Mbak, Kamu Sungguh Cantik - Bab 13 Tinggal

Ada revisi nama Ricko Wijaya > Direktur Wijaya 4/9/20

Abaikan dulu seperti apa rencana ibu Halim, tetapi dilihat dari masalah ini, aku sudah memiliki sedikit ketertarikan.

“Ibu, mengapa aku harus menuruti dia? Lalu atas dasar apa kontrak yang ditandatangani menjadi tidak berefek!” Clarisa Halim berkata dengan marah.

Untung saja ini adalah ibu Clarisa, jika itu orang lain, aku pun mengira Clarisa ingin maju untuk memukul orang.

Menatap mereka berdua, aku tersenyum dingin dalam hati, hanya menunggu sebenarnya apa yang akan mereka perbuat.

“Kamu tutup mulut, sekarang bukan giliran kamu berbicara, masalah kamu ini jika diketahui oleh ayahmu di bawah sana, tidak tahu dia akan bagaimana memukulmu.” ibu Halim menoleh menatap Clarisa di samping, dan berseru tegas.

Clarisa membuka mulut ingin mengatakan sesuatu, tetapi pada akhirnya juga tidak mengatakan apa-apa.

“Rey, aku sudah menjanjikan padamu, asalkan kamu di rumah ini, Clarisa harus menuruti kamu, tetapi kamu harus menjamin satu hal.” ibu Halim berkata sambil menatap lurus padaku.

Ketika berbicara sampai di sini, aku menatap Clarisa sambil tersenyum dingin. Jika Clarisa benar-benar bisa seperti yang dikatakan ibu Halim, aku pun tidak keberatan untuk tinggal di sini, tetapi apakah Clarisa akan setuju? Tidak perlu pikir juga tahu Clarisa tidak mungkin akan setuju.

“Untuk masalah apa?” Aku bertanya dengan penasaran.

“Lahirkan cucu untukku, setelah itu, aku tidak akan mencampuri masalah kalian.” ibu Halim berkata sambil menatapku.

Mendengar perkataan ini, seketika Clarisa bagaikan kucing yang meledak, dia melompat dan berkata kepada ibu Halim, “Ibu, kenapa harus lahirkan anak dengan dia? Aku tidak setuju!”

Reaksi Clarisa berada di dalam dugaanku, tetapi reaksi ibu Halim justru berada di luar dugaanku, karena saat ini, ibu Halim melemparkan tamparan keras pada wajah Clarisa.

“Kamu benar-benar mengira ibumu tolol? Benar-benar mengira aku tidak tahu masalah kamu sembarangan di luar sana? Kamu mengira kamu membawa pulang satu orang sudah bisa membohongi aku? Jika bukan karena Rey kelihatannya masih lumayan, kamu kira aku tidak akan membuka kedok kamu?”

Perkataan ibu Halim sungguh mencengangkan, membuat Clarisa termangu di tempat, sesaat pun tidak bisa bereaksi.

Aku juga berkeringat dingin mendengarnya, ternyata ibunya tahu dengan semua masalah, selama ini hanya tidak mengatakannya saja.

Dari ekspresi Clarisa, aku sudah bisa melihat banyak hal. Saat ini, Clarisa berdiri melamun di tempat, wajahnya penuh dengan sulit mempercayai.

“Ibu, kenapa kamu bisa tahu?” Setelah Clarisa sadar kembali, dia tersenyum pahit.

Melihat tampang Clarisa seperti ini, sekali lagi ibu Halim meneteskan air mata, dan berkata, “Dulu memang aku tidak terlalu mengurus kamu, tetapi sekarang kamu sudah begitu besar, kamu kira aku ingin membatasi kebebasanmu? Masalah kamu di luar sana, sudah banyak orang yang tahu, hanya saja karena keluarga kita kaya, barulah mereka tidak berkata gosip.”

“Setiap kali melihat kamu tidak bermalam di rumah, aku pun tahu kamu pasti bergaul sembarangan di luar sana, tetapi aku adalah ibumu, bisakah aku langsung katakan denganmu? Diam-diam aku sudah tidak tahu berapa kali memberimu isyarat, tetapi kamu sama sekali tidak bereaksi.” Sambil berkata, ibu Halim sudah tersedu-sedu.

Mendengarnya, aku pun tidak tahan untuk mendesah, kasihanilah hati orangtua yang menyayangi anaknya.

“Ibu, jangan katakan lagi!” Di bawah pengaruh ibunya, air mata Clarisa juga mengalir turun.

“Aku setuju, oke? Aku tidak bercerai lagi! Aku tidak bercerai!” Clarisa sambil berkata sambil menangis.

Setelah mendapat persetujuan dari Clarisa, ibu Halim sekali lagi mengarahkan tatapannya padaku, dan berkata dengan suara rendah, “Rey , kondisi keluargamu aku juga sudah pergi selidiki, meskipun keluargamu miskin, tetapi reputasi kamu ini masih lumayan, bersedia tidak kamu menyetujui aku?”

Mendengarnya, seketika aku mengerutkan alis, ternyata kondisi keluargaku sudah diselidiki ibu Halim, ini membuatku merasa kehabisan kata-kata.

Melihat tampang mereka berdua yang sedang menangis, entah kenapa hatiku juga meRiskak untuk sesaat, aku terdiam dan tidak berkata apa-apa.

Kebencian terhadap Clarisa tidak mungkin berkurang, tetapi saat ini, penampilan ibu Halim justru membangkitkan perasaan iba aku, sebenarnya aku setuju, atau tidak setuju?

Tepat ketika aku sedang ragu-ragu, tiba-tiba ibu Halim berlutut di lantai, dan memohon, “Rey , aku harap kamu bisa menyetujui masalah Bibi ini.”

Penampilan ibu Halim benar-benar membuatku kaget sekali, aku seorang bocah miskin, atas dasar apa bisa membuat seorang ibu ini berlutut padaku?

Aku bergegas maju memapah ibu Halim berdiri, dan berkata, “Bibi , aku setuju! Kamu cepat bangun!”

Hasil akhir dari masalah ini membuatku merasa tidak berdaya, jika tidak setuju, tidak tahu apa yang akan dilakukan ibu Halim.

Melihat aku menyetujuinya, Clarisa juga bergegas memapah ibunya.

“Clarisa, aku harap ke depannya kamu jangan lagi bergaul sembarangan di luar sana, kamu adalah seorang wanita.” ibu Halim berkata dengan penuh makna.

Malam ini, ibu Halim pergi, dan Clarisa ikut pulang bersama ibu Halim. Sementara aku berbaring di atas kasur dan melamun, sambil membolak-balikkan badan, bagaimanapun juga tidak bisa tidur.

Penampilan ibu Halim menyentuh hatiku, betapa besarnya kasih seorang ibu.

Tiba-tiba aku juga rindu dengan ibuku sendiri, ingin kukatakan padanya, kehidupanku baik sekali, sangat baik!

Ketika seberkas cahaya matahari menyinari masuk melalui jendela, barulah aku sadar hari sudah pagi. Saat ini, rasa kantuk datang menyerbu bagaikan air pasang.

Aku juga tidak tahu sudah berapa lama aku tidur dengan tidak lelap, ketika aku bangun, aku menemukan Clarisa sedang berdiri di samping kasur sambil menatapku.

Aku menatap Clarisa dan membuka mulut, tetapi pada akhirnya aku tetap menelan kembali perkataan yang ingin kuucapkan.

“Inikah hasil yang kamu inginkan?” Clarisa berkata sambil menatap dingin padaku.

Sikap Clarisa sepertinya tidak memiliki perubahan sedikitpun, ini membuat api di dalam hatiku seketika melonjak, aku berkata sambil menatap Clarisa, “Memangnya kamu kira aku adalah orang seperti itu?”

“Huh!” Clarisa menyeringai, dan lanjut berkata, “Ke depannya aku bisa menuruti kamu di rumah, tetapi kamu tidak boleh memiliki hubungan apapun dengan adikku, kalau ada, aku tidak keberatan untuk mempertaruhkan diriku sendiri demi melumpuhkan kamu.”

Sambil berkata, Clarisa melirik ke bagian bawahku. Tatapannya ini seketika membuat bagian bawahku terasa dingin, tetapi aku tetap menjawab dengan dingin, “Sekarang apakah kamu sudah bisa menuruti aku?”

Clarisa tertegun, jelas dia belum menyesuaikan diri dengan perubahan peran ini. Lalu barulah dia sadar kembali, dia memelototi aku dengan ganas, dan berkata, “Katakan, apa yang kamu inginkan?”

“Pergi ambilkan sandal untukku, aku mau bangun dan makan!” Aku berkata dengan niat jahat, lalu menatap Clarisa, menunggu perubahan ekspresi di wajahnya.

Tetapi reaksi Clarisa justru membuatku termangu, dia sama sekali tidak menunjukkan ekspresi tidak senang, melainkan setelah menyahut, dia mengambilkan sandal di samping tempat tidur untukku.

Kemampuan Clarisa yang langsung berubah sikap benar-benar bagus, aku berkata dalam hati.

Setelah bangun, aku langsung turun ke ruang makan di lantai bawah, dan mengambil sedikit makanan dari dalam kulkas.

Selesai makan sarapan pagi, aku juga tidak ingin tinggal di dalam rumah, seketika ada ide yang muncul dalam hatiku, aku pun tersenyum dengan iblis.

Teringat akan sikap Clarisa dulu ketika aku datang, lalu mengingat sekarang Clarisa harus menuruti aku, dalam hatiku langsung merasa puas sekali.

Apakah ini juga berarti aku bisa melakukan itu dengan Clarisa?

Begitu memikirkan postur badan Clarisa, air liurku hampir saja menetes.

Aku berlari ke lantai atas dengan bersemangat, dan melihat Clarisa sedang duduk di depan meja komputer, sambil memainkan komputer.

Aku tersenyum iblis, lalu berjalan ke belakangnya, mungkin karena dia sedang memakai headset, dia tidak menyadari aku sudah sampai di belakangnya.

Melihat bayangan punggung Clarisa yang elok, sebuah hasrat iblis memenuhi benakku saat ini.

Ada sebuah suara yang tak hentinya berkata di dalam kepalaku, taklukkan Clarisa.

Aku merangkul pinggang Clarisa dari belakang, Clarisa jelas tidak menyangka pelukanku yang mendadak ini, seketika dia terkejut, lalu berbalik badan dan menatapku.

Ketika Clarisa menatapku, dia mengangkat tangan hendak memukulku, tetapi tangannya yang menjulang tinggi berhenti begitu saja di tengah udara, dan pada akhirnya dia turunkan.

Melihat tampang Clarisa seperti itu, nyaliku menjadi semakin besar, tanganku yang merangkul pinggang Clarisa mulai bergerak ke atas, hingga tiba di sana, badan Clarisa bergetar pelan.

Wajahnya yang putih halus saat ini diwarnai oleh rona merah, ini pun membuat Clarisa terlihat semakin menggoda.

Saat ini, Clarisa saling berhadapan denganku, dengan jelas bisa kurasakan harum semerbak dari badannya

Clarisa berbeda dengan wanita lainnya, dia suka dengan parfum yang beraroma ringan, aku juga suka dengan yang seperti itu.

.Aku mengendus-endus di badannya, ketika ujung hidungku bersentuhan dengan leher Clarisa, Clarisa bagaikan tersengat listrik, secara tak sadar badannya sekali lagi bergetar.

Merasakan suhu tubuh Clarisa yang tidak hentinya melonjak tinggi, aku pun tahu masalah ini pasti akan berhasil pada hari ini.

Clarisa sama sekali tidak bermaksud untuk melawan, melihat tampang dia, sepertinya lumayan menikmati.

Aku tidak tahu apakah Clarisa juga pernah membaca kata mutiara itu, kehidupan bagaikan diperkosa, jika tidak bisa dilawan, maka nikmati saja.

Penampilan Clarisa cocok sekali dengan kalimat ini, membuatku memulai pergerakan besar.

Saat ini Clarisa mengenakan gaun tidur kasa tipis, samar-samar aku bisa melihat paha Clarisa yang putih halus, memiliki keindahan yang sayup-sayup.

Aku mengulur tangan meraba ke arah paha Clarisa, tepat ketika aku baru saja menyentuh paha Clarisa, dia tiba-tiba mengulur tangan, dan menangkap tanganku yang hendak memulai pergerakan besar.

“Jangan!”

Aku tidak tahu Clarisa sengaja mengucapkan perkataan ini, atau bagaimana, tetapi ketika dia mengucapkan perkataan ini, aku merasa sifat hewani dalam tubuhku yang paling mendasar, meledak pada saat ini.

Aku menggunakan tenaga untuk melepaskan tanganku yang tertangkap, lalu meremas paha Clarisa dengan kasar.

Mungkin karena merasakan sakit, Clarisa mengeluarkan suara ‘ah’, ini membuatku merasa tidak keruan.

Tepat ketika aku ingin melakukan pergerakan selanjutnya, nada dering telepon pun berbunyi.

Mendengar nada dering telepon, aku tahu itu bukan milikku, dan aku menatap Clarisa.

Mata Clarisa yang awalnya linglung, saat ini tiba-tiba berubah menjadi jernih. Dia merangkul leherku dengan satu tangan, dan tangan satunya pergi mengambil telepon.

Ketika dia mengambil telepon, aku melihat di layar ponsel menampilkan nama ‘Direktur Wijaya’.

Sebuah api kemarahan yang tidak beralasan seketika melonjak, tetapi aku tetap menahannya dengan sengaja, dan menunggu untuk melihat bagaimana Clarisa mengurusi masalah antara dia sendiri dan Direktur Wijaya.

Sesuai dengan dugaanku, Clarisa mengangkat telepon itu.

“Direktur Wijaya, sekarang aku ada….”

Novel Terkait

Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu