Cinta Yang Berpaling - Bab 36 Urusan Rumah Sulit Diselesaikan

Aku terbangun karena mendengar suara. Ketika ibu mertua melihatku, lalu berkata dengan aneh, "Kamu masih tahu bagaimana untuk kembali, mengapa kamu tidak pergi tidur ke rumahmu sendiri. Caesar masih tinggal di rumah sakit. Kamu datang ke rumah sakit bersamaku untuk melihatnya nanti."

“Bu.” Aku duduk dan menyalakan sebatang rokok, “Emilia tidak sakit. Dia pergi ke rumah sakit diam-diam lalu menggugurkan kandungannya. Caesar dan isterinya berbohong.”

“Apa?” Ibu mertua kaget. Setelah beberapa saat, ibu mertua bertanya, "Rey, bagaimana kamu tahu? Apakah dia mengatakan yang sebenarnya?"

Aku menggelengkan kepala, "Tidak, dia menelepon seorang temannya dan aku tidak sengaja mendengarnya."

“Anak ini.” Ibu mertua mulai memanas, marah. “Jadi memang benar seperti itu. Pantas saja kamu begitu marah kemarin.” Ibu mertua berjalan mondar-mandir di ruang tamu. “Rey, kali ini bukan salahmu, jangan takut, ibu akan mendukungmu. "

Setelah berbicara, ibu mertua membuka kamar Emilia, lalu membangunkannya dengan suara sangat keras. Setelah keluar, ibu menelepon Caesar, menyuruhnya pulang, Jika dia tidak di rumah dalam setengah jam, aku disuruh pergi ke rumah sakit dan memukulnya lagi.

Setelah melakukan itu semua, ibu mertua menghiburk, "Rey, Ibu telah berbuat salah padamu. Ibu akan membuatkan sarapan untukmu."

Meskipun aku telah membalikkan keadaan dengan mudah, aku tetap tidak bisa merasa bahagia sama sekali.

Ibu mertua sangat berisik, membangunkan Emilia dan Winda. Emilia menunduk, duduk di sampingku, mulai terisak. Meski tidak ada bukti yang membuktikan bahwa dia memang telah mengkhianatiku. Tapi pikiran itu sudah tertanam di benakku. Tanpa sadar aku mengesampingkannya.

“Rey, salah Emilia menggugurkan anak itu. Tapi kamu harus memaafkannya dengan murah hati. Dia membutuhkan perhatianmu sekarang. Jangan biarkan arwah Ayah di langit tidak senang.” Winda sengaja mengingatkan.

Aku menekan amarah dan kebencian di hatiku, mendekati Emilia, memegang pinggangnya yang ramping. "Emilia, jika kandungannya gugur, yasudahlah. Aku tidak akan menyalahkanmu. Kita masih muda. Masih akan ada peluang di esok hari. Jangan menangis." Hiburku.

“Suamiku, apa kamu benar-benar tidak menyalahkanku?” Emilia mengangkat kepalanya, bertanya takut.

Aku mengangguk, memeluknya. Emilia meletakkan kepalanya di pundakku, menangis lagi, "Suamiku terima kasih. Kali ini aku salah. Jika nanti aku hamil lagi, aku pasti akan melahirkan bayinya."

"Jangan menangis." Aku mendorongnya, mengambil tisu untuknya, "Aku akan berbicara dengan ibu."

Aku berjalan ke dapur. Ibu mertuaku berkata dengan enggan, "Aku mendengar semua yang kamu katakan di ruang tamu. Kenapa, kamu memaafkannya begitu saja?"

Aku menjawab, "Bu, janin itu sudah tidak ada. Mau Ibu memarahi atau memukul Emilia sekalipun. Itu semua sia-sia. Jangan sedih. Nanti kalau Emilia sudah pulih, kami akan mencoba untuk memiliki bayi lagi. Dan menurut rencana awal, nama belakang anak itu adalah Tanjung. "

Ibu mertua meletakkan pekerjaannya, lalu menatapku, "Rey, kamu adalah yang paling bijaksana dari semua anak Ibu di keluarga ini."

Aku tersenyum. Ibu mertuaku berubah begitu cepat. Tadinya dia terus mengatakan aku adalah yang paling sering membuat khawatir, menyusahkan. Sekarang, tiba-tiba aku menjadi orang yang paling bijaksana. Aku tertawa dalam hati.

Setelah beberapa saat, Caesar dan istrinya kembali. Setelah memasuki rumah, dia tidak bersuara sama sekali, masih tampak raut kusut di wajahnya.

Ibu mertuaku meminta Winda dan aku untuk terus sarapan, lalu kemudian dia pergi memarahi Caesar. Teguran ibu mertua kali ini membuat Caesar berulang kali mengakui kesalahannya.

“Ibu sia-sia mendidik dan menyayangimu dari dulu. Hari ini kalian berdua pindah saja.” Putus ibu mertua tanpa diskusi.

Winda berbisik, "Aku pernah orang melihat memalingkan wajah lebih cepat daripada membalikkan buku, tapi aku belum pernah melihat yang secepat ibu."

Aku menyibak sumpit. Menyuruhnya untuk berhenti berbicara.

“Ibu, maafkan kami.” Caesar dan Lilis berlutut. Melihat pemandangan seperti itu, Winda dan aku merasa tak enak hati untuk terus makan. Aku meletakkan piring lalu berdiri di dekat sofa.

Caesar terus memohon dan berkata, "Ibu, Lilis masih mengandung anak Keluarga Tanjung. Sekarang menyuruh kami keluar, kami harus tinggal dimana. Gajiku hanya sedikit. Setelah anak ini lahir, pasti tidak akan cukup untuk dibelanjakan. Ibu, demi cucu Ibu, maafkan kami kali ini. Aku pasti akan berubah. Aku akan lebih menghormati Ibu esok hari. "

“Ibu.” Lilis juga memohon, “Nanti jika Kak Winda hamil lagi, aku akan melayani dan mengurus Kak Winda. Apakah begini bisa untuk kami menebus kesalahan ini? Jika Ibu mengusir kami, janin yang ada di perutku terpaksa harus digugurkan."

“Tidak boleh digugurkan. Kamu sudah hampir empat bulan. Jika digugurkan sekarang, itu namanya aborsi. Itu akan sangat menyakitimu.” Caesar berteriak, “Ibu, kami sudah bicarakan ini saat Ayah masih ada, cucu tertua dari Keluarga Tanjung akan diberi nama Li Boqin. Anak kami akan dipanggil Boqin setelah lahir. Tapi sekarang... huhuhuh "

“Jangan menangis.” Ibu mertua berteriak, “Seperti apa orang besar menangis. Demi cucuku, lupakan saja kali ini. Jika diulangi lain kali, ucapanmu tak akan ada gunanya.”

“Terima kasih Ibu.” Caesar berulang kali membungkuk.

“Jangan membungkuk, aku belum mati.” Ibu mertua bangkit lalu berjalan pergi.

“Sudah, kalian berdua bangun, sarapan.” Winda mendekat, menarik Lilis.

Aku sengaja berkata kepada Caesar, "Caesar, aku memukulmu kemarin, aku akan mengganti biaya pengobatanmu."

Caesar tertawa dan buru-buru melambaikan tangannya, "Kakak ipar, aku salah kemarin. aku memang harus dipukul, harus dipukul."

“Caesar, apa kau tahu arti Boqin?” Winda tiba-tiba bertanya.

Caesar menggeleng, "Aku tidak tahu."

Aku mencibir di samping, lalu Lilis bertanya tergesa, "Kakak ipar, kamu paling berpengetahuan, bisakah kamu memberi tahu kami?"

Aku menghentikan senyumku, menjelaskan, "Ini sangat sederhana. Putra tertua Zhou Gong dipanggil Boqin, Bo artinya yang tertua. Kemudian, Li Bai dan Liu Yigong juga belajar dari Zhou Gong, mereka menamai putra tertua mereka Boqin. Begitu asalnya. "

"Ternyata begitu ceritanya," kata Lilis dengan gembira, bertepuk tangan.

“Bagaimana jika itu anak perempuan, juga dipanggil Boqin?” Tanya Winda.

Caesar dan Lilis bungkam, tidak bisa berkata-kata.

Setelah sarapan, Emilia berkata, "Suamiku, ayo kita pulang hari ini. Seharusnya aku sudah baik-baik saja."

“Lebih baik tinggal di sini selama beberapa hari.” kataku, “Aku pergi lebih awal dan pulang terlambat setiap hari, jadi aku tidak punya banyak energi untuk merawatmu. Sementara ibu merawat Lilis, ibu juga bisa sekalian merawatmu. Tunggu minggu depan. Kita pulang."

“Ya sudah, terserah kamu.” Emilia sama sekali tidak melawan.

Selama setengah bulan berikutnya, aku berusaha sebaik mungkin untuk tinggal di rumah dan merawat Emilia. Dia sangat tersentuh dan sering mengucapkan kata-kata bersalah atau terima kasih. Tetapi dalam menghadapi kedekatanya, aku sering menghindar dengan sengaja.

Setelah menggugurkan janin di tubuh Emilia hilang, dia memulai periode tersibuknya karena ujian akhir sudah dimulai.

Kampus kami juga mengadakan rapat besar. Rapat mengumumkan rencana pengajaran dan pendaftaran untuk semester baru. Sebagai wali kelas untuk semester berikutnya, aku juga ditugaskan untuk mengerjakan pekerjaan terkait pendaftaran. Aku bekerja dengan Cherry Onsu. Dalam setengah bulan sebelum liburan, aku harus pergi ke beberapa kabupaten dan kota di provinsi untuk melakukan pekerjaan terkait pendaftaran.

Setelah rapat berakhir, Wakil Dekan Sito menghentikanku. Dia memberiku sebuah amplop besar. "Discuss" tertulis di atasnya. Majalah "Discuss" merupakan majalah yang menerbitkan konten-konten jurnal high-end. Meski penjualannya tidak layak dibicarakan, namun memiliki pengaruh yang besar di lingkup akademisi. Kudengar, pimpinan redaksinya adalah pensiunan kader senior.

Aku berkata gembira, "Pak, sudah diterbitkan begitu cepat."

“Mari kita lihat dulu.” Wakil dekan Sito memegang dokumen itu di tangannya, terlihat agak tidak wajar.

Aku merobek amplopnya, mengeluarkan majalah dan membuka daftar isi. Aku melihat karya yang kutulis dinamai Sito Siahaan, itu nama Wakil Dekan Sito. Aku segera beralih ke konten artikel di dalam, masih hanya satu nama Wakil Dekan Sito.

Novel Terkait

CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu