu ini sedikit keterlaluan? Kami datang untuk mewawancaraimu, apakah kamu mengerti? Wawancara!”

Meskipun perkataan Jeki sedikit kasar, tapi kalau dibandingkan dengan trainer itu, aku merasa itu tidak ada apa-apanya, manusia itu saling menghormati, karena kamu tidak menghormati aku, untuk apa aku menghormatimu?

Aku mengamati reaksi pria itu dengan tenang dan melihat apa yang akan dikatakan selanjutnya.

“Ha? Apa katamu? Mewawancaraiku? Atas dasar apa mewawancaraiku? Apakah kamu sanggup membayarnya?”ucap trainer itu tiba-tiba.

Mendengar ini, aku sedikit mengerutkan kening, memandang teman Jeki dan menunjukkan ekspresi apa yang sedang terjadi.

Teman Jeki menatap mataku, menunjukkan ekspresi tidak berdaya, dari ekspresi teman Jeki, aku bisa melihat, trainer ini tidak memiliki hubungan yang baik dengan teman Jeki.

Karena begitu, tidak ada yang perlu dikatakan, orang lain menghormatiku, maka aku akan menghormati orang itu, kamu yang tidak menghormatiku, maka jangan salahkan aku bertindak tidak sopan.

Sekalipun teman Jeki memiliki hubungan baik dengan trainer ini, aku juga tidak tahan dengan sikap seperti ini.

“Uang?Aku sangat penasaran berapa gajimu satu bulan?”ucapku.

Dalam kehidupan masyarakat ini, aku belum pernah melihat orang seperti ini, menilai orang dari penampilan, dan tidak mengerti bagaimana menjadi orang.

“Gajiku? Cukup untukmu membuka beberapa panti pijat tunanetra!” ucap trainer.

Mendengar ini aku baru mengerti, di matanya aku dan Jeki membuka panti pijat tunanetra.

Lalu aku melirik sekilas ke pakaianku, tidak usah dikatakan lagi, mungkin uang untuk membuka panti pijat tunanetra juga tidak ada.

Hari ini aku mengenakan kemeja putih lusuh dan celana panjang yang seharga dua ratusan.

Jeki ini benar-benar membuat orang tidak bisa berkata apa-apa, dia memakai celana longgar dan rompi hitam.

Saat ini, aku melihat teman Jeki menepuk bahu trainer.

“Bang, untuk apa kamu menepukku? Kamu memperkenalkan orang seperti ini kepadaku, apakah mereka sanggup membayarnya?”ucap trainer itu tidak puas.

Ketika mengatakan tentang ini, wajah teman Jeki berubah menjadi sangat jelek, lalu memberi senyuman minta maaf kepadaku.

Tentu saja aku tidak akan mempermasalahkan ini dengan teman Jeki, tapi untuk pria yang ada di depan, aku tidak akan melepaskannya begitu saja.

“Katakan saja berapa gajimu, aku sangat ingin tahu.”ucapku sekali lagi dengan nada tinggi.

“Enam puluh juta! Gaji tahunan 72 juta! apakah kamu sanggup membayarnya?”tanya trainer itu kepadaku dengan tidak sabar.

Ketika mendengar nominal gaji ini, aku terkejut, kalau aku dulu yang malang pasti akan memuja orang-orang seperti ini, tapi sekarang......

“Gaji yang begitu tinggi?” Aku pura-pura terkejut.

Dia yang mendengar aku kaget, berkata dengan arogan: “Gajiku cukup untuk kalian membuka panti pijat tunanetra, masih beraninya mengundangku memberimu training, benar-benar lucu.”

“Oh, maaf, tampaknya aku salah cari orang! Maaf! Maaf” ucapku dengan ekspresi malu.

Saat ini, Jeki tiba-tiba memukulku, aku menoleh memandangnya, dan menyadari Jeki melototiku, seolah menyalahkanku mengatakan hal yang tidak harus di katakan.

Aku hanya menunjukkan senyum penuh pengertian kepada Jeki dan terus berkata: “Awalnya kami berencana mencari seseorang untuk membantu kami, dengan gaji tahunan 100 juta, karena kamu memandang rendah kami, maka lupakan saja!”

Ketika aku selesai mengatakannya, Jeki tiba-tiba memandangku dan ketidakpuasan di wajahnya hilang, dia menatapku dengan senyuman, seolah-olah mengatakan aku melakukan pekerjaan yang bagus.

Teman Jeki menunjukkan ekspresi terkejut ketika mendengar apa yang aku katakan, lalu melihat teman di sebelahnya dan berubah menunjukkan ekspresi tidak berdaya.

“Apa? Kamu mencari trainer dengan gaji 100 juta? Aku pikir kepalamu ada masalah? Gajiku baru 20 juta......”ucap orang itu tiba-tiba, seolah menyadari dirinya salah mengatakan sesuatu baru diam menutup mulutnya, tidak mengatakan apa-apa.

Ketika aku dan Jeki mendengar ini, kami berdua terkejut, apakah ada orang yang begitu bodoh di dunia ini?

Aku menatap trainer itu dan berkata: “Aku mengatakan akan membayar 100 juta, maka akan dibayar 100 juta, dan kamu tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkannya.”

Sebagian besar kata-kataku penuh dengan amarah, meskipun itu kata-kata pelampiasan amarah, aku juga harus membuat trainer ini merasa tidak nyaman.

“Kalian yang miskin, berani membayar 100 juta, aku lihat bayar 10 juta saja sudah sulit!”ucap orang dengan enggan.

“Kami bisa membayar gaji setinggi itu atau tidak, tidak ada hubungannya denganmu, lagipula kami tidak akan mengundangmu.”ucapku, lalu aku berkata kepada teman Jeki: “Terima kasih atas bantuanmu, lain hari kalau kita punya waktu, mari makan bersama, hari ini kami pamit dulu.”

Setelah mengatakannya, aku menarik Jeki pergi.

Setelah keluar dari rumah teman Jeki, Jeki tiba-tiba bertanya: “Rey,kamu bodoh ya, jangan bilang 100 juta!”

Ketika aku mendengar kata-kata Jeki, aku hampir tidak bisa tertawa, aku menepuk bahu Jeki dan berkata: “Kita yang terlahir miskin, bagaimana mungkin rela menghamburkan uang sebanyak itu?”

Setelah mendengar perkataanku, Jeki menunjukkan ekspresi serius dan berkata: “Aku tahu kamu tidak lupa kita dari kalangan proletariat!”

“Sialan kamu, kalangan proletariat apa! Mengatakannya sampai begitu enak didengar!”ucapku marah.

Bertemu trainer ini hanya bisa dianggap sebagai sebuah pelajaran, tentu saja aku sudah melihat kepribadiannya secara menyeluruh, kalau orang seperti ini diberikan secara gratis kepadaku, aku juga tidak menginginkannya.

Karena tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini, kami yang pergi begitu awal, tidak tahu apa yang harus dilakukan di waktu luang ini.

Aku meminta Jeki memanggil teknisi yang dia cari untuk makan bersama dan saling mengenal.

Setelah mendengar ini, Jeki menyetujuinya dengan senang hati, setelah menelepon, kami membuat janji dan menuju ke tempat itu.

Tempat janji temu kami adalah di sebuah hotel dekat Jeki, lingkungan di sekitar hotel ini termasuk bagus, tentu saja makanannya tidak murah.

Aku memesan hidangan satu meja penuh kira-kira seharga 4 juta, lalu memesan anggur, duduk menunggu kedatangan teman Jeki.

Setelah satu jam berlalu dan semua telah tiba, aku meminta boss untuk menghidangan makanan.

Kali ini yang datang ada lima orang, di antaranya ada teman Jeki tadi, aku memandang Jeki dengan marah dan berkata: “Kenapa kamu tidak mengatakan temanmu itu adalah teknisi kami?”

Jeki menepuk kepalanya dan berkata: “Tadi emosi sampai lupa dibuat oleh orang itu!”

Setelah aku mendengarnya, aku membelalakkan mata menatap Jeki.

Selanjutnya, kami seperti teman biasa, makan dan minum bersama.

Ketika sudah makan dan minum, aku baru bangkit dan berkata: “Aku sangat berterima kasih kepada kalian yang datang membantuku, aku mewakili diriku sendiri, bersulang untuk kalian.”

Setelah itu, aku mengambil gelas anggur dari atas meja dan bersulang untuk beberapa orang yang hadir.

Mereka semua berkata ke depannya mereka akan mengandalkan diriku untuk mencari nafkah.

Dari penampilan mereka sepertinya tidak tahu dimana dan seberapa besar tokoku nantinya.

Aku bertanya kepada Jeki yang berada di samping: “Apakah kamu tidak memberi tahu mereka bahwa toko kita akan berada di kota?”

Jeki yang mendengar ini cegukan dan berkata: “Bukankah hal ini masih belum diputuskan? Jadi aku tidak mengatakannya.”

Aku yang mendengar ini, tidak bisa menahan diri untuk tidak memelototiJeki, lalu menoleh memandang mereka semua dan berkata: “Jeki mungkin belum menjelaskan kepada kalian, toko kami akan di buka di daerah perkotaan, aku sudah menyelesaikan masalah keuangan dengan baik, hanya perlu menunggu selesai renovasi dan melatih kalian, dan kalian sudah bisa bekerja dengan resmi.”

Setelah aku selesai mengatakannya, ada orang yang bertanya: “Boss, toko kami ini bukankah Jeki mengatakan masih belum menemukannya? Aku tahu ada lokasi yang bagus di kota, dan kebetulan sedang dijual sekarang.”

Mendengar ini, aku tiba-tiba menjadi tertarik, dan dengan cepat bertanya: “Dimana?”

Setelah itu, orang itu memberitahuku, toko itu berada di pusat kota dan dia tidak menjelaskan lokasi spesifiknya, tapi dia mengatakan dia mengingat lokasi spesifiknya, mungkin pergi ke sana masih bisa menemukannya.

Aku memintanya untuk menemaniku pergi melihat toko itu besok, lalu jamuan makan ini bubar, aku pulang ke rumah tidur sendirian sedangkan Jeki membawa mereka pergi bermain.

Novel Terkait

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu