Mbak, Kamu Sungguh Cantik - Bab 11 Kelinci Akan Menggigit Ketika Terpaksa
Ada revisi nama Ricko Wijaya > Direktur Wijaya 4/9/20
Clarisa jelas datang untuk melihat keadaan, sebelumya setelah dia pergi, dia membuka satu kamar di hotel, sampai saat ini ketika merasa aku dan Rena mestinya sudah melakukan hubungan, dia pun kemari untuk mencari tahu keadaan.
terhadapku yang tidak melakukan hubungan dengan Rena, Clarisa jelas sangat gusar, “Keparat, kamu pria atau bukan, bukankah kamu ingin mempermainkan wanita, sudah didatangkan untukmu juga tidak kamu main?”
“Aku dan kamu adalah suami istri, hubungan dengannya apa?” Ini adalah hotel, juga adalah kamar Rena, tidak mungkin membiarkan orang Keluarga Halim mengetahui masalah aku dan Clarisa, aku tidak perlu peduli dengan perasaan Clarisa. “Jika aku melakukan hubungan dengannya, lalu pada akhirnya berkata bahwa aku adalah pemerkosa, bagaimana?”
“Kamu khawatir apa, main saja sesuka hatimu, memangnya dia berani katakan?” Setelah Clarisa gusar, dia menatapku dan berkata memperingatkan dengan suara rendah, “ Rey, jika kamu menyinggung dia, jangan salahkan aku bertindak kasar terhadap kamu, jika merusak masalahku, aku tidak akan membiarkanmu begitu saja.”
Setelah Clarisa selesai berkata, aku mengantarkannya ke depan pintu, lalu melihat ada seorang pria yang berdiri di lorong. Direktur Wijaya juga sudah datang, Clarisa berjalan ke sana dan menggandeng tangan Direktur Wijaya, sedangkan Direktur Wijaya meremas pantat Clarisa, lalu menatapku.
Tidak tahu apa yang dikatakan Direktur Wijaya dengan Clarisa, tiba-tiba ekspresi Clarisa menjadi segan, sementara Direktur Wijaya berjalan ke depan aku sambil tersenyum.
Aku merasa bingung, lalu terdengar Direktur Wijaya berkata, “Kamu suaminya Clarisa? Tidak ingin ikut? Melihat reaksi istrimu ketika dicabuli orang lain?”
Direktur Wijaya datang mengajak aku pergi ke kamar dia dan Clarisa, tentu saja dia bertugas untuk mencabuli Clarisa, sedangkan aku bertugas untuk menonton di samping.
“Kamu tidak ingin melihat tampang Clarisa pada saat itu?”
Direktur Wijaya berkata lagi dan Clarisa merasa sedikit tidak puas, “Kak Direktur Wijaya, untuk apa panggil dia, kita main sendiri saja.”
“Kamu tidak paham dengan ini, ada suamimu bersama-sama, tidakkah kamu merasa memicu adrenalin?” Direktur Wijaya tersenyum seolah-olah berhati besar, “Ketika kita main, suruh dia rekam video untuk kita, kita juga sudah bukan pertama kali, terakhir kali ketika ada si itu, aku merasa kamu lebih terbuka, waktu itu kamu dimainkan bukan?”
“Aduh, Kak Direktur Wijaya, untuk apa kamu katakan ini?”
Di hadapanku, Clarisa merasa sedikit canggung, tetapi Direktur Wijaya tertawa keras, sama sekali tidak peduli, “Lagi pula hanya kita yang bermain, dia tidak akan melakukan dengamu.”
Mendengar perkataan Direktur Wijaya, Clarisa jelas sudah bukan pertama kali, bermain dengan Direktur Wijaya benar-benar terbuka sekali, tetapi bagiku yang adalah sesama pria, ini adalah penghinaan, jauh lebih membuat orang gusar dibanding terakhir kali bertemu dengan Clarisa dan Direktur Wijaya di depan pintu hotel.
Direktur Wijaya bersikap remeh terhadapku, membiarkan aku melihat Clarisa dicabulinya, bisa memenuhi kegelapan dalam hatinya.
“Maaf, aku sangat sibuk!”
Aku berbalik badan dan pergi, masih mendengar Direktur Wijaya memarahiku tidak punya nyali dari belakang. Tidak lama kemudian, Direktur Wijaya dan Clarisa masuk ke dalam kamar.
Jelas Clarisa mestinya tidak memberitahu Direktur Wijaya bahwa Rena ada di hotel ini, Direktur Wijaya hanya mengira Clarisa yang memintaku menemaninya kemari dan menjadi tameng untuk mereka berselingkuh.
Mereka berdua sedikit atau banyak memiliki kekhawatiran. Awalnya Clarisa khawatir nama baiknya akan tercemar jika dia bersama Direktur Wijaya dengan identitas wanita lajang, sehingga dia mempekerjakanku. Sementara bagi Direktur Wijaya, jelas dia tidak khawatir denganku, maka yang dikhawatirkan adalah orang keluarga Direktur Wijaya sendiri.
Masalah seperti berselingkuh, tidak ada pengaruh bagi orang luar, selingkuh ya selingkuh saja, orang yang tidak tahu hanya akan mengira mereka adalah pasangan kekasih. Hanya orang keluarga yang akan dipengaruhi, yang Direktur Wijaya khawatirkan adalah Rena dan istrinya.
Jelas selama dia bermain di luar dan tidak dibawa pulang ke rumah, itu sudah cukup, ini mestinya adalah tingkat toleransi dari Rena.
Awalnya aku menaruh pikiran kepada Rena, tetapi terpikir bahwa pengaruh Rena terhadap Direktur Wijaya belum tentu begitu penting, maka aku kembali ke ruang tamu dan mengambil ponsel Rena yang tertinggal di sana. Aku mencari sebentar dan menemukan target.
Kelinci saja akan menggigit ketika dalam keadaan terpaksa, Clarisa dan Direktur Wijaya benar-benar terlalu memandang rendah kepadaku.
“Apakah ini Kak Luna?”
Setelah mendapatkan nomor, aku menelepon, sesaat kemudian barulah terdengar sebuah suara yang merdu dari ujung telepon sebelah sana. Hanya mendengar suara saja sudah tahu, istri Direktur Wijaya adalah orang yang lembut.
“Halo, kamu siapa?”
“Aku Rey, anda tidak kenal denganku, tetapi aku tahu kamu pasti kenal dengan Clarisa, aku adalah suaminya.”
“Apa?”
Ada kepanikan di ujung telepon sebelah sana, “Maaf, maaf, Pak Wijaya kami… hhmm, kamu katakan saja persyaratan kamu, katakan kamu ingin berapa banyak uang.”
Kelihatannya istri Direktur Wijaya sepenuhnya salah paham, mengira aku ingin menuntut bayaran. Direktur Wijaya sudah mempermainkan banyak wanita, yang terjadi korban jiwa, yang suaminya datang untuk berkelahi, yang melapor polisi, berbagai macam hal juga ada, semuanya wanita ini yang urus.
Mendengar perkataanku, dia mengira aku adalah orang yang ingin berjuang mati-matian terhadap mereka. Sesaat setelah aku selesai berkata, wanita di sebelah sana ragu sejenak.
“Kita sama-sama adalah korban, menurut anda ideku bagaimana?”
“Menyuruhku datang ke sana untuk menangkap basah di ranjang?”
“Benar, sekarang aku sedang di luar kota, tidak sempat pulang ke sana. Jika anda setuju, aku tidak akan tampil muka dalam masalah ini, tetapi jika anda tidak bersedia, aku hanya bisa melapor polisi untuk menanganinya. Kak Luna, memangnya kamu berharap suamimu setiap harinya tidak pulang ke rumah?”
Bagi seorang wanita, pria adalah rumah mereka. Kak Luna segera menyetujuinya, aku suaminya Clarisa saja sudah berjanji, asalkan dia bertindak, maka aku tidak akan melapor polisi.
Setengah jam setelah menutup telepon, tiba-tiba Rena bangun, tidurnya ringan sekali. Dia menuang segelas air dan duduk di sebelahku, “Kenapa, masih belum tidur?”
Aku berkata tersenyum, “Tidak berani tidur, takut kamu menyergapku!”
Rena tertawa dan membalikkan bola mata kepadaku, “Kamu ini kenapa begitu tidak tahu malu? aku pun takut kamu menyergapku!”
Lagi pula kami berdua juga tidak bisa tidur, maka kami menonton televisi di ruang tamu. Tiga puluh menit kemudian, tiba-tiba Rena menoleh dan mendengarkan keributan di luar sana, “Apa-apaan, hotel sampah ini malam-malam begini masih biarkan orang istirahat atau tidak? Aku pergi lihat-lihat, nanti aku komplain.”
Aku menarik Rena dan Rena menoleh menatap tangannya sendiri, aku melepaskannya lalu berdiri, “Aku saja yang pergi lihat, kamu jangan bergerak, siapa tahu sebentar saja sudah selesai, lagi pula di sini adalah hotel.”
Begitu pintu terbuka, aku melihat Direktur Wijaya dan Clarisa sedang berkonfrontasi dengan seorang wanita. Wanita itu juga bukan datang sendiran, di belakangnya diikuti oleh tujuh atau delapan orang pria.
Saat ini, ada dua orang pria yang sedang menangkap Clarisa, satu orang menarik rambut Clarisa dan satunya lagi menangkap tangan Clarisa. Kedua tangannya ditangkap ke belakang, Clarisa sama sekali tidak bisa bergerak.
“Direktur Wijaya, apa lagi yang ingin kamu katakan?”
“Kamu berbuat apa?”
Badan Direktur Wijaya sedang telanjang dan mengenakan sehelai celana dalam. Ada dua orang pria yang berjaga di pintu kamar mereka, lalu wanita itu melemparkan tamparan kuat pada Direktur Wijaya.
“Menurutmu aku sedang berbuat apa? Aku selalu menoleransi kamu, tetapi kali ini kamu keterlaluan.” Karena gusar, wanita itu berbalik badan dan menampar Clarisa.
Wajah Clarisa sudah membengkak, tetapi Direktur Wijaya tetap tidak bergerak melihatnya, dia tidak berani berbuat sembrono di hadapan beberapa pria itu.
Wanita yang memukul Clarisa sangat cantik, wajahnya merah muda serta bulat dan lembap. Badannya tinggi ramping dan memiliki garis tubuh yang elok, serta rambut yang panjang. Wajahnya membawa ekspresi sedih, membuat orang merasa iba melihatnya.
Tetapi saat ini, wanita itu sangat bersikap keras, tidak hanya menampar Clarisa, juga menampar Direktur Wijaya. Setelah Direktur Wijaya bergerak sedikit, pria pertama di belakang wanita itu pun mengintai Direktur Wijaya.
“ Clarisa!”
Aku tiba-tiba memanggil, lalu semua orang menatapku, “ Clarisa, suami kamu menyuruhku datang menjemputmu. Dia sedang di luar kota, besok sudah pulang.”
Melihat wanita itu menatap aku, aku mengucapkan perkataan yang hanya bisa dimengerti oleh kami berdua.
Wanita itu berjalan ke sebelah aku, “Anda?”
“Aku adalah teman dari suami Clarisa!”
Clarisa dan Direktur Wijaya tahu siapa aku, tetapi sekarang mendengar aku berkata seperti itu, mereka berdua juga tidak bisa berkata apa-apa. Melihat aku sedang berunding dengan istri Direktur Wijaya, mereka juga hanya mengira aku keluar untuk membantu mereka setelah mendengar pergerakan di sini.
Istri Direktur Wijaya bernama Luna Cahyana, wanita yang sangat manusiawi, mengira aku benar-benar adalah teman dari suami Clarisa, datang untuk menjemput Clarisa setelah mendapat kabar.
“Anda lihat begini bisa tidak, kita bawa orang kita masing-masing pulang ke rumah, masalah ini anggap saja sudah lewat.” Tujuan untuk memberi Direktur Wijaya pelajaran sudah tercapai, aku tidak ingin menimbulkan masalah yang tidak diinginkan.
“Benar-benar maaf.” Luna menoleh menatap Clarisa, “Masalah ini aku akan bertanggung jawab, memerlukan kompensasi apa, anda katakan persyaratannya saja.”
“Tidak perlu!”
“ Clarisa akan bagaimana?”
Aku tersenyum dan tidak berbicara, Luna juga paham. Begitu dia muncul, maka Direktur Wijaya hanya bisa pulang ke rumah, tujuh atau delapan orang pria yang mengawal Direktur Wijaya, benar-benar besar sekali pergerakannya, tidak sedikit orang yang membuka pintu lalu melihat Direktur Wijaya dikawal dengan badan telanjang, seketika mereka pun paham apa yang telah terjadi.
Setelah mereka pergi, Clarisa kembali ke dalam kamarnya sendiri, sama sekali tidak melihatku, setidaknya juga aku yang menyelamatkannya.
“Hanya begitu saja?”
“Kamu masih ingin bagaimana?” Clarisa duduk di atas kasur dalam kamarnya, di udara masih tersisa aroma kemesraan antara pria dan wanita, aku melambaikan tangan karena tidak tahan dengan aroma cabul ini.
“Berkata terima kasih juga tidak akan mati, jika bukan karena aku, Luna masih akan menampar kamu beberapa kali lagi.”
Tertangkap berselingkuh dan tertangkap basah ditempat, ketika dipergok, Direktur Wijaya masih berada dalam badannya. Terpikir bahwa dirinya sedang menggantung di badan Direktur Wijaya ketika mereka tertangkap basah, perasaan Clarisa menjadi sangat tidak baik.
Karena gusar, Clarisa melampiaskan amarah padaku, “Kamu ini apaan, ada hak apa untuk mengajari aku? Kamu jangan lupa kamu adalah mainan yang aku pelihara.”
Benar-benar tidak ada yang bisa aku katakan dengan Clarisa, awalnya aku masih merasa sedikit kasihan kepadanya, orang yang kasihan pasti ada tempat yang membuat orang benci. Karena tidak ada yang bisa dikatakan, aku pergi mencari Rena untuk mengobrol. Dibanding dengan Rena, tingkah laku Clarisa sebagai manusia benar-benar buruk sekali.
Di ruang tamu, Rena menatapku dengan senyum berseri, bagaikan menemukan rahasiaku, dia berkata mengejutkan, “Tidak terlihat, kamu si kelinci ini sebenarnya adalah kelinci jahat, teman dari suami Clarisa? Haha….”
Rena mengetahui hasil akhir kejadian, lalu mengingat kembali akan kemunculan Luna, dia pun tahu pasti ada hubungannya denganku. Rena berwajah dingin dan menatapku, “Siapa yang suruh kamu menyentuh ponselku, beraninya diam-diam menghubungi kakak iparku, kamu ingin mati?”
Aku tidak peduli dengan masalah telepon, Rena juga hanya sedang menakut-nakuti aku, kalau tidak, dia sudah membocorkanku tadi. Terhadap masalah aku memanggil kakak iparnya datang untuk menangkap basah perselingkuhan, Rena tidak berkata apa-apa lagi.
Bisa dilihat dari masalah ini, kakak ipar Rena, Luna meskipun adalah wanita, tetapi juga adalah orang yang berkekuatan. Di hadapan dia, Direktur Wijaya pun tidak berani bertindak keterlaluan. Tetapi wanita seperti ini, benar-benar rugi dalam hal pria.
Selalu ada seorang wanita di balik setiap pria yang sukses, Luna adalah wanita di belakang Direktur Wijaya. Direktur Wijaya bersenang-senang di luar, sedangkan Luna bertugas untuk mengelola bisnis. Mereka berdua membuka toko suami istri, tetapi sekarang jelas tidak ada kasih suami istri, yang tersisa hanyalah keuntungan, sampai sekarang Direktur Wijaya masih belum memutuskan untuk bercerai dengan Luna.
Bukan karena cinta, melainkan karena harus membagi harta jika bercerai. Hal ini menarik sekali, jika Clarisa ingin masuk ke dalam Keluarga Wijaya, dia pasti harus menangani Luna dan ini harus mendapatkan dukungan dari Rena.
“Masalah begitu rumit?” Mendengar Rena membicarakannya, hubungan yang rumit ini bagiku seorang mahasiswa seni, tidak semudah berlagak congkak, sulit sekali.
Clarisa jelas tidak menyangka Luna akan muncul. Tidak mungkin untuk menyingkirkan Luna dan menjadi istri Direktur Wijaya, kali ini sebaliknya kehilangan muka, yang lebih tidak bisa diterima oleh Clarisa adalah Rena tahu akan kejadian hari ini.
Clarisa curiga bahwa Rena yang memanggil Luna untuk datang ke hotel.
Rena tidak akan peduli bagaimana pikiran Clarisa, aku tentu saja juga tidak ingin banyak berkata. Setelah hari sudah pagi, aku dan Rena berpisah dengan bersahabat, lalu pulang ke rumah bersama Clarisa. Cindy segera merasakan keganjilan, insting gadis sangat peka, berbeda dengan Ibu Halim, dia sama sekali tidak menyadari ada yang tidak beres antara aku dan Clarisa.
Hari ini, dalam Keluarga Halim bagaikan musim dingin. Malam hari, aku dan Clarisa tidur berpisah, tetapi aku tidak menyangka Cindy akan muncul.
Cindy merasa kesempatan untuk dirinya sudah datang, ketika tengah malam, dia diam-diam menyelinap ke dalam kamarku. Tidak menunggu aku bereaksi, Cindy sudah menyelinap masuk ke dalam selimutku, badannya yang telanjang dan halus, terasa sangat panas, aku pun kaget.
“Kakak ipar....”
Cindy jelas-jelas sangat sadar, tetapi sengaja berpura-pura polos, dia menatapku seolah-olah berjalan ke kamar yang salah karena linglung.
Bisa lebih palsu lagi tidak?
Aku tidak bisa tidur karena kaget, perang dingin dengan Clarisa membuatku merasakan tekanan yang besar, selalu merasa aku dan Clarisa cepat atau lambat akan celaka. Saat ini, aku benar-benar merasa tidak berdaya terhadap Cindy.
Cindy berkutat denganku, gadis kecil ini sekarang sedang telanjang dan mendatangkan diri sendiri, benar-benar mengharukan. Tidak ada pilihan, aku hanya bisa membiarkan Cindy tidur di kasur dan aku memutuskan untuk tidur di lantai.
Tetapi tidak menunggu aku selesai menyiapkan, terdengar suara phom dan pintu ditendang terbuka. Di depan pintu berdiri Clarisa yang menatapku dengan kejam dan di belakangnya masih ada seorang nyonya kepala keluarga dari Keluarga Halim, Ibu Halim sedang menatap Cindy yang ada di atas kasurku.
Mampuslah ini, seketika dalam hatiku pun panik.
Novel Terkait
Mbak, Kamu Sungguh Cantik×
- Bab 1 Menjadi Seorang Pria Harus Tahu Menaati Tiga Peraturan Dan Empat Kebijakan
- Bab 2 Diberi Obat
- Bab 3 Berhasil
- Bab 4 Memberitahu Kakakku
- Bab 5 Tidur Di Atas Lantai
- Bab 6 Berpura-Pura Tetapi Melakukan Tindakan Nyata
- Bab 7 Permintaan Rena
- Bab 8 Kecuali Menjadi Wanitaku
- Bab 9 Wanita Ini Mesum
- Bab 10 Aku Memeliharamu Versi Pria
- Bab 11 Kelinci Akan Menggigit Ketika Terpaksa
- Bab 12 Keputusan Ibu Halim
- Bab 13 Tinggal
- Bab 14 Toko Pijat
- Bab 15 Riska Cahyana
- Bab 16 Dua Orang di Rumah
- Bab 17 Cinta Pertama
- Bab 18 Kebetulan
- Bab 19 Istirahat Siang
- Bab 20 Masa Lalu Sandra Suntin
- Bab 21 Trainer
- Bab 22 Kemarahan Jeki
- Bab 23 Toko
- Bab 24 Pesta
- Bab 25 Uang Bukan Segalanya
- Bab 26 Kakak Keempat Yang Berani
- Bab 27 Lukisan Palsu
- Bab 28 Kemampuan Orang Berbudaya
- Bab 29 Gunakan Kekuatanmu
- Bab 30 Ibu Mertua Marah
- Bab 31 Tidak Ada Yang Bodoh
- Bab 32 Rahasia Di Dunia Seni
- Bab 33 Butuh Kakak Membantu Kamu Tidak
- Bab 34 Hubungan Yang Tidak Diketahui Orang
- Bab 35 Seniman Yang Hebat Itu Seniman Yang Telah Meninggal
- Bab 36 Aku Yang Memberikan Kehidupanmu
- Bab 37 Lukisan Rose
- Bab 38 Bertemu Lagi Dengan Elang
- Bab 39 Aku Tidak Mengerti Dengan Cara Pikir Wanita
- Bab 40 Misi Blue Sky Nature
- Bab 41 Ketakutan Wanita Klub Malam
- Bab 42 Lelucon keluarga Halim
- Bab 43 Masih Punya Trik Dan Gaya Bermain
- Bab 44 Video Putriku, Ibu Sudah Melihatnya
- Bab 45 Tolong Tinggalkan Kehidupanku
- Bab 46 Aku Akan Berjuang Dan Tidak Takut Berkorban Demi Jalan Hidupku
- Bab 47 Masalah Posisi
- Bab 48 Perjuangan Sia-Sia Juga Tidak Berguna
- Bab 49 Masalah Sikap Dalam Menangani Masalah
- Bab 50 Tidak Ada Gunanya Berjuang Sia-Sia
- Bab 51 Wanita Yang Hampa. Tamat