Mbak, Kamu Sungguh Cantik - Bab 14 Toko Pijat

Ada revisi nama Ricko Wijaya > Direktur Wijaya 4/9/20

Sisa perkataan Clarisa belum terucap, aku sudah meremas dengan keras di badannya.

Karena tenaga tanganku tidak kecil, Clarisa mengeluarkan suara ‘ah’, tentu saja ini juga terdengar oleh Direktur Wijaya.

Aku menatap Clarisa dengan niat jahat, karena remasan aku, Clarisa tentunya juga memelototiku. Aku mengerutkan bibir, dan berkata, “Di rumah segalanya dengarkan aku, matikan!”

Ketika aku mengucapkan perkataan ini, ekspresi Clarisa menjadi sangat tidak enak dilihat. Tetapi bagaimana mungkin aku peduli dengan itu, tindakanku tidak termasuk sebagai balas dendam, hanya bisa dikatakan sedang mempertahankan barang yang seharusnya aku miliki sebagai seorang pria.

Aku dan Clarisa berjarak sangat dekat, aku bisa dengan jelas mendengar suara Direktur Wijaya dari ujung telepon sebelah sana. Saat ini, Direktur Wijaya berkata di telepon.

“Clarisa, kamu sedang apa?”

“Terjadi masalah apa?”

Baru saja Direktur Wijaya mengucapkan dua kalimat, ponsel Clarisa sudah aku rampas, dan aku langsung menutup telepon.

“Apa yang kamu lakukan?” Clarisa berkata dengan marah.

Aku menatap mata Clarisa, dan berkata dingin, “Aku tidak peduli apa hubungan kamu dan Direktur Wijaya sekarang, tetapi di rumah, aku tidak mengizinkan kamu memiliki hubungan apapun dengannya. Sementara di luar sana, kamu ingin berbuat apa maka berbuat apa!”

Clarisa jelas tidak menyangka aku akan tiba-tiba bersikap begitu keras, ekspresi wajahnya berubah dari tidak enak dilihat menjadi bengong. Ketika dia bereaksi kembali, dia menatap aku, dalam matanya menunjukkan kebencian, lalu dia menutup telepon.

Setelah menutup telepon, Clarisa mendorongku, dia merapikan pakaiannya, dan berkata dengan dingin, “Karena aku harus mendengarkanmu di rumah, baiklah kalau begitu, aku pergi keluar saja!”

Mendengar perkataan Clarisa, aku pun tertawa, jika dia pergi keluar, bukankah lebih baik? Setidaknya waktu untuk aku berinteraksi bersama Cindy bisa lebih panjang sedikit.

“Cepat pergi!” Memikirkan hal ini, aku bergegas berkata.

Tetapi baru saja terucap, Clarisa sepertinya teringat akan sesuatu, melihat ekspresinya, dalam hatiku tiba-tiba memiliki firasat yang tidak baik.

Benar saja, Clarisa memutar perkataannya, dia memelototi aku sambil berkata dengan dingin, “Ingin bercumbu dengan adikku? Ingin mengusirku pergi? Mustahil!”

Clarisa tahu dengan waktu Cindy pulang sekolah, libur di hari pekan tentu tidak perlu dikatakan. Dari perkataan Clarisa, aku sudah mendengar maksudnya.

“Mulai sekarang, selama Cindy ada di rumah, aku akan ada di rumah! Sementara sekarang, aku pergi dulu!” Selesai berkata, Clarisa berbalik badan dan pergi.

Mendengar perkataan Clarisa, wajahku menjadi hitam, masih bisa seperti itu?

Sendirian di rumah juga bosan, maka aku menelepon Jeki.

Aku menyuruh Jeki untuk datang ke rumahku, lalu mengirimkan alamat padanya. Setengah jam kemudian, Jeki sudah tiba di depan pintu rumahku.

“Saudaraku, ternyata kehidupanmu begitu baik! Bukankah katamu mereka mbak beradik? mbak milik kamu, kalau begitu adik mestinya kamu berikan untukku bukan?”

Jeki berkata ketika berjalan masuk, jelas Jeki juga tercengang dengan Keluarga Maman.

Aku berbaik hati menghiraukan Jeki si bocah ini, dan langsung berkata terus-terang, “Jeki, aku berencana melakukan hal lain, kamu mau tidak datang membantuku?”

“Tidak perlu katakan itu di antara kita berdua, katakan saja kamu ingin lakukan apa!” Mendengarnya, Jeki langsung berkata.

Aku memberitahukan pemikiranku kepada Jeki, aku berencana untuk membuka sebuah bar di perkotaan, tentu saja, di muka adalah bar, tetapi sebenarnya adalah toko pijat.

Toko pijat tentunya juga memiliki keunikan tersendiri, kita tidak menyediakan pelayanan kepada pria, melainkan hanya melayani wanita. Selain itu, bar juga hanya bisa dimasuki oleh wanita.

Mendengarnya, Jeki setuju dengan mengacungkan dua tangan, lalu menatapku dengan senyum jahat, dan berkata bahwa pemikiran aku ini lumayan bagus.

Dari senyuman Jeki Hailan, aku bisa melihat pemikiran dalam hati bocah ini, aku memelototi Jeki, dan berkata, “Kamu kira kamu bisa masuk? Tidak mungkin!”

Perkataanku bagaikan air dingin yang menyirami Jeki, seketika dia pun tidak senang, dan bergegas berkata, “Rey , kita berdua ini saudara, menurutmu kalau tidak boleh aku masuk, memang siapa lagi?”

Bagaimana mungkin aku tidak tahu dengan pemikiran Jeki, demi membuat hatinya padam, aku lanjut berkata, “Bar hanya bisa dimasuki oleh wanita, sementara zona kerja tempat kita berada, barulah bisa dimasuki oleh pria dan wanita.”

Aku memberitahukan kerangka besar pemikiranku kepada Jeki, lalu aku berkata, “Di depan pintu masih memerlukan penjaga pintu, sementara penjaga pintu harus orang senior. Tentu saja, penjaga pintu juga tidak boleh masuk ke dalam bar.”

“Selain itu, karena zona wanita, maka kita juga perlu merekrut pekerja wanita. Sementara mengenai masalah toko pihat, kita pisahkan antara toko pijat dan bar. Yang ingin memijat harus membayar sedikit biaya keanggotaan, setelah membayarkan biaya, barulah boleh masuk.”

“Yang paling akhir, juga adalah yang paling penting, ahli pijat yang kita sediakan untuk para tamu wanita, semuanya adalah pria!”

Mendengar sampai di sini, mata Jeki berbinar, dan dia menepuk tangan sambil berseru. Lalu dia bertanya dengan bodoh, “Rey , kamu lihat, kalau tidak, aku menjadi ahli pijat saja?”

Aku membalikkan bola mata kepada Jeki, dan bertanya balik, “Kamu bisa teknik memijat?”

Jeki berkata tidak bisa tetapi dia bisa mempelajarinya. Mendengarnya, aku tidak ingin menghiraukan dia, juga tidak berkutat lagi dengannya mengenai masalah ini. Aku menyuruh Jeki kemari, tujuannya adalah ingin dia memperkenalkan orang padaku.

Ahli pijat pria tidaklah mudah dicari, terlebih lagi ahli pijat pria yang tampan. Tentu saja, toko pijat kami ini juga tidak akan meminta ahli pijat untuk menjual badan dan sebagainya.

Jeki pernah berkecimpung di dalam lingkaran gangster untuk beberapa waktu, aku pikir dalam hal ini, dia seharusnya bisa membantu aku menemukan orang seperti itu.

Perihal mencari orang, Jeki berkata oke setelah mendengarnya, tetapi bisa ditemukan atau tidak adalah hal lain lagi, karena pria yang pergi mempelajari teknik memijat memang sedikit sekali.

Ketika Jeki mengucapkan perkataan ini, aku pun menggunakan perkataannya tadi untuk membalasnya, tidak bisa tetapi bisa belajar!

Tentu saja, semua ini bukanlah masalah terpenting, yang paling penting adalah masalah dana. Jeki bertanya padaku dari mana datangnya modal usaha sebanyak itu.

Jangankan mencari orang, hanya sekedar mencari tempat dan muka di daerah perkotaan saja sudah membutuhkan pengeluaran yang banyak, terlebih lagi berdasarkan pemikiranku, masih banyak hal yang juga memerlukan dana.

Ini benar-benar menjadi masalah sulit, aku beritahu Jeki, aku akan memikirkan cara terkait masalah dana, dan menyuruhnya untuk mencari orang untukku terlebih dahulu.

Setelah Jeki pergi, orang pertama yang aku pikirkan adalah Rena Wijaya, karena setelah kejadian hari itu, aku merasa Rena benar-benar memiliki perasaan khusus kepadaku.

“Halo, Rena !” Aku menelepon Rena.

“Rey , kenapa terpikir olehmu untuk menelepon aku?” Suara Rena jelas sedikit bersemangat, mungkin karena dia tidak menyangka aku akan menelepon dia.

“Mbak Rena, aku ingin meminjam uang denganmu!” Aku langsung mengatakan tujuanku.

Mendengarnya, Rena terdiam sesaat di telepon, lalu dia berkata, “Rey , kamu butuh berapa? Kita bahas tatap muka saja.”

“Baik! mbak Rena , kamu katakan tempatnya.”

Setelah menutup telepon, aku pun hendak berangkat menuju tempat yang dipilih Rena. Kali ini Rena tidak memilih di hotel, melainkan di sebuah taman di daerah pinggiran kota.

Aku memanggil taksi dan melesat ke arah taman, dengan waktu tempuh satu jam, aku tiba di puncak gunung.

Ketika tiba di puncak gunung, aku sudah melihat sosok Rena. Aku berjalan maju, dan menepuk pundak Rena.

"mbak Rena , cepat sekali kamu sampai?” ujar aku.

Baru saja setengah berkata, Rena sudah menyerbu ke dalam pelukanku. Kedua tangan Rena memeluk pinggangku dengan erat, dan dia berkata dengan suara rendah, “Rey, aku rindu sekali denganmu!”

Gerakan Rena membuatku sedikit canggung, seketika aku tidak tahu harus berkata apa.

“Kamu lihat, hari ini aku cantik tidak? Lalu ke depannya jangan panggil mbak Rena !” Wajah Rena bergesek pelan di dalam pelukanku, lalu dia berkata.

“Cantik!” Aku menggaruk kepala, dan berkata. Sekarang ini aku ingin memiliki permohonan kepada orang, tentunya juga harus merendahkan sikap.

Rena tersenyum, dan melepaskan tangannya, lalu berkata, “Rey, untuk apa kamu pinjam uang?”

Aku memberitahukan masalah ingin membuka toko kepada Rena, aku juga tidak punya keperluan untuk menutupi masalah ini dari Rena, karena jika toko sudah dibuka, masih butuh bantuannya untuk melakukan promosi.

Mendengarnya, Rena tersenyum, dan berkata, “Rey , tidak kelihatan kamu masih memiliki otak berbisnis seperti ini.”

Perkataan Rena jelas sedang memuji aku, tetapi dia tidak menjawab inti pertanyaan aku, ini membuat hatiku menjadi resah.

“Membuka sebuah toko membutuhkan tidak sedikit uang, berdasarkan pemikiranmu, uang sewa toko saja sudah memerlukan beberapa miliar, apalagi biaya dekorasi dan bayaran untuk ahli pijat pria. Selain itu, yang paling penting adalah masalah menjalin koneksi, jika dihitung-hitung, kurang puluhan miliar saja juga tidak bisa.” Rena menyimpulkan untukku, dan berkata.

Mendengar perkataan Rena, barulah aku sadar, pemikiran awalku sederhana sekali, ada toko dan pekerja saja sudah bisa dijalankan.

Tetapi perkataan Rena membuatku sadar, jika ingin membuka toko seperti itu, benar-benar butuh menjalin koneksi sosial. Jika ada orang yang tidak senang terhadapku dan langsung datang menghancurkan toko, maka bisnis aku juga tidak perlu dijalankan lagi.

“Rey, masalah menjalin koneksi sosial serahkan saja padaku, tetapi masalah dana, untuk sesaat aku juga tidak bisa mengeluarkan begitu banyak uang. Begini saja, aku pinjamkan dulu enam miliar untukmu, kamu carikan lokasi toko yang bagus terlebih dahulu.” Melihat harapan dalam tatapan mataku, barulah Rena berkata.

Enam miliar ini bagiku sudah tidaklah kecil, aku bergegas berterima kasih pada Rena. Tetapi teringat masih memerlukan dua puluhan miliar, aku pun tidak tahu harus bagaimana lagi.

Perkataan Rena bagaikan memberi arang di tengah musim dingin, aku pun langsung menerimanya.

Setelah masalah selesai dibahas, kedua tangan Rena sekali lagi merangkul di pinggangku, dia menempelkan wajah senyumnya pada dadaku, dan berkata dengan suara rendah, “Rey , maaf!”

Kali ini ketika mendengar Rena berkata maaf, entah kenapa ada perasaan yang aneh dalam hatiku, mungkin karena aku sudah memafkan wanita ini.

Rena hanya memeluk pinggangku dalam diam, dan bersandar dalam pelukanku. Hingga setengah jam kemudian, barulah dia melepaskan tangannya.

Rena mengeluarkan ponsel dan menelepon sebuah nomor, dari percakapannya pun aku tahu, dia sedang mencari peminjaman dana untukku.

Meskipun Rena bisa membantuku menghubungi orang bank, tetapi aku hanya seorang bocah miskin, juga tidak memiliki pekerjaan, menggunakan apa untuk meminjam dana?

Sementara dana pinjaman aku juga tidak sedikit, ini barulah kuncinya.

Novel Terkait

Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu