Cinta Yang Berpaling - Bab 20 Tersesat

“Tidak.”Emilia menepis tanganku.

Aku menyeretnya secara paksa masuk ke kamar tamu. Emilia yang menutup pintu terus menangis. Aku memeluknya dengan erat, Emil meronta beberapa kali, dan aku hanya bisa melepasknya. Aku berkata: “Sekarang jangan katakan apa pun, dengarkan aku berbicara.”

Aku menjelaskan apa yang terjadi pada Emilia secara rinci. Ketika aku selesai berbicara: “Emil, apakah kamu sudah mendengarnya, apa yang aku katakan itu benar. Kalau aku melakukan hal senonoh dengan kakakmu, aku tidak akan melakukannya saat ini. Bukankah itu sama saja dengan aku mencari mati.”

“Kalian memang sedang mencari mati.”Emil masih tidak dapat mendengar penjelasanku: “Kalian tidak perlu takut pada apapun sekarang. Bukankah kalian ingin mencari kesempatan membiarkanku menyadari tindakan tercela kalian? Lalu memaksaku cerai denganmu, kemudia kalian bisa bersama.”

Aku berkata kepada Emil: “Begini saja, kamu biarkan kakakmu mengatakan sekali lagi, lihat apakah ada ketidaksesuaian antara apa yang kita katakan, kalau ada, anggap kami memiliki hubungan, kalau tidak ada, kamu harus mempercayai kami.”

“Kalau begitu jawab pertanyaanku dulu?”ucap Emilia.

“Tanyakanlah.” aku mengangguk.

Emilia berkata: “Hp kakakku dijambret, bagaimana kamu menghubunginya.”

Aku mengaku: “Sebelum pergi tidur, aku meneleponnya. Bukankah kalian mengusirnya keluar, lalu dia tidak pulang ke rumah, aku khawatir padanya, jadi meneleponnya, selanjutnya kamu tahu apa yang terjadi.”

“Bagaimana aku mempercayaimu.” Air mata Emilia mengalir deras.

Aku menyeka air matanya dan berkataku: “Emil, pikirkan kembali, kala itu kamu memandang rendah diriku, dan aku, meninggalkan pacar cinta pertamaku dengan kejam, susah payah mengejarmu selama dua tahun dan akhirnya kita bisa bersama, tapi kamu malah begitu dingin padaku, sampai setengah tahun sebelum menikah, kamu baru bersikap lebih baik padaku, pada hari pernikahan kamu menghilang, adakah aku memarahimu? Sampai sekarang aku tidak tahu kemana kamu pergi sebelum menikah. Bahkan saat kita pertama kali berhubungan, aku tidak melihat apa yang aku harapkan. Pernahkah aku bertanya padamu? Selain sedih, aku hanya ingin melewati rintangan ini dengan tenang, tidak ingin memikirkan masalah ini lagi. Aku sangat mencintaimu dan memperlakukanmu dengan sangat baik. Apakah kamu masih tidak percaya padaku?”

Emilia mengedipkan matanya, ekspresinya meredup. Dia berkata dengan takut: “Sembarangan, mana ada aku tidak baik padamu. Bukankah aku memberikan malam pertamaku padamu. Aku sudah sakit seperti itu, kamu masih tidak bisa melihatnya, aku berdarah, apakah kamu tidak melihatnya?”

Aku mengayunkan tangan: “Sudahlah, ini semua sudah berlalu, tidak peduli faktanya seperti apa, kita tidak akan membahas ini lagi. Selesaikan masalahku dengan kakak lebih dulu, ok?”

Emilia mengangguk: “Baiklah, aku akan berbicara dengan kakak.”

Melihat Emilia menyetujuinya dengan gampang, hatiku sedih, bukankah ini pertanda hati nuraninya merasa bersalah? Dari karakternya dan pertanyaanku, dia pasti merasa bersalah. Emilia mungkin benar-benar membohongiku.

Aku merokok tiga batang rokok di kamar, Emilia mendorong pintu masuk, mengulurkan tangan dan menyambar rokokku, lalu berkata dengan jijik: “Baunya sangat menyengat, jangan merokok lagi.”

Aku berkata: “Aku tidak membohongimu, kan.”

“Mana tahu.”ucap Emilia, nadanya jauh lebih baik: “Kamu ikut aku keluar.”

Winda dan Anna duduk di ruang tamu. Emilia minum seteguk air dan berkata: “Aku tumbuh begitu besar, tidak pernah begitu sedih seperti hari ini. Bagaimana pun aku tidak menyangka suamiku dan kakakku akan melakukan hal tidak terpuji padaku……Tapi, kalau kalian ingin aku tidak mempermasalahkan masalah ini, kalian harus menyetujui satu syaratku.”

“Katakanlah.”ucapku bersamaan dengan Winda.

Emilia melototi kami berdua: “Kalian tidak boleh bertemu lagi.”

Kami semua memandang Emilia dengan terkejut. Dia berkata: “Katakanlah kalian menyetujuinya tidak?”

Winda berkata: “Tidak bertemu ya tidak bertemu.”

Melihat dia berkata begitu, aku tidak ingin masalah ini berlanjut, jadi aku mengangguk.

Emilia menatapku dan berkata: “Rey, kalau kamu bertemu Winda lagi, akta kepemilikan rumah hanya bisa menulis namaku seorang, ke depannya berikan semua gajimu padaku. Apakah kamu setuju?”

“Bagaimana kalau sesekali bertemu di gang?”Kalau aku menyetujui permintaannya yang tidak masuk akal, bukankah ke depannya aku harus tunduk padanya.

Emilia berpikir sejenak: “Ini tidak termasuk, tapi kamu bisa menghindarinya.”

Aku menjawab: “Sebisa mungkin akan aku penuhi permintaanmu.”

“Baiklah.”Emilia mengibas rambutnya: “Bu, ka……Winda, kalian pulanglah. Untuk sementara masalah ini sudah berakhir.”

“Benar sudah berakhir?”Anna tampak terkejut.

Aku berpikir dalam hati, maksud Anna sepertinya berharap aku dan Emilia bercerai.

Setelah Anna dan Winda pergi, Emilia menarikku ke kamar, dan langsung menelanjangi dirinya, lalu datang membantuku membuka pakaian.

“Emil, apa yang kamu lakukan?”tanyaku tidak mengerti.

Emil berkata: “Bukankah kamu mengatakan dirimu tidak melakukan hal tidak terpuji padaku, setidaknya kamu harus mempunyai bukti. Malam ini jangan berpikir untuk tidur.”

Ternyata dia ingin menggunakan metode ini untuk menguji apakah aku benar-benar melakukan hubungan dengan Winda. Tapi keributan malam ini, membuat diriku tidak bisa bersenang-senang.

Kami berdua berusaha keras cukup lama, tapi tetap tidak bisa. Ini membuatku sangat canggung, kalau tidak bisa, di mata Emilia pasti menganggapku berhubungan dengan Winda.

Usaha tidak membuahkan hasil, Emilia mendorongku menjauh dan mulai menangis. Saat ini mengatakan kata-kata apa pun juga tidak berguna.

Kita berdua semalaman tidak bisa tidur. Setelah Emilia bangun dia langsung pergi. Aku meneleponnya beberapa kali, tapi dia tidak menjawabnya.

Sore harinya, aku pergi ke sekolah untuk menjemputnya, tapi dia malah mengirim pesan mengatakan malam ini ada janji dengan teman. Siapa suruh aku merasa bersalah, hanya bisa mengikuti maunya.

Sangat membosankan sendirian di rumah pada malam hari, menunggu Emilia pulang hingga larut malam, tapi dia tidak kunjung pulang, hingga akhirnya aku tidur lebih dulu. Malam hari aku terbangun beberapa kali, dan tidak kunjung melihat dirinya, aku meneleponnya tapi hp-nya dimatikan. Saat ini hatiku tidak bisa menebak, melainkan sedih.

Ketika bangun di pagi hari, Emilia juga tidak kunjung pulang, aku hanya bisa berangkat kerja seorang diri. Selama satu minggu penuh, Emilia tidak pernah muncul di hadapanku, tapi ketika aku tidak ada di rumah dia pulang beberapa kali, mengambil baju dan beberapa barang lainnya.

Pada Jumat malam, Fenny menelepon, sebelumnya dia sudah mengajakku makan dan bernyanyi beberapa kali, aku menolaknya, pertama ingin mengurangi kontak dengan Cherry, yang kedua bertengkar dengan Emilia seperti ini, membuatku tidak ada mood untuk bermain.

Tapi kali ini teleponnya membawakan berita yang membuat pikiranku meledak. Fenny buru-buru berkata: “Rey, kamu dimana. Cepat datang ke Restoran Western Praha, aku melihat istrimu makan bersama seorang pria.”

Aku kira diriku salah dengar, lalu menanyakan sekali lagi. Fenny buru-buru berkata: “Cepat datang, aku bantu kamu melihatnya.”

Aku bergegas pergi, sesampai di depan pintu restoran, aku menelepon Fenny, Fenny memberitahuku mereka di meja no 15.

Aku bertanya kepada pelayan, lalu dia menunjukkan padaku meja no 15, aku berjalan beberapa langkah ke depan, melihat Emilia berbicara penuh tawa dengan seorang pria. Setelah dilihat lebih cermat, pria itu adalah Dekan Wang di sekolah mereka. Pemandangan ini membuatku marah dan bergegas menghampiri mereka. Tapi aku yang baru berjalan dua langkah sudah dihalangi, aku menoleh melihat orang itu ternyata Fenny. Dia menarikku duduk di meja mereka. Mereka bertiga, ada Cherry dan seorang teman mereka.

Fenny memberiku ide dan berkata: “Rey, kamu bodoh ya. Apa gunanya kamu bergegas ke sana.”

Aku berkata dengan marah: “Dia sudah seperti ini, menurutmu apa yang bisa aku lakukan?”

Fenny berkata: “Mereka sedang makan, selain makan, apakah kamu melihat hal lain?”

Aku menggelengkan kepala, Fenny berkata: “Kalau begitu benar, lalu apa gunanya kamu pergi ke sana sekarang.”

“Lalu menurutmu apa yang harus aku lakukan?”Aku benar sangat ingin memukul pria itu.

Sejak awal Fenny sudah memiliki ide: “Pantau mereka dulu, tangkap pencuri harus ada barang bukti, tangkap perselingkuhan harus ada pasangan perselingkuhan, hal seperti ini saja kamu tidak mengerti.”

“Rey, kamu jangan terlalu gegabah. Ini tidak baik untukmu dan Emilia.”ucap Cherry membujuk.

Aku mengangguk, dan menatap meja mereka.

Fenny berdiri dan berkata: “Jangan duduk di sini membiarkan mereka melihatmu, salah-salah mereka datang menangkapmu dan Cherry.”

“Ada apa denganku.”tanya Cherry tidak senang.

Fenny langsung berkata: “Kalian cinta pertama.”

“Sudah jaman apa kamu masih mengatakan ini.”Ucap Cherry mengulurkan tangan memukulnya.

Fenny memintaku dan Cherry menunggu di dalam mobil, lalu meminta temannya yang berada di restoran memantau mereka. Kita menunggu di dalam mobil selama satu jam, teman yang berada di dalam restoran menelepon Fenny melaporkan situasi di dalam. Suasana hatiku sangat kacau. Aku harap mereka hanya makan malam saja, kalau pada akhirnya tidak seperti yang aku harapkan, mungkin pernikahan ini akan berakhir di sini.

Setelah satu jam, teman itu menelepon, mengatakan mereka sudah membayar tagihan dan keluar, lalu meminta kita mengawasinya. Emilia naik ke mobil Denny, setelah mereka jalan, Fenny mengikuti dari belakang.

Ketika mobil mereka berhenti di sebuah hotel, aku benar-benar putus asa. Fenny juga sangat marah, dia berkata: “Rey, aku panggil beberapa orang datang. Memukul pria itu dengan kejam.”

Aku mengayunkan tangan, menelepon Emilia. Aku melihatnya mengeluarkan hp saat berjalan ke hotel. Setelah melihat sekilas, dia mematikan telepon.

Aku mengirim pesan: “Mari kita cerai.”

Emilia menundukkan kepala melihat pesan itu, lalu tertegun di tempat. Fenny juga menelepon, meminta temannya membawa beberapa orang datang.

Denny yang melihat Emilia tertegun, dia mendekat dan mengatakan sesuatu padanya. Emilia menggelengkan kepala. Denny tersenyum dan meraih tangan Emilia masuk ke dalam hotel.

Kemarahan yang menimbulkan keputusasaan tidak bisa diredam. Aku keluar dari mobil, bergegas menghampiri mereka, Cherry mengikuti dan mencoba menghentikanku, tapi aku mendorongnya. Fenny berlari ke depan menghentikanku: “Rey, jangan bodoh. Kamu dosen, harus mempertimbangkan citra dirimu sendiri.”

Aku berkata dengan marah: “Sudah seperti ini, masih memikirkan citra sendiri. Aku benar ingin memukulnya.”

Fenny berusaha sekuat tenaga membujukku dan berkata: “Rey, dengarkan aku. Nanti kamu tidak perlu muncul, tunggu beberapa temanku datang, biarkan mereka yang memukulnya. Kita sudah ditindas, tidak boleh ditindas lagi, dia begitu muda sudah menjadi Dekan, keluarganya pasti memliki latar belakang. Kamu susah payah datang dari pegunungan, kalau karena ini kehilangan pekerjaan, bagaimana dengan dirimu. Percayalah, kami pasti akan membuatnya menderita.”

Apa yang dikatakan Fenny sangat masuk akal, tapi aku tidak dapat mendengarkan sepatah kata pun saat ini. Sebagai seorang pria, tidak ada dendam yang lebih besar dibanding istri selingkuh. Aku mendorong Fenny menjauh, ketika aku hendak melangkah, aku melihat Emilia mendorong Denny dan berbalik, lalu pada saat yang sama hp-ku berdering.

Begitu aku melihatnya ternyata telepon dari Emilia, aku tidak menjawabnya. Melihat Emilia berbalik, kemarahan di hatiku berkurang, aku berkata pada Fenny: “Masalah memberi pelajaran kepada pria itu serahkan padaku. Aku pulang dulu.”

“Semua sudah dipersiapkan dengan baik.”Ucap Fenny sangat percaya diri.

Aku melirik Cherry sekilas, lalu mengucapkan selamat tinggal dan pergi. Aku naik taksi dan terus mengikuti mobil Emilia. Hp di dalam mobil terus berdering, Emilia terus meneleponku, dan aku menekan tombol diam.

Novel Terkait

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
5 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
4 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu