Cinta Yang Berpaling - Bab 22 Bercerai? (2)
Sekitar satu jam kemudian, Emilia sudah pulang bersama Ibu mertua, Caesar dan istirnya. Tangan Caesar masih membawa sayuran, dan tangan Emilia ada sebuah kotak makanan lalu meletakkannya didepanku: “Suamiku, apakah sudah lapar, aku ada membelikan sarapan untukmu.”
Aku mengambil dan memakannya, tidak mengatakan apapun. Aku ingin melihat bagaimana mereka sekeluarga akan membereskanku lagi hari ini.
Ibu mertua berjalan ke arah dapur, sambil berkata: “Aku yang akan memasak siang ini, kalian para anak-anak jangan ikut campur.”
Aku memandang Ibu mertua dengan terkejut, apa maksudnya?
Caesar dan istrinya sedang bermain-main di sofa sebelah, aku sengaja bertanya dengan mengkritik: “Caesar, mengapa kamu masih tidak pergi bekerja? Kamu sudah menikah, dan anak juga sudah lahir, bagaimana kamu menghidupi keluarga.”
Caesar dan Lilis berhenti, Caesar berkata: “Apakah hal ini masih perlu kamu yang mengatakannya, Bibi telah mencari relasi untuk mencarikan pekerjaan untukku.”
“Kamu…sudah bekerja.” Aku berpura-pura menghina: “Bisakah menjamin kerja sampai seminggu?”
Ekspresi wajahnya sedikit tidak senang: “Rey, mengapa kamu menggunakan pandangan lama melihatku. Aku beritahumu, dulu aku masih kecil, tidak pengertian. Kemampuanku masihlah sangat kuat, jika menemukan pekerjaan yang layak, kamu akan segera mengetahui kemampuanku.”
Aku berkata: “Kalau begitu, aku harus menunggu.”
Dia menoleh lalu lanjut bermain dengan Lilis.
Emilia duduk disampingku, berkata sambil tersenyum: “Suamiku, ayo kita pergi berbelanja bersama sore nanti. Setelah menikah, kita masih belum pernah membeli pakaian.”
Aku tidak menjawab apa yang ditanyakannya: “Sepertinya kekurangan seseorang dirumah?”
Emilia melebarkan mata besarnya, mencubitku diam-diam: “Apa maksudmu?”
Aku sengaja membuatnya kesal, berkata: “Aku pergi panggil Ibu untuk keluar, lalu memberitahunya apa yang sudah selesai kita bahas semalam.”
“Kamu.” Emilia marah, tetapi ekspresinya langsung berubah menjadi lembut, dia menggengam pakaianku, lalu berkata di telingaku dengan suara kecil: “Kamu kejam.”
Setelah dia melepaskanku, melihatku akan bangkit, dia menarikku dengan erat dan berkata: “Kamu jangan pergi, aku akan pergi menelefon, oke?”
Aku mengangguk, dan kembali duduk. Bahkan ini sudah bisa ditahannya, tampaknya dia tidak akan mau bercerai denganku.
Setelah Emilia pergi ke ruangan belajar selama beberapa menit, dia keluar menarikku dan berkata: “Keluar denganku sebentar.”
Setelah keluar, Emilia berkata: “Winda tidak mau datang, ayo kita pergi menjemputnya saja.”
Ketika tiba di rumah Ibu mertua, Winda membukakan pintu untuk kami, ketika saling memandang, sedikit canggung. Meskipun hanya beberapa hari berlalu, Winda terlihat sangat jelas lebih kurusan, tulang selangka terlihat jelas seperti di asah oleh pisau, sepasang kaki panjang terbuka di bawah rok yang tak beraturan, dan terlihat semakin lurus. Aku tidak tahu apakah ini disebabkan oleh kejadian kami saat itu.
Emilia pergi menariknya: “Winda, pergilah ke rumah kami, aku tidak mempermasalahkan hal itu lagi, kita masih sama seperti dulunya.”
Winda berkata dengan suara kecil: “Kami memanglah tidak ada apa-apa.”
Aku juga membujuk: “Kak, kamu pergilah, jika kamu tidak pergi, seseorang malah akan mengira kita berdua ada hubungan.”
Winda berkata sambil tersenyum: “Hal yang tidak ada, apa yang perlu kutakutkan, ayo pergi.”
Dalam perjalanan hingga tiba di rumah kami, kami bertiga tidak mengucapkan sepatah kata pun. Didalam hati Emilia masihlah sedikit tidak senang.
Menjelang siang hari, sekeluarga Bibinya Emilia baru datang. Bibinya Emilia memiliki 2 putra, dihadapan Keluarga Tanjung selalu menganggap diri mereka lebih tinggi, biasanya juga tidak begitu berhubungan. Ketika makan, Bibinya Emilia terus mengatakan dirinya telah memiliki 2 cucu laki-laki, dan 1 cucu perempuan.
Ibu mertua mendengarnya, hatinya pasti merasa tidak nyaman, perkataan ini jelas ditujukan untuk mereka. Tetapi kali ini Ibu mertua berkata dengan tidak lemah: “Aku juga lumayan, segera menikmati kehidupan bahagia dengan cucu sepertimu.”
Bibi melihat ke arah Emilia, berkata: “Kenapa, Emilia begitu cepat sudah hamil.”
Ibu mertua mengangguk: “Baru saja hamil, dan juga keponakan kami.” Ibu mertua menunjuk Caesar dan berakta: “Keponakan sama seperti putra sendiri. Mereka berdua akan segera menikah, juga sudah hamil. Aku sudah mencari master untuk menghitungnya, semuanya adalah anak laki-laki.”
Aku dan Emilia saling memandang, berpikir dalam hati Ibu mertua sudah terlalu dini mengucapkannya, jika setelah 9 bulan Emilia belum melahirkan anak, bukankah dirinya yang akan malu?
Bibi berkata dengan sinis: “Perkataan peramal tidak bisa dipercaya, dulu orangtua kita pergi mencari peramal untuk meramal nasib kita berdua, dan dia mengatakan nasibmu bagus, nasibku tidak bagus, tetapi bukankah aku selalu melewati kehidupan yang lumayan, hanya saja suamiku melakukan bisnis, kakak ipar hanya menjadi pejabat. Jadi, apakah itu cucu laki-laki atau perempuan, harus menunggu dilahirkan baru dapat dipastikan.”
Menantu pertama bibi juga membantu mertuanya berkata: “Bibi, meskipun semuanya adalah anak laki-laki, tetapi satu adalah cucu dari keponakan, dan satunya lagi adalah cucu luar.”
Ibu mertua di buat kesal dengan perkataan ini, menunjuk Emilia dan aku, lalu berkata: “Ketika anak mereka berdua lahir, akan ikut marga keluarga kami, dan anak Caesar walaupun cucu dari keponakan, tetapi dia juga anggota keluarga Tanjung, tidak ada bedanya.”
“Benar, nanti anakku dan Rey akan ikut margaku.” Emilia segera membantu Ibu mertua.
Novel Terkait
Waiting For Love
SnowHusband Deeply Love
NaomiCinta Pada Istri Urakan
Laras dan GavinPria Misteriusku
LylyGet Back To You
LexyThe Revival of the King
ShintaLelah Terhadap Cinta Ini
Bella CindyPejuang Hati
Marry SuCinta Yang Berpaling×
- Bab 1 Mempelai Perempuan Menghilang
- Bab 2 Pengganti
- Bab 3 Kesalahpahaman Pertama
- Bab 4 Pemeriksaan Kamar
- Bab 5 Keluarga
- Bab 6 Meminjam Uang
- Bab 7 Pertemuan Kembali Dengan Cinta Pertama (1)
- Bab 8 Pertemuan Kembali Dengan Cinta Pertama (2)
- Bab 9 Mabuk
- Bab 10 Canggung
- Bab 11 Dinas
- Bab 12 Curiga
- Bab 13 Keadaan Darurat
- Bab 14 Kecelakaan 1
- Bab 15 Kecelakaan 2
- Bab 16 Bangga
- Bab 17 Tamu Tidak Diundang
- Bab 18 Salah Paham
- Bab 19 Pipi Yang Berlinangan Air Mata
- Bab 20 Tersesat
- Bab 21 Bercerai
- Bab 22 Bercerai? (2)
- Bab 23 Tidak menjawab telefon
- Bab 24 Tidak menyukai (1)
- Bab 25 Tidak menyukai (2)
- Bab 26 Hal yang tidak berarti
- Bab 27 Dekat
- Bab 28 Perjodohan
- Bab 29 Pemikiran lain
- Bab 30 Membingungkan
- Bab 31 Tidak Boleh Sembarangan Melihat
- Bab 32 : Kebohongan Putih
- Bab 33 Menyatakan Perasaan
- Bab 34 Bercerai Tanpa Membawa Harta
- Bab 35 Tidak Akan Menyerah
- Bab 36 Urusan Rumah Sulit Diselesaikan
- Bab 37 Diberi Hati Minta Jantung
- Bab 38 Serangan Balasan
- Bab 39 Sulit untuk dijelaskan
- Bab 40 Panggilan Video