Cinta Yang Berpaling - Bab 31 Tidak Boleh Sembarangan Melihat
"Lumayan parah" kata Emilia, "Laporan pemeriksaan dari dokter ada Caesar. Kurasa aku tidak akan bisa bekerja minggu depan. Aku harus mengambil cuti, istirahat di rumah."
Aku mencoba berdiskusi, "Kalau begitu aku akan pergi memberi tahu ibu, kita tidak bisa cuti bersama kan?"
Emilia mengangguk, "Aku sudah memberitahu ibu. Ibu akan merawatku."
Saat itu pintu terbuka, ibu mertua memanggilku, "Rey, keluar sebentar."
Aku mendatangi ibu mertua di balkon. Ibu mertua bertanya dengan nada menuduh, "Kenapa kamu malah pergi? Kamu seharusnya ikut ke rumah sakit. Emilia seperti ini, semakin aku memikirkannya, semakin aku merasa ada yang tidak beres. Jika dia memang memiliki masalah lain, dia seharusnya sudah bereaksi sejak tadi. Lihat saja seharian ini pencernaannya begitu baik, begitu dia pulang langsung makan. Apa iya ada yang salah dengan perutnya? Mungkinkah Emilia hamil? Kalian menggugurkan bayinya tanpa memberitahuku, kan? "
Aku menjelaskan, "Bu, bagaimana mungkin. Bukankah posisiku selalu sama dengan Ibu? Jika Emilia benar-benar hamil, dia seharusnya tidak berani menggugurkan bayinya begitu gegabah kan? Tapi dia seperti ini begitu sampai di rumah, aku juga jadi sedikit curiga. "
Ibu mertua berkata ragu, "Apa yang kamu katakan itu benar?"
“Untuk apa aku bohong pada Ibu?” Jawabku pasti.
Ibu mertua berpikir sejenak, kemudian seperti mendapatkan sebuah ide, "Begini, dengarkan aku. Biarkan dia beristirahat dulu. Setelah beberapa hari, minta dia untuk berhubungan denganmu. Jika dia setuju, maka berarti tidak terjadi apa-apa. Jika dia tidak setuju, pasti dia sudah menggugurkan kandungannya. "
“Lalu jika dia bilang dia sakit dan dia tidak mau, aku juga tidak bisa memaksanya kan?” Menurutku ide itu tidak terlalu bagus.
Ibu mertua berkata, "Kalau begitu tunggu seminggu. Penyakitnya ini tidak akan sampai satu bulan kan? Ajak dia lagi minggu depan. Jika dia menolak, dia pasti sudah menggugurkan kandungannya diam-diam."
“Bagaimana kata Caesar? Dia tidak akan berani berbohong pada Ibu kan?” Menurutku ini bisa jadi celah.
"Perkataannya sama dengan perkataan Emilia, anak ini mudah disogok, sekarang aku tidak percaya padanya. Lakukan saja apa yang Ibu katakana tadi." Jawab ibu mertua.
Aku mengangguk.
Saat kembali ke kamar Winda, Emilia buru-buru menyembunyikan teleponnya ke dalam selimut. Bekas air mata terlihat jelas di pipinya.
Aku duduk di sisi ranjang, bertanya perhatian, "Ada apa?"
“Sakitnya membuatku tidak nyaman.” Emilia membenamkan kepalanya ke pelukanku.
“Bagaimana kalau aku bawa kamu untuk pemeriksaan detail, bagaimanapun badan adalah yang terpenting.” Usulku.
Emilia mengangkat kepalanya, menggelengkan kepala, berkata, "Hari ini sudah diperiksa. Kata dokter tidak ada masalah besar. Cuma perlu cuti beberapa hari. Suamiku, kamu keluar dulu, ya. Aku mau istirahat."
“Kalau begitu jangan main handphone lagi.” Aku meraih selimut itu, mencoba mengeluarkan teleponnya.
"Jangan..." Emilia meraih tanganku dengan kuat, "Aku akan menutupnya sendiri."
"Terserah kamu, kalau begitu." Aku bangkit lalu berjalan keluar.
Seninnya, setelah pelajaran, aku bergegas pulang. Begitu masuk, ibu mertua memberitahuku bahwa Emilia menangis lama sekali tadi malam.
“Apakah sangat menyakitkan?” Tanyaku heran.
Ibu mertua menggelengkan kepala, "Aku bertanya padanya, dia bilang itu bukan karena sakitnya, tapi karena dia memikirkan ayahnya. Semakin dia memikirkannya, dia semakin merasa tidak nyaman, lalu dia mulai menangis."
Aku mengangguk. Ibu mertua berkata lagi, "Aku curiga ini hanya alasan. Mungkin dia benar-benar menggugurkan kandungannya, lalu merasa tidak nyaman lalu menangis."
Aku berkata, "Bu, jangan terlalu memaksanya. Bahkan jika dia benar-benar menggugurkan kandungannya, kita biarkan dulu dia beristirahat beberapa hari."
“Baiklah. Kamu masuklah. Temani dia.” Kata ibu mertua.
Saat memasuki kamar, Emilia sedang tidur. Saat mendekat, aku masih melihat bekas air mata di wajahnya. Ini berarti dia menangis tiap hari, kan? Situasi ini membuatku merasa Emilia sedang menyembunyikan sesuatu dariku.
Aku memanggilnya pelan, Emilia tidak menanggapi. Aku meninggalkan ruangan. Pintu di luar terbuka, Winda mendorong pintu masuk.
“Kak, sudah kembali.” Aku menyapa.
Winda mengangguk, tanpa mengganti sepatunya, dia menarikku ke samping, bertanya, "Rey, bisakah kau membantuku?"
"Katakan saja." Aku mengangguk.
Winda berkata, "Beberapa pimpinan kantorku datang. Kota kita punya kolam renang alami yang besar di pinggiran kota kan? Mereka akan menginspeksi. Tapi sebenarnya mereka hanya akan akan berenang di sana. Atasanku menugaskan tugas ini kepadaku dan menyuruhku untuk mengatur beberapa teman kantor wanita untuk pergi Bersama. Hanya satu orang pria dari bagianku yang juga ikut pergi. Aku ingin kau pergi denganku. "
"Tak masalah." kataku, "Tetapi kantormu tidak akan mengizinkan, bukan?"
Winda berkata, "Bukankah kamu pernah mengatakan sudah mandi di sungai sejak masih kecil? Aku akan mengatakan kepada mereka bahwa kamu adalah seorang pelatih renang. Kamu ikut untuk melindungi keselamatan semua orang."
"Baiklah." Aku setuju, "Aku bilang dulu sama Emilia."
Winda menghentikanku, "Jangan katakan padanya, dia akan mengira lagi ada sesuatu di antara kita."
Aku berpikir sejenak, "Baiklah ... dia sudah tidur sekarang. Aku akan berbohong kepada ibu, lalu aku akan turun, menunggumu di bawah."
Winda berkata, "Baiklah, aku akan mengambil baju renangku dulu."
Ibu mertua sedang sibuk di dapur. Aku berpamitan, bilang padanya ada urusa di kampus, lalu menyelinap pergi.
Setelah bertemu Winda, dia melihat tanganku kosong, "Kamu tidak membawa apa-apa?"
Aku berkata, "Aku mengenakan boxer. Bisa dipakai berenang"
"Terserah kamu." Winda menekan kunci mobil, "Masuk ke mobilku."
Pertama-tama kami pergi ke kantor mereka untuk menjemput beberapa rekan kerja Winda, kemudian pergi ke hotel untuk menjemput para pimpinan.
Kolam renang di pinggiran kota itu berukuran sangat besar, terbagi menjadi beberapa area. Terdapat loteng jerami dan paviliun tempat wisatawan beristirahat. Kolam renang sudah diinformasikan, beberapa orang diatur untuk menunggu di pintu masuk. Kami diatur masuk ke kolam renang privat yang luasnya lebih dari dua ratus meter persegi.
Ada empat orang pimpinan, lima rekan wanita dan satu rekan pria dari kantor Winda. Keempat pimpinan itu turun lebih dulu ke kolam. Satu rekan laki-laki itu berdiri di pinggir kolam melakukan pekerjaan pelayanan Bersama para pelayan.
Aku juga masuk ke kolam, berjongkok di tepian. Airnya sangat sejuk, terasa sangat menyegarkan di musim panas ini.
Setelah keempat pemimpin itu masuk ke kolam, mereka tetap tidak bergerak. Winda membawa beberapa rekan wanita keluar setelah berganti pakaian. Membuat mata pada pria yang hadir disana tak berkedip. Semuanya berbikini. Setiap tubuh itu menggoda. Sedikit tonjolan di dada sekilas terlihat jelas, pinggang yang ramping serta kaki yang panjang membuat yang melihat hanya bisa menganga. Beberapa pimpinan tidak tahan lagi, mereka bergegas ke dalam air. Dua rekan perempuan melompat langsung ke air, menimbulkan percikan air. Di bawah sinar matahari, mereka meninggalkan bekas pelangi. Melihatnya, dua pemimpin buru-buru berenang menghampiri. Tiga rekan wanita lainnya turun perlahan dari tangga, salah satunya sangat berhati-hati, terlihat jelas dia tidak bisa berenang. Tetapi mereka sangat paham tentang misi kedatangan mereka hari ini, Jadi mereka mengambil inisiatif untuk segera datang kepada dua pimpinan lainnya.
Winda berenang di sampingku, bertanya, "Rey, mengapa kamu tidak pergi berenang?"
“Aku penjaga, bagaimana mungkin berenang?” Aku bercanda, “Kak, pandai sekali kamu mengaturnya. Empat pimpinan ditemani empat wanita. Dirimu sendiri tidak kebagian.”
Winda berkata, "Salah satu dari mereka dipinjam dari unit lain. Sejak kecil aku bisa dibilang seorang pemimpin, jadi aku tidak mungkin menemani mereka sendiri. Jangan hanya melihat penampilan mereka sebagai manusia, hatinya jelek. Hari ini pasti akan dimanfaatkan oleh mereka. "
Aku tanpa sadar melirik Winda. Dia memercikkan air ke tubuhku, "Tidak boleh lihat-lihat."
Novel Terkait
Cutie Mom
AlexiaAfter Met You
AmardaPengantin Baruku
FebiDoctor Stranger
Kevin WongMy Enchanting Guy
Bryan WuThick Wallet
TessaMr. Ceo's Woman
Rebecca WangCinta Yang Berpaling×
- Bab 1 Mempelai Perempuan Menghilang
- Bab 2 Pengganti
- Bab 3 Kesalahpahaman Pertama
- Bab 4 Pemeriksaan Kamar
- Bab 5 Keluarga
- Bab 6 Meminjam Uang
- Bab 7 Pertemuan Kembali Dengan Cinta Pertama (1)
- Bab 8 Pertemuan Kembali Dengan Cinta Pertama (2)
- Bab 9 Mabuk
- Bab 10 Canggung
- Bab 11 Dinas
- Bab 12 Curiga
- Bab 13 Keadaan Darurat
- Bab 14 Kecelakaan 1
- Bab 15 Kecelakaan 2
- Bab 16 Bangga
- Bab 17 Tamu Tidak Diundang
- Bab 18 Salah Paham
- Bab 19 Pipi Yang Berlinangan Air Mata
- Bab 20 Tersesat
- Bab 21 Bercerai
- Bab 22 Bercerai? (2)
- Bab 23 Tidak menjawab telefon
- Bab 24 Tidak menyukai (1)
- Bab 25 Tidak menyukai (2)
- Bab 26 Hal yang tidak berarti
- Bab 27 Dekat
- Bab 28 Perjodohan
- Bab 29 Pemikiran lain
- Bab 30 Membingungkan
- Bab 31 Tidak Boleh Sembarangan Melihat
- Bab 32 : Kebohongan Putih
- Bab 33 Menyatakan Perasaan
- Bab 34 Bercerai Tanpa Membawa Harta
- Bab 35 Tidak Akan Menyerah
- Bab 36 Urusan Rumah Sulit Diselesaikan
- Bab 37 Diberi Hati Minta Jantung
- Bab 38 Serangan Balasan
- Bab 39 Sulit untuk dijelaskan
- Bab 40 Panggilan Video