Cinta Yang Berpaling - Bab 26 Hal yang tidak berarti

Denny Teigen mengangguk, memiringkan tubuh kesamping: “Sudah selesai, jika kalian ada urusan cepatlah pergi.”

Setelah berjalan beberapa langkah, aku melepaskan tangan Emilia, lalu memeluk pinggang rampingnya. Kemudian menoleh melihat sekilas Denny Teigen, dan dia bahkan terus menatapi bagian belakang Emilia, setelah melihat aku sedang menatapinya, bahkan tidak berani menghindari pandangan, masih tersenyum dan melambai selamat tinggal.

Aku sengaja bertanya kepada Emilia: “Emil, Pak Denny kalian sungguh memiliki kultivitas.”

“Ada apa?” Emilia bertanya dengan bingung.

Aku memberi isyarat untuk menoleh, Emilia memandang sekilas, lalu menoleh kembali dan berkata: “Dia adalah orang yang kembali dari luar negeri, berkultivitas tentu saja bagus.”

Aku tidak menyangka Emilia akan mengatakan ini, berkata dengan sinis: “Sudah pulang dari luar negeri, dan masih datang bekerja di sekolah dasar?”

“Dia menyukai anak-anak.” Kata Emilia.

“Apakah dia sudah menikah?” Tanyaku.

Emilia mengelengkan kepala: “Belum, dia masih belum memiliki pacar. Huh, menurutmu, bagaimana jika mengenalkan Kakak kepadanya.”

“Kamu jangan bicara sembarangan.” Aku berkata dengan serius: “Kakakmu adalah wanita yang begitu baik, apakah ingin memberinya kepadanya untuk disakiti?”

Emilia berhenti, mengalihkan pandangannya. Aku mengerti maksudnya, menjelaskan: “Yang kukatakan adalah sebenarnya. Jangankan kakakmu, bahkan teman biasa, aku juga merasa tidak boleh diperkenalkan padanya.”

“Rey.” Emilia menatapku dari samping: “Katakan dengan jujur, apakah kamu berharap Winda terus lajang?”

Aku merangkul pundaknya, lanjut berjalan kedepan: “Kamu jangan berbicara sembarangan, katakanlah, kemana kita akan pergi makan?”

“Terserah, ayo makan sesuatu yang memiliki ciri khas.” Kata Emilia setelah memikirkannya.

Aku membawa Emilia ke sebuah restoran hotpot, setelah makan, kita pergi ke bioskop. Dia sudah membeli tiket dari awal, ketika masuk dan mencari tempat, aku melihat Fenny dan Cherry Onsu.

Aku ketakutan dan langsung menarik Emilia untuk pergi: “Emilia, kita ganti ruangan lain saja.”

“Ganti apa, apakah kamu mengira ini adalah pasar sayur, kita membeli tiket diruangan ini.” Emilia mencengkramku: “Suamiku, kamu sepertinya sedikit gugup.”

“Tidak ada.” Aku sengaja tersenyum, ketika mencari tempat, aku ingin menariknya duduk di barisan depan, tetapi Emilia menarik tanganku: “Kenapa kamu, untuk apa duduk dibarisan depan, bagaimana melihatnya.”

Dia berdiri di koridor dan melihat ke sekeliling, kemudian menarikku pergi kearah bagian belakang, aku melirik diam-diam ke tempat Cherry Onsu duduk, didalam hati berdoa, jangan sampai duduk disamping mereka.

“Duduk di barisan ini saja, posisinya bagus.” Kata Emilia. Tempat yang ingin didudukinya tepat adalah barisan tempat Cherry Onsu.

“Sedikit jauh, kita duduklah di barisan depan.” Aku menunjuk ke depan dan berkata.

“Tidak, aku mau disini.”

“Emilia, Rey.” Perkataan Emilia belum selesai, Fenny menghampiri untuk menyapa: “Kalian juga datang menonton, duduklah bersama.”

“Fenny.” Emilia segera melambaikan tangan dan menyapanya: “Baik, duduk bersama.”

Aku terpaksa berjalan kesana, begitu melihat sudah tahu bahwa Fenny sengaja.

Kami berjalan mendekat, Cherry Onsu juga bangkit dan melambai tangan untuk menyapa kami: “Rey, Emilia.”

“Kamu adalah……….?” Emilia menatapnya, tidak bisa mengenalinya.

“Cherry Onsu.” Fenny mengenalinya, berkata: “Kamu tidak mengenalinya?”

“Kenal.” Emilia menarikku kesana, dan memperkenalkan: “Cherry, ini adalah suamiku, Rey.”

“Mereka sudah saling mengenal dari awal.” Fenny berkata disamping.

Emilia menatapku dengan tatapan aneh, aku berkata dengan tidak alami: “Ya, sudah mengenalnya dari awal. Dia sekarang menjadi konselor di sekolah kami, jadi sudah berjumpa dengannya disekolah.”

“Bisakah kalian mengobrol sambil duduk, film akan segera dimulai.” Teriak orang dibarisan belakang.

Pengaturan tempat duduk kami adalah: Aku, Emilia, Cherry Onsu, Fenny. Setelah duduk, Emilia berkata: “Suamiku, ayo kita tukar tempat duduk.”

Ini sangat jelas sedang mengujiku, aku menolak: “Untuk apa tukar, aku duduk disini saja.”

“Huh, aku ingin tukar.” Emilia bangkit dan berkata dengan bersikeras.

Aku berpikir, karena kamu ingin mengujiku, maka aku akan membiarkanmu melihat apakah aku bisa bertahan dalam pengujian, lalu bertukar tempat dengan Emilia. Kita menonton film 3D, aku yang memakai kacamata 3D terus menatapi layar. Ini pertama kalinya merasa menonton film adalah hal yang sengsara, setelah melewati 2 jam, aku bernafas lega.

Ketika berjalan sampai aula bioskop, aku terburu-buru menarik Emilia untuk pergi, tetapi akhirnya Fenny menghampiri dan menghentikan kami. Dia mengajak kami untuk pergi makan camilan bersama.

Aku hendak menolaknya, Emilia duluan berkata: “Baik, aku yang akan traktir.”

“Baik.” Fenny menarik Cherry Onsu yang berdiri disamping.

Cherry Onsu menolak: “Aku tidak ingin pergi, aku ingin pulang lebih awal.”

“Untuk apa kembali, kita dengan tidak muda bertemu.” Fenny berkata: “Ayolah, kakak akan membawamu bersenang-senang.”

Setelah naik ke dalam mobil, aku tidak berbicara, Emilia sedikit tidak bisa menahannya, dan bertanya: “Suamiku, mengapa kamu tidak memiliki sedikitpun reaksi ketika berjumpa mantan pacar pertamamu.”

“Bisa bereaksi seperti apa?” Aku berkata dengan acuh tak acuh.

Emilia berkata: “Tidak mungkin, bukankah orang-orang mengatakan cinta pertama adalah yang paling tak terlupakan? Kenapa, jangan-jangan kamu berbeda dari orang-orang?”

Menangkap perkataannya, mengambil kesempatan untuk bertanya balik: “Mendengar maksud perkatanmu, kamu masih mengingat Hasel, kan?”

“Aku sedang menanyakanmu dan Cherry Onsu, untuk apa kamu mengungkitnya, seumur hidup ini, orang yang paling tidak ingin kujumpai adalah dia.” Kata Emilia dengan benci.

Aku berkata dalam hati, bukankah ini benci karena cinta. Hal tentang Emilia dan Hasel, aku kurang lebih mengetahuinya, waktu itu Emilia tidak bersedia untuk putus, Hasel tidak bisa menahan beban dari Ayah mertua, makanya melepaskan hubungan ini. Melihat reaksi Emilia, hatiku sangatlah tidak nyaman.

Setelah beberapa saat, Emilia berkata lagi: “Rey, kapan Cherry Onsu kembali? Kalian seharusnya sudah bertemu lebih dari sekali, kan?”

Aku berkata dengan sedikit marah: “Apa maksudmu, terus bertanya.”

“Kenapa, telah mengenai luka dihatimu?” Emilia bertanya.

Aku menghentikan mobil, melihatnya: “Emilia, bisakah kamu jangan mencari masalah. Waktu itu aku putus dengannya, bukankah demimu? Aku mengejarmu selama 2 tahun, berpacaran 2 tahun kemudian dengan tidak mudah menikah, sekarang kamu membicarakan hal ini, apakah berarti?”

Bibir Emilia mengerut dua kali, juga berkata dengan sedikit marah: “Apa yang sudah kukatakan, aku juga tidak mengatakan kamu memiliki hubungan dengannya, dan kamu malah marah kepadaku, seperti kamu ditindas saja.”

Aku menyalakan mobil, memutar setir dan berkata: “Baiklah, jangan membahasnya lagi, kita tidak usah pergi, berbalik dan pulang saja.”

Emilia meraih setir mobil, berkata: “Jika kamu memiliki sesuatu, maka kamu jangan pergi.”

Bagaimana aku bisa membiarkannya menang dariku, melepaskan tangannya lalu melanjutkan mengemudi. Setelah tiba, kami menelefon, kemudian baru menemukan Fenny dan lainnya di tempat warung bbq. Fenny menyuruhku untuk pergi memesan.

Setelah makanan telah dihidangkan, Cherry berkata dia menyukai semua yang kupesan. Ini masih belum berakhir, Fenny masih menambahkan disamping: “Sungguh tidak menyangka, Rey sampai sekarang masih mengingat makanan yang kamu sukai.”

Aku melihat Fenny, dia menyerahkan sebuah tusuk sate kepadaku: “Untuk apa melihatku, cepatlah makan.” Selesai berbicara, dia menutupi dadanya, lalu berkata sambil tersenyum jahat: “Rey, kalian para pria apakah suka menatapi wanita yang berpayudara besar?”

Aku terburu-buru menyerahkan sebuah tusuk sate padanya, lalu berkata dengan memohon: “Fenny, bisakah kamu tidak sembarangan bercanda? Orang yang tidak tahu masih mengira aku memiliki pemikiran terhadapmu.”

“Ada berapa pria yang tidak memiliki pemikiran kepadaku.” Fenny sengaja meneggakkan tubuh bagian atasnya: “Kamu memiliki pemikiran terhadapku adalah hal yang normal.”

Selesai berkata, dia menjelaskan kepada Emilia: “Emilia, kamu jangan terlalu memikirkannya. Aku suka bercanda dengan Rey.”

Emilia mendengarnya, lalu melirik sekilas ke tubuh Cherry Onsu. Sifat Cherry Onsu tidak bisa dibandingkan dengan mereka berdua, menundukkan kepala dan berkata: “Kalian berdua sungguh membosankan, tidak bisakah mengatakan hal yang lain.”

“Kalau begitu, kamu duluan mulai topik pembicaraan.” Fenny berkata dengan menyuruhnya.

Cherry Onsu menggelengkan kepala: “Cepatlah makan, dan pulang lebih awal.”

Meskipun Cherry Onsu tidak ingin berbicara, Emilia tidak berencana untuk melepaskannya. Bertanya secara menyeluruh tentang situasinya dalam beberapa tahun terakhir, dan masih mengingingkan nomor telefon. Aku tidak paham, dia memiliki niat apa dengan melakukan ini.

Ketika pulang, aku bertanya kepada Emilia mengapa meminta nomor Cherry Onsu. Emilia berkata: “Berteman. Kenapa, apakah didalam hatimu, istrimu begitu berpemikiran sempit?”

“Tidak.” Aku melambaikan tangan. Berpikir dalam hati, semoga yang dikatakannya benar. Tiba di komunitas, aku memarkir mobil di tempat parkir kecil di luar bagian belakang.

Ketika berjalan keluar dari tempat parkir, Emilia menguap, lalu memintaku menggendongnya pulang dengan manja. Ketika tiba di pintu depan dan menyuruhnya turun, baru menyadari dia sudah tertidur. Aku membuka pintu dengan tidak mudah, dan langsung membawanya ke dalam kamar.

Setelah mandi, aku pergi ke ruang kerja untuk menelefon Cherry Onsu, setelah mengucapkan beberapa kata, aku menelefon Fenny lagi, perilakunya hari ini sangat tidak pantas.

Fenny malah berkata seolah-olah dirinya berbuat baik: “Sudahlah kamu tidak berterima kasih padaku, dan masih menyalahkanku. Hari ini, lagipula sudah berjumpa, jika kamu ingin menghindar, mungkin akan merugikan diri sendiri, aku melakukan seperti ini bukankah demimu. Lebih baik berterus terang, bukankah semua lebih terlihat alami, Emilia baru tidak akan berpikir sembarangan. Apakah kamu sudah melihatnya, terakhir mereka berdua hampir menjadi teman baik. Sudahlah, aku sudah mengantuk, aku tutup dulu.”

Setelah bangun keesokan paginya, Emilia pergi menyirami bunga dibalkon. Aku sedang menyikat gigi, dan dia terburu-buru berlari kemari dan berkata: “Suamiku, aku melihat Ibuku datang.”

Aku segera menyeka mulut dan berkata padanya: “Kamu tunggulah dirumah, aku pergi bersembunyi dikoridor sebentar. Kamu jangan sampai salah berbicara.”

“Aku mengerti, kamu cepatlah pergi.” Emilia pergi membukakan pintu untukku.

Aku duduk di koridor selama setengah jam penuh, kemudian Emilia baru datang memberitahuku bahwa Ibu mertua telah pergi. Begitu menutup pintu, suara mengetuk Ibu mertua terdengar lagi diluar.

“Ini penyerangan yang mendadak.” Kataku.

Emilia mendesak: “Kamu cepatlah bersembunyi.”

Aku berpikir sejenak dan berkata “Aku akan pergi ke toilet untuk bersembunyi, kamu katakanlah akan pergi kerja, lalu mengusir pergi Ibu.”

Emilia menundukkan kepala dan menatap piyamanya, berkata: “Aku belum mengganti pakaianku.”

Aku berkata: “Kalau tidak begini saja, kamu membawa Ibu masuk ke dalam kamar dulu, aku akan mengambil kesempatan untuk bersembunyi dikoridor lagi.”

Emilia membuat gaya oke. Setelah aku bersembunyi didalam toilet, membuka sedikit celah untuk melihat gerak-gerik diluar. Emilia membuka pintu, Ibu mertua berkata dengan tergesa-gesa: “Aku terburu-buru untuk memakai toilet.”

Aku segera menarik kembali kepalaku, dan menutup pintu dengan erat.

“Ibu, aku juga terburu-buru ingin memakai toilet. Kamu tunggu sebentar.” Kata Emilia dengan terburu-buru.

Setelah Emilia masuk ke dalam toilet, memegangi dadanya dan bertanya: “Suamiku, sekarang harus bagaimana?”

Aku berkata: “Kamu katakan sudah tidak ada tisu ditoilet, lalu suruh Ibu pergi mengambilkan tisu di kamar.”

Emilia bertindak sesuai rencana, aku segera berlari dengan cepat keluar. beberapa menit kemudian, Emilia kemari dan berkata: “Kali ini, Ibu sungguh akan pergi.”

“Kamu sudah melihatnya masuk ke dalam lift?” Jika tidak memastikannya, aku tidak berani untuk pulang.

Emilia mengangguk: “Aku melihat lift sudah sampai di lantai 1 baru datang memanggilmu.”

Setelah memasuki rumah dan selesai berpakaian, aku dan Emilia segera pergi dari rumah. Dalam perjalanan ke sekolah, Emilia memberitahuku Ibu mertua datang untuk mengeluh, mengatakan meminjam mobil kami, aku bersembunyi, meminjam mobil Winda, Winda juga bersembunyi, dia tahu kami berdua sengaja. Sekarang dia tidak mengungkit tentang mobil lagi, selama kita mengeluarkan 20 juta saja sudah bisa.

“Suamiku, ayo kita pulang ke rumah sore ini.” Kata Emilia.

“Apakah kamu bodoh.” Aku berkata: “Aku sudah mengatakan sedang dinas, jika pulang sore ini, bukankah menunjukkan kita sedang membohonginya, meskipun dia telah mengetahuinya, tetapi kita juga harus membohongi dengan sempurna.”

“Kalau begitu, dengarkan kamu saja.” Emilia berkata: “Nanti setelah pulang kerja, kemana kita akan pergi?”

“Terserah.” Kataku.

Emilia berkata: “Kalau begitu, kita bicarakan lagi setelah pulang kerja.”

Kami berdua dengan begini hingga hari jumat, lalu sore hari pulang ke rumah dengan terang-terangan, didalam hati sangatlah senang.

Aku dan Emilia membawa barang-barang yang kami untuk Ibu mertua, dan langsung menuju ke rumah Ibu mertua.

Ibu mertua membuka pintu, menatapku sekilas dengan aneh: “Wah, kembali dengan tepat waktu.”

“Dia awalnya berencana akan kembali besok, bukankah karena Caesar mengadakan pernikahan, dia secara khusus terburu-buru pulang.” Emilia membantuku bicara.

Ibu mertua menoleh dan melihat sekilas ke dalam rumah: “Kakak kalian juga mengatakannya seperti itu tadi.”

Aku dan Emilia saling memandang, berusaha untuk tidak tertawa.

Ibu mertua masih tidak bermaksud membiarkan kami masuk, bertanya dengan serius: “20 juta, apakah kalian sudah menyiapkannya?”

Aku terbatuk sejenak, Emilia berkata: “Sudah menyiapkannya dari awal.”

“Kalau begitu masuklah.” Ibu mertua duluan masuk kedalam rumah.

Emilia menutup mulut dan tersenyum: “Suamiku, kamu berhasil kabur hari ini, besok lihat bagaimana kamu menghadapinya.”

Aku mengucapkan satu kata: “Kabur.”

Caesar dan istrinya tidak berada di rumah, Emilia masih memiliki prasangka buruk terhadap Winda, begitu masuk hanya berteriak namanya, kemudian pergi mencari Ibu mertua.

Aku berjalan ke samping Winda dan duduk, Winda bertanya dengan suara kecil: “Apakah kamu tidak takut istrimu melihatnya.”

Aku tersenyum lalu berkata: “Kak, sebenarnya berapa banyak uang yang kamu berikan, kita harus sepakat, bukan?”

“Ketika kalian menikah, berapa yang kuberikan?” Winda bertanya balik.

Novel Terkait

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
4 tahun yang lalu