Cinta Yang Berpaling - Bab 19 Pipi Yang Berlinangan Air Mata
Emilia menatapku dan berkata: “Wwuwuu……apalagi yang ingin kamu jelaskan. Kalian berdua begitu lama di dalam toilet, dan memakai baju tidur, kamu mengatakan kalian berdua tidak melakukan apa-apa, siapa yang percaya. Dia mundur selangkah berkata, sekalipun kalian berdua sudah memikirkannya dengan baik, kalian juga tidak perlu begitu buru-buru, dan melakukannya di rumah kami. Kalian bahkan tidak bisa menghindarinya dariku?”
Winda sedikit kesal: “Emil, katakan saja, apa yang kamu inginkan?”
Emilia mengulurkan tangan memukulnya: “Kamu melakukan hal tidak terpuji pada adikmu sendiri, masih bertanya padaku apa yang aku inginkan. Apakah kamu ingin kami berdua cerai sekarang dan mengabulkan keinginan kalian.”
Aku pergi menghentikan Emilia: “Emil, kalau ada apa-apa katakan baik-baik jangan main tangan. Sekalipun salah, aku juga ada salah, dan tidak ada hubungannya dengan kakakmu.”
“Kamu……wuwuwuu.”Emilia menangis lebih keras: “Rey, kamu masih membelanya……kenapa kamu seperti ini padaku. Kamu mengejarku dua tahun, kita pacaran dua tahun, apakah itu semua demi mendapatkan hasil seperti hari ini?”
“Bisakah kamu mendengar penjelasan kami sebentar.”aku meninggikan suaraku: “Kalau aku ingin memiliki hubungan dengan kakak, apakah perlu aku menikah denganmu? Biasanya kamu sangat pintar, kenapa sekarang logika sedetail ini tidak terpikirkan.”
Emilia mungkin sudah lelah menangis, jadi tidak menangis lagi, dia terisak, berkata: “Rey, apakah aku bodoh? Sekalipun sebelum kita menikah kamu menyukai kakakku, tapi ayah memintamu menikahiku, beranikah kamu mengatakan orang yang kamu sukai adalah kakakku? Sekarang ayahku sudah meninggal, kalian berdua tidak perlu takut lagi. Tentu saja, bisa melakukan apa yang ingin kalian lakukan.
Aku tidak bisa tertawa atau menangis dihadapkan dengan pemikirannya yang tidak masuk akal. Terlebih aku tidak berbuat hal buruk, jadi tidak ada yang perlu ditakutkan. Aku berkata: “Sudah aku katakan padamu, dan kamu tidak percaya. Tunggu ibu datang, baru kita bicarakan baik-baik.”
“Rey, berikan aku sebatang rokok.”ucap Winda mengulurkan tangan.
Setelah aku menyalakannya baru memberikan kepadanya. Tindakan kecil sepele ini membuat Emilia gerang. Dia bertanya bagaimana bisa aku memberikan rokok yang sudah dinyalakan kepada Winda, tindakan ini terlalu mesra, sama dengan ciuman tidak langsung, dan sengaja bermesraan di hadapannya.
Winda berkata dengan kesal: “Kamu terlalu banyak menonton Detektif Conan.”
Setelah bel pintu berdering, Emilia segera membukakan pintu, memeluk Anna menangis tersedu-sedu, menceritakan “Pencabulan”ku dengan Winda. Caesar mendengar beberapa patah kata dari samping, lalu bergegas menghampiriku, berteriak: “Rey, brengsek kamu, pamanku memberikan putri bungsunya yang baik kepadamu, kamu masih tidak puas, malah ingin memiliki kak Winda juga. Aku akan memukulmu sampai mati hari ini.”
Di rumah ini, aku masih menghormati Anna, tapi aku tidak perlu segan pada Caesar, ketika dia maju, aku menyandungnya jatuh ke lantai, lalu dengan cepat naik ke atas untuk menghentikannya.
Caesar meronta, ingin melawan: “Rey, lepaskan aku. Aku beritahu kamu ya, aku mempunyai banyak teman preman. Tiba saatnya akan menghancurkanmu sampai berkeping-keping.”
“Rey, lepaskan suamiku.”Lilis ingin membantu.
Winda mendorongnya: “Kamu jangan ikut campur, tidak akan dipukul mati.”
“Rey, lepaskan Caesar.”teriak Anna dengan keras.
Aku langsung bangkit, dan Caesar juga bangkit, lalu berkata dengan tidak senang: “Rey, kalau bukan karena persiapanku kali ini tidak cukup, kamu tidak mungkin bisa mengalahkanku.”
Aku menunduk menyeringai. Anna meminta kami semua duduk.
Anna berkata: “Rey, Winda, apa benar yang dikatakan Emil tadi?”
Aku belum berbicara, Winda sudah menjawab: “Selain kami berdua kepergok berduaan di dalam kamar mandi semuanya bohong.”
Anna seperti mengerti dan menganggukkan kepala, berkata: “Aish, yang artinya benar yang dikatakan Emil. Rey, aku tanya padamu, sejak kapan kamu menyukai Winda.”
Pertanyaan ini membuatku tercengang, aku menatap Winda, lalu menatap Anna: “Bu, aku tidak menyukai kakak. Kami berdua tidak ada hubungan apa-apa. Malam ini benar-benar salah paham. Bisakah kamu mendengarkanku menjelaskan dengan baik?”
“Jangan jelaskan lagi.”Anna melambaikan tangan, berkata: “Aku pikir aku sudah mengetahui kebenarannya dengan baik. Aku sangat sedih. Ayah kalian baru pergi, kalian sudah berbuat hal seperti ini. Aku bahkan tidak berani percaya, tapi fakta adalah fakta, aku tidak mengakuinya juga tidak bisa.”
“Kalian ibu dan anak, benar-benar deh.”Winda berkata dengan putus asa: “Karena kalian berdua tidak mendengarkan penjelasan kami sama sekali, aku hanya bisa mengakuinya. Katakanlah, apa yang ingin kalian lakukan.”
Aku memandang Winda dengan heran, kenapa menyerang balik.
Aku tidak ingin menanggung tuduhan yang tidak beralasan dan dengan cepat menjelaskan: “Kak, jangan bicara sembarangan. Hal ini tidak ada sama sekali. Bu, Emil, aku perlu menjelaskan dengan serius sekali lagi kepada kalian.”
“Apa yang perlu kamu jelaskan, apakah mereka memberikanmu kesempatan untuk menjelaskan, sekalipun kamu menjelaskannya, akankah mereka percaya?”ucap Winda.
“Bu, kamu sudah mendengar semuanya.”Emilia kembali menangis: “Winda sudah mengakuinya. Apa yang harus aku lakukan……wuwuwuuuu.”
“Jangan menangis, bukankah masih ada aku?”ucap Anna dengan keras. Saat ini, dia tidak lagi semarah ketika masuk tadi. Lalu berkata kepadaku dan Winda: “Rey, kala itu ayahmu bersikeras ingin menikahkanmu dengan Emil. Tapi menurut niatku, ingin menikahkan Winda padamu. Tapi ayahmu mengatakan, Winda pernah menikah dan lebih tua darimu beberapa tahun, tidak cocok denganmu. Lebih cocok dengan Emil.”berbicara tentang ini, Anna berhenti sejenak: “Sekarang tampaknya ini semua kesalahan ayah kalian, kalau mengikuti niatku, tidak akan terjadi hal seperti ini.”
Setelah Anna selesai berbicara padaku, dia berkata kepada Winda: “Win, aku pernah mengatakan masalah ini padamu, dan kamu menyetujuinya. Kemudian ayahmu mengatakan tidak boleh, dan kamu juga tidak mengatakan apa-apa. Tanpa diduga, kamu menganggap serius masalah ini. Kalau kalian berdua ingin bersama, kenapa tidak katakan dari awal, ayahmu juga tidak akan menentangnya. Sekarang kalian ingin bersama, bukankah ini sama saja dengan melukai Emil? Karena sudah seperti ini, aku hanya bisa berbuat seperti ini. Emil dan Rey kalian bercerailah, rumah ini diberikan kepada Emil, anggap sebagai kompensasi. Rey yang menghilangkan uang, tentu saja hanya Rey seorang yang membayarnya. Terkait masalah kalian berdua, aku tidak peduli. Winda ke depannya jangan tinggal di rumah lagi.”
“Keluarga Tanjung dibuat malu olehmu, atas dasar apa kamu berhak tinggal di rumah lagi.”Caesar menambah api di saat yang tepat.
“Apakah sudah giliranmu berbicara?”Winda menatap Caesar dengan jijik.
“Kalian jangan bicara lagi.”Emil bangkit, berkata: “Aku tidak mungkin melepaskan mereka berdua begitu saja.”
“Lalu apa yang ingin kamu lakukan?”tanya Anna.
Emilia menggelengkan kepala: “Aku juga tidak tahu, yang jelas masalah ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.”
Anna tidak berkata apa-apa. Dalam sekejap semua orang terdiam beberapa saat. Aku yang menjadi tersangka, dan juga seorang pria di rumah, masalah ini harus diselesaikan olehku baru bisa. Aku memberikan ide dan berkata: “Aku pikir sekarang semuanya perlu tenang sebentar, hari ini mari kita istirahat, besok setelah pulang kerja baru kita bicarakan baik-baik. Aku pikir masalah ini tidak rumit, kita bisa menyelesaikannya dengan baik.”
“Oke begitu saja.”Anna bangkit: “Kita pulang dulu, Emil juga ikut kita pulang.”
“Aku tidak ikut.”Emilia berkata: “Kalau aku pergi, mereka berdua bisa melakukan apa pun yang ingin mereka lakukan.”
“Kalau begitu aku yang pergi.”Winda menyisir rambut panjangnya, lalu bangkit dan pergi.
“Kak.”Aku berteriak.
“Kamu sangat mengkhawatirkan dia bukan?”Emilia berlari menarikku dan bertanya:“Kamu tidak boleh pergi bersamanya.”
Anna berkata kepada Caesar: “Kalian berdua juga pulang tidur, malam ini aku tidak pulang.”
Setelah mereka pergi, Anna menarik Emilia ke kamar. Aku duduk sendirian di ruang tamu cukup lama, dan merokok sampai setengah bungkus rokok. Anna dan Emilia yang berada di dalam kamar terus mengobrol, diiringi tangisan Emilia. Aku yang mendengarnya merasa bingung. Awalnya masalah yang sangat sederhana, tidak disangka bisa menjadi seperti ini. Bertemu istri seperti ini masih bisa dimaklumi, terlebih Emilia masih muda, dan tindakan kita yang dipergoki olehnya di toilet, kalau itu adalah diriku, aku juga akan salah paham. Tapi bertemu ibu mertua yang berpikir tidak masuk akal, benar-benar membuat orang tidak bisa berkata apa-apa.
Ketika aku hendak tidur di ruang tamu, aku melihat jam sudah pukul dua subuh. Tiba-tiba aku mengingat Winda yang keluar, dia pasti tidak pulang ke rumah. Kesalahpahaman yang begitu besar hari ini disebabkan oleh kecerobohanku, aku melibatkannya, bagaimana pun hatiku merasa tidak nyaman, setelah berpikir sejenak, aku pergi ke ruang kerja untuk meneleponnya.
“Rey, kenapa kamu meneleponku……Wuuu.”tanya Winda, aku mendengar dia menangis.
Aku minta maaf: “Kak, kamu menangis. Kamu dimana?”
“Aku tidak menangis.”Winda berkata dengan berani, “Aku di dalam mobil, kenapa kamu masih tidak istirahat.”
“Kamu berada di mobil?”tanyaku tidak yakin.
“Ehn……aah……apa yang ingin kamu lakukan.”seiring dengan teriakan ketakutan Winda, telepon dimatikan.
Aku segera berlari ke bawah, berlari ke tempat parkir Winda, melihat Winda duduk tidak jauh dari situ.
Aku menghampiri dan bertanya: “Kak, ada apa denganmu?”
Winda menunjuk ke depan dan berkata: “Ketika kamu meneleponku, ada dua orang menjambret hp-ku. Aku pergi mengejar mereka, dan pergelangan kakiku terkilir. Aku benar tidak tahu apa yang dikerjakan sekuriti di sini.”
Aku mengulurkan tanganku dan berkata: “Kak, biarkan aku memapahmu.”
“Ahh.”Winda mendorong tanganku dengan sakit: “Jangan sentuh aku, kakiku sangat sakit.”
“Rey.”Emilia berteriak dan mulai menangis, air mata mengalir dari matanya dan mengalir ke pipi mulusnya.
Melihat betapa menyedihkan dirinya, aku tidak tahan merasa sedih, dan juga tidak mungkin meninggalkan Winda yang terluka, pergi menghiburnya.
Anna menghela nafas, tidak tahu harus berkata apa.
“Masuk ke rumah dulu nanti aku jelaskan pada kalian.”aku mengitari Emilia, memeluk Winda masuk ke dalam.
Emilia ikut masuk ke dalam, dan masih menangis tanpa henti. Aku mengambil tisu dan menyerahkannya pada Emilia: “Jangan nangis lagi, aku jelaskan baik-baik padamu.”
“Apa yang perlu dijelaskan.”Emilia menyingkirkan tanganku: “Kalian seperti itu di toilet, sekarang memeluknya masuk dari luar.”
Aku menunjuk ke kaki Winda dan berkata: “Tadi hp dia baru saja dijambret, ketika mengejar pencuri kakinya terkilir. Menurutmu mungkinkah aku tidak menggendongnya masuk?”
“Omong kosong, jelas-jelas kalian menggunakan trik melukai diri sendiri untuk menipu kepercayaan orang lain.”ucap Emilia menunjuk secara langsung.
Aku berkata kepada Anna: “Bu, bagaimana pun Winda putri sulungmu, cepat pijat kakinya, dia benar-benar terluka.”
Anna sempat ragu sejenak, lalu memegang kaki Winda yang terkilir, ketika memijatnya, Winda berteriak kesakitan. Anna berkata kepada Emilia: “Kakakmu benar-benar terluka.”
Emilia memalingkan kepalanya. Aku pergi menariknya: “Ayo, ada yang ingin aku katakan padamu.”
Novel Terkait
More Than Words
HannyCinta Yang Berpaling
NajokurataDoctor Stranger
Kevin WongBeautiful Lady
ElsaDewa Perang Greget
Budi MaSee You Next Time
Cherry BlossomWahai Hati
JavAliusCinta Yang Berpaling×
- Bab 1 Mempelai Perempuan Menghilang
- Bab 2 Pengganti
- Bab 3 Kesalahpahaman Pertama
- Bab 4 Pemeriksaan Kamar
- Bab 5 Keluarga
- Bab 6 Meminjam Uang
- Bab 7 Pertemuan Kembali Dengan Cinta Pertama (1)
- Bab 8 Pertemuan Kembali Dengan Cinta Pertama (2)
- Bab 9 Mabuk
- Bab 10 Canggung
- Bab 11 Dinas
- Bab 12 Curiga
- Bab 13 Keadaan Darurat
- Bab 14 Kecelakaan 1
- Bab 15 Kecelakaan 2
- Bab 16 Bangga
- Bab 17 Tamu Tidak Diundang
- Bab 18 Salah Paham
- Bab 19 Pipi Yang Berlinangan Air Mata
- Bab 20 Tersesat
- Bab 21 Bercerai
- Bab 22 Bercerai? (2)
- Bab 23 Tidak menjawab telefon
- Bab 24 Tidak menyukai (1)
- Bab 25 Tidak menyukai (2)
- Bab 26 Hal yang tidak berarti
- Bab 27 Dekat
- Bab 28 Perjodohan
- Bab 29 Pemikiran lain
- Bab 30 Membingungkan
- Bab 31 Tidak Boleh Sembarangan Melihat
- Bab 32 : Kebohongan Putih
- Bab 33 Menyatakan Perasaan
- Bab 34 Bercerai Tanpa Membawa Harta
- Bab 35 Tidak Akan Menyerah
- Bab 36 Urusan Rumah Sulit Diselesaikan
- Bab 37 Diberi Hati Minta Jantung
- Bab 38 Serangan Balasan
- Bab 39 Sulit untuk dijelaskan
- Bab 40 Panggilan Video