Cinta Yang Berpaling - Bab 23 Tidak menjawab telefon
“Sudah zaman seperti apa, bukankah laki-laki dan perempuan sama saja?” Winda tidak bisa menahannya lagi dan berkata: “Makanlah dengan baik.”
Bibi tidak mendapatkan keuntungan, Ibu mertua juga tidak terlihat kalah, jadi tidak melanjutkannya lagi. Mengubah ekspresi dan menjepit sayuran untuk pihak lain, saling menyuruh untuk makan lebih banyak.
Aku malah tidak memiliki nafsu untuk lanjut makan, aku bukanlah menantu yang menikah masuk, mengapa anakku harus ikut marga Ibunya, aku tidak paham akan hal ini. Ayah mertua juga tidak pernah membuat permintaan seperti ini sebelum meninggal. Tetapi di tempat seperti ini, aku tidak ingin berdebat akan masalah ini, jadi tidak mengatakan apapun.
Selesai makan, semua pergi duduk di sofa untuk mengobrol. Aku melihat Emilia memberi isyarat kepada Bibinya, lalu Bibinya mengangguk dan berkata sambil tersenyum: “Rey, diantara kami semua, ijazahmu adalah yang tertinggi. Kamu paham akan hal yang kami pahami, kamu juga paham akan hal yang tidak kami pahami. Bibi selalu sangat menyukaimu.”
“Itu hanyalah sedikit reputasi kecil, Bibi jangan terlalu memujiku.” Aku berkata dengan merendah. Didalam hati merasa aneh. Mengapa dia memujiku. Apakah Emilia memanggil mereka kemari hari ini, bukan untuk menyulitkanku, tetapi untuk melindungi hubungan diantara kami?
Setelah Bibi selesai berbicara, yang lain juga ikut memujiku, suasananya semakin membaik, tetapi Winda tiba-tiba berkata: “Ada apa dengan kalian hari ini, Rey tidak menjadi kaya, juga tidak naik jabatan. Mengapa kalian semua tiba-tiba memujinya. Sejujurnya, aku selalu tidak mengerti, dia yang selalu tidak lulus dalam sains, bagaimana bisa mendapatkan ujian masuk perguruan tinggi, dan juga memiliki gelar master.”
“Kamu iri, bukan.” Emilia berkata dengan sinis.
Winda mendengus, dan mengabaikannya. Pukul 3 siang, Bibi sekeluarga telah pergi, sebelum pergi, menyuruhku harus menjaga Emilia dengan baik, mengalah sedikit darinya, dan lain kali ingat pergi bermain ke rumahnya.
Performa Emilia hari ini sangat membuatku terkejut, tetapi lumayan senang. Ternyata aku salah paham dengan kepintarannya, sekarang tampaknya kepintarannya itu mengarah ke arah yang benar.
Setelah mengantar Bibi pergi, kami sekeluarga juga pergi berbelanja. Aku sengaja tidak membawa uang. Dalam perjalanan, aku baru tahu dari Ibu mertua bahwa Caesar dan Lilis akan menikah sabtu depan, hari ini keluar untuk membeli pakaian dan emas untuk pernikahan, dan seminggu selanjutnya ini, memotret foto pernikahan dan mengirimkan undangan juga telah dipersiapkan.
Selain terhadap hal ini begitu terburu-buru dan terkejut, aku tidak peduli tentang hal lain, lagipula bukanlah urusanku. Tetapi perkataan Ibu mertua selanjutnya, membuatku sedikit tidak bisa menerimanya.
Ibu mertua berkata: “Emilia, Rey. Caesar adalah adik kalian, jadi kalian harus sedikit berperfoma saat dia menikah. Aku sudah mengatakannya dengan mereka, kalian dan Winda masing-masing akan memberikan 20 juta.”
Aku langsung menginjak rem, dibuat terkejut atas perkataan ini. Ibu mertua dan Emilia bergerak maju sekali.
“Aw, Rey, bagaimana kamu mengemudi, hampir saja membuatku terluka.” Ibu mertua berteriak.
Emilia mencondongkan tubuh, melihat Ibu mertua yang duduk di kursi belakang, berkata: “Ibu, bagaimana kamu bisa mengatakan ini, kami tidak memliki uang begitu banyak, dan kami masih memiliki hutang padamu. Apakah kamu tidak ingin membiarkan kami berdua hidup?”
Ibu mertua berkata: “Kedua belah pihak harus seimbang, beberapa tahun ini, Rey mengirim beberapa juta kepada saudara-saudaranya di rumah, dan adikmu hanya perlu 10 juta, masih merasa banyak?”
“Apakah ini bisa disamakan?” Emilia berargumen: “Keluarga Rey disana sangatlah miskin, sejak kecil Caesar juga memiliki kehidupan bagus, itu karena dia tidak belajar dengan baik, dan tidak bekerja dengan baik, sekarang dia seperti ini adalah perbuatannya sendiri. Sudahlah jika kamu memanjakannya, tetapi setidaknya tidak menarik putri dan menantumu masuk ke dalam, kan?”
“Kamu jangan membahasnya denganku lagi, 20 juta tetap 20 juta. Jika tidak memberikannya, lain kali kalian berdua tidak boleh masuk ke rumah lagi.” Ibu mertua berkata dengan tegas.
“Suamiku, kamu katakanlah sesuatu.” Emilia memanggil.
Aku terbatuk sejenak dan berkata: “Ibu, aku tidak keberatan memberikan 20 juta. Tetapi Caesar akan menikah minggu depan, kami berdua tidak memiliki tabungan, ketika gaji masuk juga hanyalah 14 juta lebih, lalu menyisahkan 6 juta untuk tunjangan hidup kami. Kamu lihat apakah seperti ini bisa, kami akan memberikan 10 juta terlebih dahulu, dan nantinya akan memberikan 10 juta lagi.”
“Hhu.” Ibu mertua mencibir: “Kamu sungguh pandai berbicara, bagaimana bisa memberi hadiah terpisah. Kalian carilah cara sendiri, intinya ketika Caesar menikah, kalian harus mengeluarkan 20 juta. Oh iya, masih ada sebuah hal, mulai besok Caesar akan sangat sibuk, juga tidak memiliki mobil sendiri, Rey, kamu pinjamkan mobilmu kepadanya beberapa hari.”
Aku melihat ke arah depan, melebarkan mata, ini sudah terlalu kejam. Sudahlah jika ingin uang, dan masih memiliki pemikiran tentang mobilku. Aku berani menjamin, jika mobil ini dipinjamkan kepada Caesar, setelah beberapa saat, mobil ini akan menjadi miliknya dengan bantuan Ibu mertua. Mobil ini dibeli dengan sebagian uang pemberian saat aku dan Emilia menikah, uang-uang itu masih menunggu kita untuk membayarnya nanti. Terlebih lagi, Ayah mertua yang menyuruh kami membelinya, juga termasuk peninggalan terakhir Ayah mertua untukku dan Emilia, bagaimanapun aku harus mempertahankannya.
Aku berkata: “Ibu, Caesar menikah, kamu mengatakan memberi 20 juta maka akan kami berikan, kami akan memikirkan cara untuk mendapatkannya. Tetapi masalah meminjam mobil, ini tidak bisa, sekolah mengatur urusan diluar gedung kepadaku belakangan ini, setiap hari aku perlu kemana-mana, tidak bisa tanpa mobil ini.”
“Hanyalah beberapa hari, juga bukan meminta mobilmu.” Kata Ibu mertua dengan tidak senang.
“Masih belum meminta, hanya tinggal direbut langsung.” Emilia berkata dengan terus terang.
“Hei, apa yang kamu bicarakan. Caesar adalah adikmu.” Ibu mertua mengkritik.
Emilia berkata: “Ibu, kalau begitu aku bertanya padamu, diantara Ayah dan Paman, kamu merasa Ayah lebih dekat denganmu, atau Paman yang lebih dekat denganmu?”
Ibu mertua tidak bisa menjawabnya. Ketika tiba di tempat parkir, Ibu mertua berkata dengan tegas: “Aku tidak peduli, kalian harus meminjamkan mobil ini kepada Caesar selama beberapa hari.”
Ketika turun dari mobil, aku melihat Caesar dan istrinya terburu-buru berlari kemari untuk membukakan pintu Ibu mertua, memapahnya turun dari mobil. Penampilannya terlihat sangat berbakti.
Ketika mengelilingi mall, Caesar dan istrinya terus berada disekitar Ibu mertua, membuat orangtua itu sangatlah senang. Aku, Emilia dan kakaknya mengikuti di belakang. Emilia membicarakan masalah 20 juta dengan Winda.
Winda berkata dengan datar: “Aku punya 4 sampai 6 juta, aku tidak bisa mengeluarkan 20 juta. Pokoknya, aku memiliki pendapat sendiri, terkait kalian berdua ingin bagaimana, kalian pikirkanlah sendiri.”
Emilia bertanya padaku lagi: “Suamiku, bagaimana dengan kita?”
“Nantinya bertindak sesuai keadaan saja.” Hal ini tidak bisa diatasi dalam sekejap. Emilia dan Winda adalah anak kandung Ibu mertua, tentu saja berani menyinggungnya, tetapi aku adalah menantu, dan terus mendapatkan kebaikan darinya dan Ayah mertua, aku tidak berani terlalu keras kepala. Inilah dinamakan mengambil keuntungan dari orang lain, tidak berani untuk menolak permintaannya.
“Bagaimana dengan mobil?” Emilia bertanya: “Nanti Ibu pasti akan memaksa kita untuk menyerahkan kunci. Kamu cepat pikirkan solusinya.”
Aku mengeluarkan kunci mobil, memberikannya ke Winda: “Kak, akan merepotkanmu.”
Winda mengambil kunci mobil, lalu memasukkannya ke dalam tas. Emilia mengedipkan mata, dan tersenyum, dia memahami rencanaku. Dia bertanya dengan suara kecil: “Suamiku, kapan kita memberitahu mereka bahwa kunci mobil kita hilang?”
“Saat pulang untuk mengemudi.” Kataku.
Emilia membuat postur OK, lalu mengejar Ibu mertua dan lainnya dengan ceria, tetapi ketika belari beberapa langkah, dia kembali lagi, dan masih menatap Winda dengan waspada. Winda mengerti jadi melangkah maju ke depan.
“Suamiku.” Emilia baru memanggil, telefonnya berdering. Dia mengeluarkan ponsel dan melihat, lalu hendak menutupnya, aku menoleh dan melihat adalah telefon dari Denny Teigen, aku menarik tangannya: “Cepatlah jawab.”
“Aku tidak mau menjawabnya.” Kata Emilia.
Aku sengaja berkata: “Apakah kamu takut?”
“Tidak.” Emilia menekan tombol menjawab, lalu meletakkan ponsel di telinganya, mengiyakan dua kali lalu menutup telefonnya.
Aku berkata lagi: “Masihlah takut?”
“Aku tidak.” Emia tampak sedih: “Bukankah aku telah menjawabnya dihadapanmu?”
“Lalu, mengapa kamu tidak berbicara.”
“Aku tidak ingin berbicara dengannya.”
“Tidak berani, kan.” Aku berani yakin bahwa mereka sering saling berhubungan, amarah dihatiku langsung menyala.
“Rey, kamu jangan bicara sembarangan, oke.” Emilia juga sedikit tidak senang.
Aku melepaskan tangannya yang dikaitkan ke lenganku, lalu berkata dengan serius: “Jika kalian ingin saling berhubungan maka lakukanlah, aku juga tidak bisa mengontrolnya. Hari ini tidak bisa pergi ke Biro Urusan Sipil, hari senin pergi jugalah sama.”
“Kamu.” Emilia menarikku: “Suamiku, kalau begitu, kamu katakanlah ingin bagaimana, jika tidak aku panggil Denny keluar, kami akan menjelaskannya langsung kepadamu.”
Aku menunjuk diriku, lalu menunjuk Emilia: “Kalian akan menjelaskan kepadaku, kalian dan aku. Oh, aku sudah mengerti. Sudahlah, kamu sudah berdiri di sisinya, tidak usah menjelaskannya lagi.”
“Bukan, bukan, aku bukan bermaksud begitu.” Emilia terus melambaikan tangan, berkata dengan tak berdaya: “Suamiku, maksudku, aku dan dia akan menjelaskannya kepadamu.”
Aku melihat ada banyak orang yang menatapi kami, jadi menyimpan kembali raut wajahku. Merangkul bahunya dan lanjut berjalan.
Di dalam mall, Caesar dan istrinya membeli banyak pakaian, semua dibayar oleh Ibu mertua. Emilia membeli dua rok untuk dirinya, juga membelikan dua set pakaian untukku. Dan masih merebut untuk membayar, perilakunya ini, disatu sisi membuatku merasa dia merasa bersalah, dan di sisi lain merasa perilaku menyanjungnya ini adalah rasa ketakutan.
Ketika berjalan di luar mall, Fenny menelefon, aku menjawabnya langsung dihadapan mereka. Fenny menanyakan kepadaku kapan akan mengundangnya makan, mereka semua memiliki waktu malam ini.
Aku berpikir sejenak lalu berkata malam ini saja.
Menutup telefon, melihat Emilia ingin berbicara, aku duluan berkata: “Jangan tanya lagi, murid-murid memiliki kegiatan malam ini, jadi menyuruhku untuk pergi berpartisipasi.”
“Aku juga mau pergi.” Kata Emilia.
“Untuk apa kamu pergi, semua adalah orang sekolah.” Aku menghentikannya.
Emilia menolak: “Mengapa aku tidak boleh pergi, aku setidaknya adalah istri dari guru mereka.”
Aku pasti tidak akan membiarkannya pergi, jadi mendekati telinganya dan berkata: “Apakah kamu bodoh, aku kebetulan mencari alasan untuk pergi. Apakah kamu ingin Ibumu mengejar kita sambil memarahi. Jika kita pergi bersama, Ibumu pasti akan menebak kita telah menyusun rencana dan sengaja menghindarinya. Jika kamu pulang dan dia memaksamu menyerahkan kunci mobil, maka kamu biarkan dia memintanya kepadaku. Kamu harus membantu rencanaku.”
Setelah aku selesai berbicara, Emilia mengangguk.
Ketika berjalan ke tempat parkir di luar mall, aku mencari di seluruh tubuhku, dan tidak menemukan kunci mobil. Ibu mertua menatapku dengan mengerutkan alis, sangat jelas sedang curiga padaku. Emilia bekerja sama dengan baik, dia mendorongku sekali dan berkata: “Jangan cari lagi, bukankah hanyalah sebuah kunci, nanti ke toko mobil lalu membuat satu kunci saja sudah bisa. Bukankah kamu memiliki urusan mendesak di sekolah, kamu cepatlah pergi.”
Aku yang berpenampilan panik, segera menyerahkan barang ditanganku kepada Emilia: “Kalau begitu, kalian pulang dengan naik mobil kakak saja, aku akan pergi dulu.”
“Rey, kamu.” Ibu mertua segera memanggil.
Aku sambil berlari sambil menoleh dan berkata: “Ibu, katakan saat aku kembali saja.”
Aku naik ke sebuah taksi dan pergi. Ini masih terlalu awal, aku berpikir sejenak lalu menyuruh supir ke sekolah, setelah turun dari mobil, aku langsung menelefon Cherry Onsu, kemudian langsung pergi kesana.
Yang membukakan pintu untukku adalah Fenny. Aku berkata dengan bercanda: “Fenny, mengapa dimana-mana ada kamu.”
“Mengapa tidak boleh ada aku.” Fenny berkata sambil tersenyum: “Cherry sudah menjadi istriku, aku tentu saja harus bersamanya setiap hari.”
“Jangan bicara sembarangan, oke.” Cherry Onsu berlari kemari, tersenyum malu-malu: “Rey, kamu sudah datang.”
Fenny memeluk Cherry, lalu menggoda: “Istriku, kamu jangan bermesraan dengannya dihadapanku, aku akan cemburu.”
“Pergi sana.” Cherry Onsu melepaskan tangannya, lalu menarik tanganku: “Rey, cepatlah masuk.”
Masuk kedalam ruangan, Cherry Onsu melihat Fenny menatapi tangan kami berdua, dia segera melepaskannya.
Novel Terkait
Cinta Yang Berpaling×
- Bab 1 Mempelai Perempuan Menghilang
- Bab 2 Pengganti
- Bab 3 Kesalahpahaman Pertama
- Bab 4 Pemeriksaan Kamar
- Bab 5 Keluarga
- Bab 6 Meminjam Uang
- Bab 7 Pertemuan Kembali Dengan Cinta Pertama (1)
- Bab 8 Pertemuan Kembali Dengan Cinta Pertama (2)
- Bab 9 Mabuk
- Bab 10 Canggung
- Bab 11 Dinas
- Bab 12 Curiga
- Bab 13 Keadaan Darurat
- Bab 14 Kecelakaan 1
- Bab 15 Kecelakaan 2
- Bab 16 Bangga
- Bab 17 Tamu Tidak Diundang
- Bab 18 Salah Paham
- Bab 19 Pipi Yang Berlinangan Air Mata
- Bab 20 Tersesat
- Bab 21 Bercerai
- Bab 22 Bercerai? (2)
- Bab 23 Tidak menjawab telefon
- Bab 24 Tidak menyukai (1)
- Bab 25 Tidak menyukai (2)
- Bab 26 Hal yang tidak berarti
- Bab 27 Dekat
- Bab 28 Perjodohan
- Bab 29 Pemikiran lain
- Bab 30 Membingungkan
- Bab 31 Tidak Boleh Sembarangan Melihat
- Bab 32 : Kebohongan Putih
- Bab 33 Menyatakan Perasaan
- Bab 34 Bercerai Tanpa Membawa Harta
- Bab 35 Tidak Akan Menyerah
- Bab 36 Urusan Rumah Sulit Diselesaikan
- Bab 37 Diberi Hati Minta Jantung
- Bab 38 Serangan Balasan
- Bab 39 Sulit untuk dijelaskan
- Bab 40 Panggilan Video