Cinta Yang Berpaling - Bab 25 Tidak menyukai (2)
Kami naik taksi, dan duluan mengantar Cherry Onsu pulang ke rumah. Ketika turun dari mobil, dia teragu-ragu sejenak, bertanya: “Rey, apakah kamu ingin pergi ke rumahku dan duduk sebentar?”
Aku melambaikan tangan: “Sudah lumayan larut, lain hari saja.”
“Oh, kalau begitu selamat tinggal.” Cherry Onsu melambaikan tangan kecilnya.
Ketika aku pulang ke rumah, Emilia sudah tertidur disofa, dan masih ada iklan di TV. Aku pergi membangunkannya, Emilia membuka mata, mengulurkan tangan untuk menghalangi cahaya, kemudian berkata dengan mengantuk: “Suamiku, mengapa kamu baru pulang?”
“Setelah makan, kami pergi menyanyi.” Aku mengulurkan tangan dan memeluknya.
Emilia mendorongku: “Aku masuk sendiri saja, kamu cepat pergilah mandi, seluruh tubuhmu bau rokok dan alkohol.”
Setelah aku naik ke tempat tidur, Emilia segera berbalik dan memelukku. Menyentuh otot halusnya, aku hanya merasa alkohol berfementasi cepat di tubuhku. Aku memanjat tubuhnya dan mulai menciumnya dengan liar. Emilia mendorong beberapa kali, lalu tangan dan kaki ditahan olehku. Kedua orang mulai menggoncang tempat tidur.
Setelah berkeringat besar, Emilia meringkuk di pelukanku dan berkata: “Suamiku, nantinya kamu harus terus mencintaiku seperti dulunya, oke?”
Aku mengiyakan, lalu mencium keningnya yang halus.
Bangun di keesokan paginya, Emilia memberikan kunci mobil padaku, mengatakan setelah Winda pulang dia mengembalikan kunci mobil padanya.
Aku menyimpan kunci mobil, dan bertanya: “Apakah kamu sudah mendiskusikan dengan kakakmu tentang hadiah pernikahan Caesar?”
“Bukankah sudah mengatakannya di mobil.” Emilia berkata: “Kakak akan memberikan 4 hingga 6 juta. Nantinya kita juga berikan sebanyak ini saja.”
Aku berkata dengan cemas: “Kalau begitu, beberapa hari ini kita harus menghindari Ibumu, jangan mencari masalah sendiri.”
Emilia mengangguk dan berkata: “Suamiku, kalau begitu ketika pulang kerja hari ini, kita jangan pulang ke rumah dulu, kita pergi makan bersama di luar, lalu pergi nonton ke bioskop saat malam.”
“Baik, nanti aku akan pergi menjemputmu ke sekolah.” Kataku.
“Oke.” Emilia menjawab dengan senang, memegangi lenganku, kedua orang berjalan keluar bersama-sama.
Ada dua kelas pada hari senin, setelah selesai mengajar, aku pergi ke mall kemarin untuk mengambil mobil. Begitu duduk, Ibu mertua menelefon, aku sungguh tidak ingin menjawabnya, tetapi pasti tidak boleh tidak menjawabnya.
Setelah menjawab, Ibu mertua mengatakan rencananya: “Rey, kamu seharusnya sudah selesai mengajar, kan. Kamu tunggulah di gerbang sekolah, aku akan menyuruh Caesar pergi mencarimu di sekolah, dia akan pergi ke toko mobil denganmu, untuk membuat kunci mobil. Nantinya, kamu langsung berikan kunci mobil padanya saja.”
“Ibu, sekarang tidak bisa.” Aku mengelak: “Kunci mobil bukanlah kunci pintu, dapat segera di buat. Terlebih lagi, aku sudah pergi siang tadi, aku disuruh pergi dinas keluar kota untuk rapat dua hari, sekarang sedang di dalam kereta api, diperkirakan akan pulang hari jumat.”
“Hah, mengapa kamu tidak mengatakannya lebih awal, jadi bagaimana dengan Caesar sekarang?” Ibu mertua berkata dengan panik.
Aku berkata: “Ibu, kamu jangan terlalu cemas, ini hanyalah hal kecil. Ketika aku menikah dengan Emilia, bukankah juga tidak memiliki mobil, dan kami masih bisa menikah. Kamu suruhlah Caesar dan istrinya naik taksi. Aku kembali di hari jumat, dan mereka menikah di hari sabtu, aku akan membantunya nanti.”
“Sudahlah, sudahlah, tidak bisa mengandalkan apapun padamu.” Nada bicara Ibu mertua sudah sangat tidak senang: “Aku akan menelefon Caesar.”
Menutup telefon, aku bernafas lega. Ketika menunggu Emilia di depan pintu, aku menelefon Winda, Winda juga mengatakan tidak bisa meminjam mobilnya, dan uang juga lebih tidak bisa, demi tidak menjadi tidak senang dengan keluarganya, dirinya juga berbohong melakukan dinas, dan akan tinggal di rumah temannya selama beberapa hari baru kembali,
Setelah aku melihat Emilia berjalan keluar dengan seorang guru wanita, segera menutup telefon. Mereka berpisah didepan gerbang sekolah. Begitu aku hendak turun, melihat Denny Teigen yang tidak tahu darimana datangnya, langsung menghalangi jalan Emilia. Setelah berbicara beberapa kata, Emilia melewatinya dan akan pergi, tetapi Denny menghalanginya lagi.”
Dalam sekejap, aku menjadi sangat marah, berbicara beberapa kata adalah hal yang normal sebagai rekan kerja dan teman, tetapi jika terus-menerus menjeratnya, ini menandakan ada masalah, setidaknya salah satu pihak memiliki pemikiran yang tidak murni.
Aku turun dari mobil, segera berjalan kesana. Setalah Emilia melihatku, segera menyapaku. Denny Teigen berbalik dan melihatku sekilas, lalu berkata sambil tersenyum palsu: “Guru Rey.”
“Pak Denny.” Aku berpura-pura seperti baru menyadarinya, dan sengaja berkata lagi: “Pak Denny, tadi aku melihat didalam mobil untuk beberapa saat, mengapa kamu menghalangi Emiliaku dan tidak membiarkannya pergi, apakah dia telah menyinggungmu?”
“Tidak, tidak.” Denny Teigen berkata dengan santai: “Aku sedang mendiskusikan beberapa masalah mengajar dengan Guru Emilia.”
Aku mengangguk, menarik tangan Emilia, lalu bertanya: “Apakah sudah selesai mendiskusikannya?”
Novel Terkait
Dewa Perang Greget
Budi MaBack To You
CC LennyCinta Yang Berpaling
NajokurataThe Sixth Sense
AlexanderHanya Kamu Hidupku
RenataMy Goddes
Riski saputroCinta Yang Berpaling×
- Bab 1 Mempelai Perempuan Menghilang
- Bab 2 Pengganti
- Bab 3 Kesalahpahaman Pertama
- Bab 4 Pemeriksaan Kamar
- Bab 5 Keluarga
- Bab 6 Meminjam Uang
- Bab 7 Pertemuan Kembali Dengan Cinta Pertama (1)
- Bab 8 Pertemuan Kembali Dengan Cinta Pertama (2)
- Bab 9 Mabuk
- Bab 10 Canggung
- Bab 11 Dinas
- Bab 12 Curiga
- Bab 13 Keadaan Darurat
- Bab 14 Kecelakaan 1
- Bab 15 Kecelakaan 2
- Bab 16 Bangga
- Bab 17 Tamu Tidak Diundang
- Bab 18 Salah Paham
- Bab 19 Pipi Yang Berlinangan Air Mata
- Bab 20 Tersesat
- Bab 21 Bercerai
- Bab 22 Bercerai? (2)
- Bab 23 Tidak menjawab telefon
- Bab 24 Tidak menyukai (1)
- Bab 25 Tidak menyukai (2)
- Bab 26 Hal yang tidak berarti
- Bab 27 Dekat
- Bab 28 Perjodohan
- Bab 29 Pemikiran lain
- Bab 30 Membingungkan
- Bab 31 Tidak Boleh Sembarangan Melihat
- Bab 32 : Kebohongan Putih
- Bab 33 Menyatakan Perasaan
- Bab 34 Bercerai Tanpa Membawa Harta
- Bab 35 Tidak Akan Menyerah
- Bab 36 Urusan Rumah Sulit Diselesaikan
- Bab 37 Diberi Hati Minta Jantung
- Bab 38 Serangan Balasan
- Bab 39 Sulit untuk dijelaskan
- Bab 40 Panggilan Video