Cinta Yang Berpaling - Bab 21 Bercerai
Aku berada di bagian bawah komunitas, lalu naik ke atas ketika melihat lampu di rumah nyala, saat tiba di depan pintu rumah, aku malah tidak masuk ke dalam. Meskipun Emilia kembali setelah menerima pesan teksku, tetapi dia sudah tidak pulang selama seminggu, bagaimana aku bisa tahu apa yang terjadi untuk waktu yang lama ini. Aku tidak ingin melakukan hal yang tak berperasaan, tidak membicarakan hal lain, hanya dengan perawatan dan kebaikan Ayah mertua terhadapku.
Dengan harapan terakhir terhadap Emilia, aku tetap berada di depan pintu, jika Emilia berjalan keluar, aku hanya bisa memilih jalan untuk bercerai. Ketika dia menelefon kelima kalinya di rumah, aku masih menutup telefon, tetapi mengirimkannya sebuah pesan teks: “Suasana hatiku sedang buruk, aku akan pulang lebih larut malam ini.”
Emilia segera membalas pesan: “Suamiku, aku sudah salah. Bisakah kamu menjawab telefon, mari kita bicarakan dengan baik.”
“Kita bicarakan saat aku kembali saja.” Aku membalasnya.
Tidak lama setelah itu, Guru Fenny mengirimku pesan teks yang mengatakan semua telah selesai ditangani, jika ingin menonton siaran langsungnya, maka bukalah aplikasi QQ, dan masih memintaku ingat mencari waktu untuk mengundangnya makan.
Aku membuka QQ, melihat beberapa foto yang dikirim Guru Fenny, di sebuah tempat terpencil, mereka menutup kepala Denny Teigen, lalu memukul dan menendangnya. Setelah selesai memukulnya, Denny Teigen masih tergeletak di tanah dan meringkuk. Hatiku menjadi senang, berencana membuka pintu untuk masuk ke dalam rumah. Ketika sedang mengeluarkan kunci, terdengar suara dari dalam, aku segera menghindar ke sisi samping. Aku melihat Emilia berjalan keluar dari rumah dengan pakaian yang rapi dan sedang menelefon, tetapi aku hanya mendengar kata bye-bye, kemudian di tutup.
Ketika Emilia menunggu lift, aku berdiri di belakangnya, lalu menepuk pundaknya.
Emilia terkejut, berbalik badan dengan ekspresi kaget.
“Suamiku, kamu telah mengejutkanku, kapan kamu kembali?” Emilia bertanya dengan cemas, mengedipkan mata besarnya, hampir meneteskan air mata.
Aku tersenyum dingin: “Kamu mau pergi kemana?”
“Kamu terus tidak menjawab telefonku, juga tidak pulang. Aku ingin ke rumah Ibu, lalu menyuruh Caesar pergi bersamaku untuk mencarimu.” Kata Emilia sambil menyeka air mata yang terkena bulu mata.
“Benarkah?” Sekarang aku tidak bisa mempercayai perkataannya dengan asal, aku mengulurkan tangan: “Baterai ponselku habis, pinjamkan ponselmu sebentar.”
“Oh, ini untukmu.” Emilia memberikan ponselnya kepadaku.
Aku memeriksa riwayat panggilannya sebentar, setengah jam yang lalu, dia menelefon Ibu mertua dan Caesar, tetapi selama setengah jam ini dia terus menelefon dengan seseorang yang bernama Denny.
Aku menunjuk ke nomor Denny, dan berkata: “Orang ini adalah Denny Teigen di sekolahmu, kan?”
Emilia mengiyakan, aku mengembalikan ponsel kepadanya, lalu berbalik badan dan masuk ke rumah. Emilia mengikuti, dan menjelaskan: “Suamiku, kamu jangan salah paham, aku tidak memiliki hubungan apapun dengannya.”
Aku berkata: “Aku tidak perlu penjelasanmu, kamu katakan saja, malam ini kamu bersama siapa, dan kemudian pergi kemana?”
Emilia tidak menjawab, aku mengambil rokok dan merokok, setelah beberapa saat, Emilia bertanya: “Suamiku, apakah kamu mendengar sesuatu?”
Aku berkata: “Jika kamu tidak bersedia mengatakannya, kamu boleh tidak mengatakannya.”
“Aku akan mengatakannya.” Emilia mengerucutkan bibirnya: “Hari ini, awalnya aku berencana pulang, sudah begitu lama marah padamu, suasana hati sekarang juga tidak seburuk sebelumnya, ketika meninggalkan sekolah, aku bertemu dengan Denny Teigen, dia bersikeras akan mengantarku, tetapi diperjalanan, dia mengatakan ingin mengundangku makan, dan langsung membawaku ke restoran barat, kemudian kami makan bersama, setelah makan dia sudah mengatakan akan mengantarku pulang, tetapi malah mengatakan ada orang yang mengajaknya bermain mahjong, adalah dua guru sekolah kami, satu cowok dan satu cewek, mereka kekurangan satu orang jadi membawaku ke hotel. Ketika kami sedang memasuki hotel, aku mendapatkan telefon darimu, kemudian aku pulang. Suamiku, apa yang kukatakan adalah benar, tidak berbohong sama sekali.”
Awalnya aku mengira dia akan berbohong, tidak disangka dia menjelaskan dengan begitu jujur. Tulus hingga aku sedikit tidak berani mempercayai.
“Suamiku, aku masih memiliki hal lain yang ingin kutanyakan padamu.” Kata Emilia dengan takut.
Aku mengangguk. Emilia berkata: “Denny Teigen dipukuli oleh orang saat perjalanan pulang, tetapi dia tidak melihat jelas siapa yang memukulnya, seharusnya bukan kamu, kan?”
Hatiku diam-diam senang, lalu berkata dengan ekspresi marah: “Untuk apa aku memukulnya, aku hanya pernah berjumpa dengannya satu kali. Orang sepertinya yang suka merayu wanita sudah menikah, pantas untuk dipukuli. Bukankah kalian menelefon untuk waktu yang lama, maka itu berarti dia masih baik-baik saja setelah dipukuli, dan kamu, juga lumayan peduli dengannya.”
“Aku tidak.” Emilia menyangkal, berkata: “Aku hanya memiliki hubungan rekan kerja dengannya.”
“Hubungan rekan kerja.” Aku tertawa dingin: “Hanya hubungan rekan kerja biasa, akan mengabaikan identitas sendiri, pergi makan sendirian dengannya, dan masih ke hotel bersama? Jika bukan aku mengirimkan pesan teks kepadamu tepat waktu, takutnya kamu sudah mengikutinya masuk.”
“Itu pergi bermain mahjong.” Emilia mengeluarkan ponselnya: “Kalau tidak, kamu lihatlah riwayat panggilan sendiri, didalam masih ada telefon dari kedua guru, aku tahu mereka berdua ada disana, makanya aku pergi.”
Aku berkata: “Berencana bermain mahjong sepanjang malam, kan?”
Emilia berpikir sejenak dan berkata: “Mungkin tidak.”
Aku mengangguk dengan mengerti: “Itu berarti, hal yang akan terjadi selanjutnya sangatlah sulit dikatakan.”
“Terserah kamu ingin memikirkannya seperti apa.” Emilia berkata dengan bersikeras: “Intinya, aku tidak melakukan perbuatan salah terhadapmu.”
Aku memutuskan menguji rencana sebenarnya di hatinya, bersandar di kursi dan berkata: “Malam itu didalam toilett tentang aku dan Winda, aku sudah menjelaskan padamu dengan jelas, kamu juga telah mempercayainya, tetapi tanggapanmu selanjutnya malah tidak pulang selama seminggu, dan juga masih terjadi hal seperti malam ini.”
“Rey.” Emilia menyela: “Apakah malam ini kamu pergi ke restoran barat tempat kami makan itu?”
Aku melambaikan tangan, berkata: “Semua ini tidak penting lagi sekarang. Emil, sampai disini saja, aku merasa kita tidak perlu melanjutkan lagi, kita bercerai saja.”
Selesai berbicara, aku duduk, menyalakan sebatang rokok lalu menundukkan kepala dan terdiam.
Emilia tidak berbicara untuk beberapa saat, lalu tiba-tiba mulai menangis lagi. Aku mengabaikannya, Emilia berjalan kemari lalu berbaring di pangkuanku dan menangis lebih keras lagi. Aku sedikit tidak tega, tetapi juga sangat menderita.
Setelah dia menangis beberapa saat, melihatku tidak menanggapi, mengangkat kepala dan mendorongku, lalu berkata dengan nada lembut: “Suamiku, aku sungguh tidak melakukan perbuatan salah terhadapmu, malam ini hanyalah kesalahpahaman. Jika bukan karena kamu dan Winda sudah keterlaluan, aku juga tidak perlu tidak pulang selama seminggu, dan dalam seminggu ini, kamu juga tidak pergi mencariku. Apakah kamu tahu betapa sedihnya aku?”
Aku mematikan rokok, terdiam sejenak dan berkata: “Kamu jangan menangis lagi, besok pagi kita akan pergi ke Biro Urusan Sipil.”
“Rey.” Emilia meraih pakaianku, berdiri lalu berkata dengan wajah yang penuh air mata: “Aku tidak ingin bercerai, aku tidak ingin bercerai denganmu.”
Mendengar ini, hatiku menjadi lumayan meleleh, Emilia menjadi lembut dihadapanku adalah hal yang sangat jarang. Tetapi kejadian malam ini sudah membuat hatiku sedikit tidak senang, kebenaran bahkan lebih mencurigakan. Tetapi ketulusannya juga sepertinya menunjukkan dia tidak berbohong. Rencana penceraian juga tidak boleh segera dilakukan. Tetapi aku juga tidak bisa berbaikan dengannya seperti semula dengan begitu santai. Kali ini, bagaimanapun harus membuat kesan dalam untuknya, tidak akan membuatnya berpikir aku bisa ditindas dengan asal.
Aku mengalah sedikit, berkata: “Istirahatlah dulu, ini sudah begitu larut, besok kita bicarakan lagi.”
“Kalau begitu, kita jangan bercerai, oke?” Emilia memegang pakaianku lebih erat lagi, berkata seperti memohon.
“Nanti dibicarakan lagi.” Aku melepaskan tangannya, dia memanggil dan menarik tanganku. Aku berjalan ke kamar tamu, dia juga mengikutiku.
Aku berdiri di samping kasur dan berkata: “Kamu kembalilah dan tidur, aku sudah sangat ngantuk.”
“Tidak boleh, aku adalah istrimu, aku mau tidur denganmu.” Kata Emilia.
“Terserah kamu.”
Emilia pergi menutup pintu, setelah berbaring, dia memelukku dengan erat. Hatiku lumayan tersentuh, dari perilakunya, didalam hatinya masih ada aku. Ketika aku bangun di pagi harinya, Emilia sudah tidak ada lagi, aku mencarinya di seluruh rumah, menemukan dia sudah tidak berada di rumah lagi. Ketika berpakaian, aku baru menyadari kunciku telah hilang, segera membuka pintu, dan ternyata telah dikunci dari luar.
Aku menelefon Emilia dengan bingung, beberapa detik kemudian dia sudah menjawabnya. Berkata dengan nada bicara santai dan senang: “Suamiku, kamu sudah bangun.”
“Kamu pergi kemana, dimana kunciku?” Tanyaku dengan marah.
Emilia berkata: “Kamu jangan cemas, hari ini adalah hari sabtu, aku sudah menelefon Ibuku, Caesar dan istrinya, dan juga sekeluarga Bibiku untuk datang makan siang dirumah. Aku sedang berbelanja sayur dengan Caesar, dan sebentar lagi akan pulang, kamu tidurlah lebih lama. Suamiku, bye bye.”
Aku menutup telefon lalu tersenyum, tampaknya dia berencana menggunakan keluarga untuk menahanku. Kepintaran ini lumayan memiliki keuntungan, tetapi sepertinya dia tidak berpikir ini bukan cara baik untuk menyelamatkan pernikahan kita, dan malah akan menjadi sebaliknya.
Novel Terkait
Cinta Yang Berpaling×
- Bab 1 Mempelai Perempuan Menghilang
- Bab 2 Pengganti
- Bab 3 Kesalahpahaman Pertama
- Bab 4 Pemeriksaan Kamar
- Bab 5 Keluarga
- Bab 6 Meminjam Uang
- Bab 7 Pertemuan Kembali Dengan Cinta Pertama (1)
- Bab 8 Pertemuan Kembali Dengan Cinta Pertama (2)
- Bab 9 Mabuk
- Bab 10 Canggung
- Bab 11 Dinas
- Bab 12 Curiga
- Bab 13 Keadaan Darurat
- Bab 14 Kecelakaan 1
- Bab 15 Kecelakaan 2
- Bab 16 Bangga
- Bab 17 Tamu Tidak Diundang
- Bab 18 Salah Paham
- Bab 19 Pipi Yang Berlinangan Air Mata
- Bab 20 Tersesat
- Bab 21 Bercerai
- Bab 22 Bercerai? (2)
- Bab 23 Tidak menjawab telefon
- Bab 24 Tidak menyukai (1)
- Bab 25 Tidak menyukai (2)
- Bab 26 Hal yang tidak berarti
- Bab 27 Dekat
- Bab 28 Perjodohan
- Bab 29 Pemikiran lain
- Bab 30 Membingungkan
- Bab 31 Tidak Boleh Sembarangan Melihat
- Bab 32 : Kebohongan Putih
- Bab 33 Menyatakan Perasaan
- Bab 34 Bercerai Tanpa Membawa Harta
- Bab 35 Tidak Akan Menyerah
- Bab 36 Urusan Rumah Sulit Diselesaikan
- Bab 37 Diberi Hati Minta Jantung
- Bab 38 Serangan Balasan
- Bab 39 Sulit untuk dijelaskan
- Bab 40 Panggilan Video