Cinta Yang Berpaling - Bab 7 Pertemuan Kembali Dengan Cinta Pertama (1)

“Kak, lebih baik jangan.” Aku dengan tidak enak hati menepis rangkulan tangannya di tanganku.

“Ayo masuk.” Tetapi genggaman tangan Winda di tanganku malah semakin erat, “Jika aku mengatakan tidak apa apa maka tidak apa apa, jika dia berbuat ribut denganmu, maka aku sendiri yang akan membereskannya.”

Aku hanya mengikuti keinginannya saja, jika istriku tidak boleh disinggung, maka kakak yang satu ini semakin tidak bisa disinggung.

Setelah mengetuk pintu, dan ketika pintu terbuka, Winda kembali menarik tangannya dari rangkulanku. Kecemasan yang aku rasakan seketika menghilang. Emilia yang membukakan kita pintu langsung memelototi kita berdua, dan Winda sama sekali tidak menggubrisnya, dan masuk ke dalam begitu saja.

Emilia menghentikanku, kemudian menggandeng lenganku, dan bertanya pelan, “Dimana kalian bertemu?”

“Depan kompleks, aku yang memanggilnya kemari.” Aku menjawab tenang.

Emilia menarik lengan bajuku, “Suamiku, ayo ikut ke kamar denganku.”

Masalahnya sudah aku duga sebelumnya, hanya karena hal sekecil ini saja masih harus berdebat. Setelah masuk ke dalam kamar, dia mengunci pintu kamar, mengambil dompet miliknya, dan menyerahkan uang miliknya kepadaku, “Suamiku, aku hanya punya ini, ambillah.”

Aku menatapnya heran, bingung hingga tidak menerima uang yang dia sodorkan, “Apa maksudnya?”

“Aku tau uangmu tidak cukup, aku memberikan ini untukmu, ambillah dan berikan kepada mereka.” Emilia berkata penuh kelembutan, “Ambil saja.”

Aku menggenggam uang di tanganku, hatiku sedikit tersentuh, tapi seketika aku tersadar kembali, “Emil, kenapa tiba tiba kamu memperlakukanku sebaik ini.”

“Apa maksudmu? Apa selama ini aku selalu memperlakukanmu dengan tidak baik?” Emilia memanyunkan bibirnya kesal.

Aku tersenyum menganggukkan kepalaku, kemudian memeluknya, “Emil, terimakasih, aku akan mengembalikannya kepadamu setelah aku mendapatkan gajiku.”

“Apa maksudnya.” Emilia mencubitku, “Kita itu suami istri, jika ada sesuatu kita bisa menanggungnya bersama sama.” Dia menghentikan perkataannya, kemudian melanjutkan, “Suamiku, kelak aku akan lebih mencintaimu.”

Aku kembali memeluknya dengan erat, tidak lama kemudian dia melepaskan pelukanku, kemudian melangkahkan kakinya keluar. Aku masih menatap gagang pintu di depanku, hatiku langsung melunak, perubahan dalam dirinya benar benar sangat tiba tiba, kenapa tidak membiarkanku menyiapkan diri.

Aku pergi ke ruang baca, mengumpulkan semua uang yang aku miliki, kemudian membagi 30 juta menjadi tiga bagian. Enam juta yang diberikan oleh Emilia kebetulan cukup untuk mengembalikan uang yang aku pinjam kepada Winda. Setelah memasukkan 30 juta ke dalam laci, aku memanggil Winda untuk datang.

Setelah Winda masuk ke dalam, dia mengatakan, “Saat diluar kamu ketakutan setengah mati untuk bersama denganku, sekarang kamu malah memanggilku kemari secara pribadi, apa kamu tidak takut jika istrimu marah.”

“Kak, jangan bercanda.” Aku menyodorkan uang enam juta kepadanya, “Ini aku kembalikan, Emil memberiku enam juta, jadi aku kembalikan uang yang aku pinjam darimu.”

“Kamu simpan saja.” Winda menolak uang yang aku sodorkan, dia tersenyum dengan nada sedikit meledek, “Uangku jauh lebih bisa diandalkan dibandingkan dengan uangnya. Perubahan sifatnya terjadi sangat cepat, tidak tau kan jika dia tiba tiba nanti malah meminta uang itu darimu lagi.”

“Tidak mungkin, dia sudah mengatakan uangnya tidak perlu dikembalikan, dia ingin menanggungnya denganku.” Aku menjawab.

Winda berpikir sebentar, kemudian mengatakan, “Aku mengerti, dia pasti tau kamu mencariku untuk meminjam uang.”

“Bagaimana mungkin dia bisa tau?” Tanyaku bingung.

Winda menjelaskan, “Aku menunggu di depan kompleks sekitar setengah jam, kamu keluar dari rumah sekitar satu jam an kan, jika kamu hanya pergi ke bank saja pasti sudah kembali sejak awal, jadi kamu pergi selama itu pasti karena uang yang kamu miliki tidaklah cukup, jadi kamu pergi karena mencoba mendapatkan uang tambahan lainnya. Dia itu menyeramkan. Kamu tidak tau saja. Dia tau jika aku memberimu uang, hatinya pasti terasa tidak nyaman, dan mungkin akan merasa jika aku memperlakukanmu jauh lebih baik daripada dia memperlakukanmu. Apa dia akan diam saja setelah mengetahui ini? Dia memberimu uang karena ingin menunjukkan jika dia juga memperlakukanmu dengan baik. Dan secara bersamaan dia juga sedang memberitahuku jika kamu adalah suaminya, bukan suamiku. Tentu saja dia harus memperlakukanmu dengan baik dibandingkan siapapun.

Perkataan Winda membuat pemikiranku terbuka. Emilia benar benar sangat pintar, tentu saja aku sudah mengetahuinya sejak awal. Tapi sepertinya ini membuktikan sesuatu yang lain, dia memiliki kesalahpahaman akan aku dan Winda, dan kesalahpahaman ini benar benar sangat dalam, mungkin dia juga mulai bersikap waspada kepada kakak kandungnya sendiri.

“Sudah, aku akan keluar, jika terlalu lama denganmu dia pasti akan tidak senang.” Winda sudah melambaikan tangannya bersiap untuk pergi.

Aku mencoba menahannya, “Kak, ambil dulu saja uang ini.”

Winda sedikit ragu, kemudian menerima uang yang aku sodorkan, “Baiklah, jika kamu membutuhkannya, katakan saja kepadaku.”

Aku menganggukkan kepalaku. Setelah beberapa menit aku baru keluar dari dalam ruang baca. Perasaan kakak kakakku tidak sebaik sebelumnya. Dan ternyata ayah mertua juga menyadarinya, jadi tidak ingin suasana menjadi membosankan, jadi aku memutuskan untuk membaca buku. Pada intinya, suasana sepanjang hari ini benar benar tidaklah menyenangkan.

Malam hari setelah ayah mertua pergi aku meminta Emilia untuk masuk ke dalam kamar, dan kemudian memanggil kakak kakaku ke ruang tamu.

Aku menyerahkan uang yang sudah aku masukkan ke dalam amplop kepada mereka.

Kak Dimas langsung menolaknya, dan mengatakan, “Kita sudah mengatakan jika kita tidak menginginkannya, kenapa kamu masih memberikannya kepada kita?”

Aku sedikit kesal, apakah kasih sayang di depan uang benar benar tidak ada artinya? Tapi bagaimanapun juga aku tidak sanggup untuk mengatakannya di depan mereka.

“Lebih baik kita terima saja, Rey memberikannya dengan tulus kepada kita.” Kak Reni mencoba memahami situasi tidak mengenakkan yang sedang terjadi.

“Kak, kamu jangan berubah pikiran seperti itu.” Kak Ririn mengingatkan.

Kak Reni tidak mengatakan apapun. Kak Dimas terbatuk beberapa kali, kemudian mengatakan, “Rey, kamu menempuh pendidikan selama itu.”

“Kak, jangan katakan apapun lagi.” Aku menghentikan perkataannya, berkata dengan nada memohon, “Jujur saja, rumah ini, dekorasi, perabotan, kenapa sampai ayah mertua menggunakan uangnya untuk semua ini bukan karena mereka memiliki banyak uang, tapi karena aku yang tidak memiliki uang. Sebelum kalian datang, aku hanya memiliki uang 28 juta di dalam tabunganku, aku berencana memberikan kepada kalian sebanyak 18 juta, dan aku menyimpan sedikit untuk diriku, tapi kalian.... Sore tadi aku pergi ke bank untuk mengambil sisa uang sepuluh juta milikku di tabungan, aku bahkan sampai meminjam uang dua juta, semuanya genap 30 juta, aku membaginya menjadi tiga untuk kalian. Kalian pengertianlah sedikit kepadaku, kehidupanku disini juga tidaklah mudah.”

“Rey, apa yang kamu katakan, rasanya seperti kita datang hanya untuk meminta uang kepadamu saja. Kita bukanlah orang semacam itu.” Kak Dimas menghentikan perkataannya, kemudian melanjutkan, “Kamu juga bayangkan, sejak kecil.”

“Kalian terima saja uang ini.” Aku menghentikan perkataannya untuk yang kedua kalinya.

“Aduh, kalian jangan bertengkar.” Kak Ririn mengatakan, “Kak, kita harus lebih pengertian kepada Rey, kehidupannya disini juga tidaklah mudah. Tapi dia masih berniat untuk membantu kita, lebih baik kita terima saja uang ini.”

Mendengar kalimat itu membuat darahku mendidih. Perkataannya penuh dengan nada meremehkan. Tapi aku mengerti jelas, mereka tau aku tidak bisa mendapatkan uang lebih banyak lagi, jadi mereka memutuskan untuk menerimanya saja.

Mereka bertiga saling membujuk, kemudian menerima uang yang aku berikan. Aku benar benar tidak menyangka jika di depan adik kandung sendiri mereka bahkan bisa berpura pura sampai seperti ini.

Aku menyodorkan sebatang rokok kepada kak Dimas, kemudian meminta mereka segera mandi dan beristirahat. Kak Dimas duduk sebentar, menghisap rokok di tangannya, kemudian mengatakan, “Rey, aku ingin mengingatkanmu. Beruntung kamu adalah seorang dosen, dan menikah dengan Emilia, kamu harus memiliki sikap layaknya seorang laki laki, jangan menjadi tidak berguna. Jangan sampai memalukan keluarga kita. Lihatlah, kita sudah disini beberapa hari, tapi Emilia tidak sekalipun memanggil kita dengan sebutan kakak.”

“Kak.” Kak Ririn meminta kak Dimas untuk melirihkan lagi nada bicaranya, takut takut Emilia akan mendengar dari kamar.

“Kalian istirahatlah.” Aku mematikan rokok di tanganku, beranjak, “Besok aku akan mengantar kalian.”

Setelah mengatakan itu aku langsung masuk ke dalam kamar. Wajah Emilia terlihat sedikit kesal, aku kembali menyalakan rokok, tapi Emilia mendekat dan mematikannya, kemudian berkata dengan nada kesal, “Suamiku, benar kan apa yang aku katakan. Mereka datang untuk menagih hutang, alibinya datang untuk mengunjungimu, tapi semuanya hanya demi uang saja. Jika lain kali mereka datang, kamu dengarkan saja apa kataku. Asal kamu mendengarkanku, aku jamin mereka tidak akan datang untuk meminta uang lagi.”

“Aku juga tidak meminta mereka untuk melakukan itu.” Kali ini aku sudah tidak mencoba untuk melindungi mereka lagi.

Emilia kembali mengatakan, “Aku mengatakan jika mereka datang lagi, dengarkan saja apa kataku, ya?”

Aku menganggukkan kepalaku, dan Emilia menjadi sumringah. “Suamiku, kamu yang terbaik. Sudah larut, kamu tidur sambil memelukku saja.”

Keesokan harinya, karena ada kelas pagi, Emilia sudah berangkat sangat pagi. Ayah dan ibu mertua juga datang, mereka mengantar kakak kakakku bersamaku. Saat sedang menunggu kereta, mereka masih sibuk berbincang dengan ayah mertua, sedangkan aku membelikan tiket untuk mereka.

Setelah merek masuk ke dalam kereta, aku akhirnya bisa bernafas lega. Aku memiliki dua kelas hari ini, baru sampai di rumah sekitar pukul tiga sore. Saat aku berjalan sampai di depan gerbang kampus, aku mendengar rasanya ada orang yang memanggil namaku, aku menolehkan kepalaku ke sumber suara, saat itu ada begitu banyak orang, dan aku tidak tau siapa sebenarnya yang memanggilku. Aku kembali melangkahkan kakiku ke depan. Dan saat aku menunggu bus di pemberhentian bus, ada seseorang yang menepuk pundakku tiba tiba. Aku menoleh, dan melihat sosok perempuan cantik dengan nafas terengah engah, seperti habis lari cukup lama.

Novel Terkait

Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
3 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu