Cinta Yang Berpaling - Bab 9 Mabuk

Aku masih ingat dengan jelas, waktu itu Cherry mengatakannya dengan wajah sangat dingin, “Jangan karena orang lain mengira kita bersama jadi kita bisa bersama. Apa pemikiran dan kenyataan sama? Apa pendapat orang ketiga bisa mewakili kenyataan dan keadaan yang sebenarnya?”

Waktu itu aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku kepadanya, tapi dia malah memberikan kuliah kepadaku. Aku mengira jika hal ini sudah tidak mungkin lagi, tapi siapa sangka keesokan harinya dia datang menemuiku dan mengatakan jika bukan tidak mungkin jika kita bersama, tapi aku harus menuliskan surat permohonan 5000 kata untuknya.

Aku belajar sejarah, untung saja pemahamanku sedikit bisa diandalkan dalam hal ini, jadi aku bisa melakukannya, waktu itu aku lembur demi menuliskan surat permohonan ini untuknya. Setelah beberapa hari, disaat jam makan siang, dia memanggilku ke tempat dimana tidak ada orang di disana, dan memberiku sebuah dokumen, terlihat di sana tertulis: “Sudah dibaca, Cherry menyetujui permohonanmu.”

Satu semester itu hubungan kita benar benar memasuki masa yang begitu indah. Dia selalu bersikap dingin terhadap orang lain, tapi dia memperlakukanku dengan sangat ramah. Tapi sifatnya sangat dominan, yang membuat kita sering bertengkar. Pertengkaran yang sebenarnya terjadi disaat semester enam, Cherry memintaku untuk pergi ke kota Gorton untuk melakukan praktik kerja. Tapi aku masih ingin melanjutkan kuliah pascasarjana, dan ayah mertua juga menginginkan agar aku melanjutkan kuliahku. Terutama setelah mengetahui jika aku memiliki hubungan dengan Cherry, aku semakin diharuskan untuk mengambil pascasarjana, dan mengatakan jika aku tidak bisa menikahi gadis seperti Cherry, dan memaksaku untuk mengakhiri hubungan dengannya, bahkan sampai memaksaku untuk bersama dengan Emilia. Aku mengatakan jika Emilia tidak bersedia menjalin hubungan denganku, tapi ayah mertua malah mengatakan jika Emilia pasti akan setuju. Tidak lama setelah itu aku membicarakan semuanya dengan Cherry. Tapi dia malah mengatakan jika dia tidak takut kepada ayah mertua, harus aku sendiri yang mengatakan ingin mengakhiri hubungan dengannya baru dia menyetujuinya.

Ayah mertua mengharuskanku untuk bersama dengan Emilia, dan membuat semuanya menjadi jelas. Emilia begitu takut terhadap ayahnya itu, jadi dia terpaksa mengiyakan apa yang sudah diputuskan, tapi dia meminta syarat yaitu mengharuskanku mengambil kuliah pascasarjana, dan kelak harus tinggal di kota Minasa.

Meskipun aku sudah bersama dengan Cherry untuk waktu yang cukup lama, tapi dalam hatiku masih ada sosok Emilia. Hal itulah yang membuatku bertekat untuk mengambil kuliah pascasarjana, aku dengan susah payah bisa meninggalkan kampung halaman, dan rasanya tidak ingin kembali. Dan setelah itu aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Cherry.

Cherry pada awalnya tidak setuju, tapi ayah mertua juga cukup kejam, diam diam membawa Emilia menemui Cherry, tapi sampai sekarang aku juga tidak tau apa yang mereka bicarakan waktu itu. Keesokan harinya Cherry bersedia untuk mengakhiri hubungan denganku. Dan hari hari setelah itu aku selalu saja menghindarinya. Aku merasa sangat bersalah, rasanya aku adalah orang yang egois dan tidak tau malu.

Setelah itu Cherry pergi ke kota Gorton, dia meminta Fenny untuk menyampaikan sesuatu kepadaku, jika suatu saat nanti aku tidak menikah dengan Emilia, maka aku bisa mencarinya lagi, dia pasti akan menungguku. Waktu itu aku bersembunyi sendirian di asrama, menangis sejadi jadinya.

Pada awalnya aku mengira aku dan Cherry tidak akan saling berkomunikasi lagi, tapi tidak disangka setelah lima tahun berlalu kita malah dipertemukan lagi di tempat ini. Hanya saja keadaan yang sudah berubah, tidak seperti lima tahun lalu.

Saat aku sedang mencoba mencari topik pembicaraan, Emilia tiba tiba menelpon. Aku meraih teleponku, dan tidak terburu buru untuk mengangkatnya. Cherry dengan pintarnya tau jelas akan situasi ini, jadi dia mengatakan, “Angkat saja, aku akan pergi ke toilet sebentar.”

Setelah dia beranjak, aku langusng mengangkat panggilan di teleponku. Emilia bertanya kepadaku apakah aku masih ada kelas lagi atau tidak, dia sudah selesai, jadi ingin pulang bersama denganku.

Hatiku terasa hangat saat mendapat perlakuan yang ramah dan perhatian dari istriku. Tapi jika harus pergi dengan terburu buru rasanya kurang sopan, jadi aku berbohong dan mengatakan jika aku masih ada urusan, dan mungkin akan pulang malam nanti.

“Baiklah, aku akan kembali ke rumah ayah, dan menemani ibu bermain mahjong, jika kamu kembali jemput aku saja disana.” Emilia menjelaskan.

“Baiklah, tidak perlu menungguku untuk makan malam.” Aku menjawab.

“Iya, suamiku, bye bye.” Setelah itu Emilia langsung mengakhiri panggilan telepon.

Setelah beberapa menit, Cherry kembali, dia berkata kaget, “Cepat sekali. Apa sekarang kita harus kembali?”

Aku menjawab, “Kenapa. Duduk saja sebentar, aku akan mentraktirmu makan.”

“Benarkah?” Cherry terlihat terkejut, “Apa kamu tidak takut Emilia akan kesal?”

“Kenapa memangnya.” Setelah itu aku meneguk kopi yang belum aku habiskan dengan menahan rasa pahit di mulutku.

Kita sudah duduk untuk waktu yang cukup lama, kecanggungan juga perlahan menghilang, kita membicarakan masalah pekerjaan, dan juga masalah masalah yang bahkan tidak ada hubungannya dengan kita berdua. Tapi pada saat ini kita tidak membicarakan masalah perasaan dan hubungan masing masing.

Waktu menunjukkan pukul lima sore, aku dan Cherry pergi ke restoran hotpot, dia mengatakan ingin minum, dan aku bersikeras menolak. Aku khawatir jika nanti kita mabuk dan pembicaraan kita akan melenceng, mengatakan apa yang tidak perlu dikatakan, rasanya tidak pantas.

Setelah keluar dari restoran hotpot, Cherry bertanya, “Apa kamu akan kembali?”

Aku mengangguk mengiyakan. Dia kembali bertanya, “Kapan kita akan bertemu lagi?”

“Kapan saja.” Aku menjawab, “Kita itu rekan kerja, mudah kan jika ingin bertemu.”

“Baiklah, aku akan mengantarmu naik taxi.”

Aku melambaikan tangan, menolak, “Kamu duluan saja, kamu tinggal dimana?”

“Kemarin aku baru saja kembali.” Cherry menjawab, “Aku tinggal di rumah Fenny, setelah kamu pergi, aku akan menelponnya untuk menjemputku.”

Aku mengatakan, “Telepon saja sekarang, aku akan pergi setelah kamu pergi.”

Cherry berpikir sejenak, kemudian mulai menghubungi Fenny. Setelah menunggu sekitar sepuluh menit, Fenny datang dengan mengendarai BMW miliknya.

Setelah Cherry masuk ke dalam mobil, Fenny berkata kepadaku, “Pak Rey, naik saja, aku akan mengantarmu kembali.”

Fenny mengenakan pakaian yang sedikit terbuka di bagian dada, dia bukan hanya putri dari keluarga kaya, dia sendiri juga kaya. Aku langsung mengalihkan pandanganku ke arah lain, kemudian mengatakan, “Kalian duluan saja, aku akan naik bus.”

“Jangan baik bus, aku akan mengantarmu.” Fenny menunjuk ke arahku, “Hanya ada kita saja, jika kamu tidak naik, jangan salahkan aku jika aku tidak sungkan sungkan.”

Aku duduk di kursi belakang, setelah menutup pintu mobil, Fenny mengatakan, “Pak Rey, apa maksudnya, kamu sudah menikah tapi masih kencan dengan mantan pacarmu.”

“Fenny.” Cherry langsung berteriak.

Fenny hanya tersenyum. Setelah mobil melaju, aku merasa jika ada yang aneh dengan jalurnya, aku langsung bertanya, “Fenny, bukankah kamu akan mengantarku pulang?”

“Tentu saja, tapi bukan sekarang.” Fenny mengatakannya dengan nada sedikit meledek.

Cherry mencoba membujukku, “Fenny, apa yang kamu lakukan, antar Rey pulang dulu saja.”

“Kamu jarang jarang akan datang, kamu juga sudah lama sejak terakhir bertemu dengannya, bukankah kamu kembali juga karena ingin bertemu dengannya. Jangan berpura pura tidak enak hati.” Fenny sudah dibuat kesal, “Sudah jangan ribut lagi, aku sudah janji kepada kalian dan akan membawa kalian pergi. Aku bahkan tidak keberatan kepada kalian yang diam diam pergi makan bersama tanpa mengajakku.”

“Lain kali aku akan mengajakmu.” Cherry menolehkan kepalanya kepadaku, “Rey, apa tidak apa jika kamu pulang sedikit lebih malam?”

Aku tidak boleh terlihat lemah di depannya, dan aku juga tidak begitu takut kepada Emilia, hanya saja orang yang bersamaku hari ini adalah Cherry, tentu saja akan timbul perasaan yang sedikit rancu dalam benakku.

Fenny membawa kita ke bar kelas atas, sebenarnya aku dan Cherry tidak begitu menyukai tempat seperti ini, sifat kita lebih ke kalem dan tidak banyak tingkah. Tapi karena tidak bisa menolak niat baik Fenny, jadi kita mengiyakannya saja. Setelah mencapai puncak, Fenny bahkan naik ke panggung untuk berjoged. Dia benar benar menggila. Kedua teman perempuan yang bersama dengannya masih saja minum bersama kita.

Saat Fenny turun dari panggung, dia bahkan mengikat pakaiannya di pinggang, duduk di sampingku, dan berbisik di telingaku, “Rey, bagaimana pembicaraan kalian?”

“Apa yang bisa kita bicarakan di tempat seriuh ini.” Aku menjawab dengan sedikit berteriak.

Cherry menepuk pundaknya, memintanya untuk memakai kembali pakaiannya. Fenny hanya menjulurkan lidah, dan sengaja mendekat ke tubuhku, aku bahkan tidak tau lagi bagaimana harus menghindar.

Cherry beranjak dari kursi yang dia duduki, berpindah di tengah tengah kita duduk, tersenyum, mengatakan, “Kamu boleh menggoda siapa saja, tapi jangan dia.”

Fenny memeluk lenganku, dengan sengaja mengatakan, “Apa yang bisa kamu lakukan kepadaku?”

Cherry sudah ingin memukulnya, tapi Fenny langsung kabur begitu saja. Cherry duduk di sampingku, dan tersenyum kepadaku.

Setelah keluar dari bar, jalanan sudah sepi tanpa ada orang berlalu lalang, hanya lampu jalanan saja yang menemani sunyinya malam ini. Fenny berkata sambil menahan perutnya, “Aku lapar, ayo kita makan sesuatu.”

“Sudah selarut ini, apa masih ada tempat yang buka?” Aku bertanya.

Fenny menjawab, “Tentu saja ada, ikut denganku.”

Saat masuk ke dalam mobil, satu teman perempuannya duduk di kursi belakang, dia menahanku, dan mengatakan, “Kamu duduk di kursi belakang.”

Setelah masuk ke dalam mobil, aku duduk di tengah, Cherry dan satu temannya lagi bersandar kepadaku, semuanya benar benar mabuk.

Fenny menolehkan kepalanya menatapku, kemudian menunjuk kedua temannya, “Dia jauh lebih tidak bisa bersenang senang jika dibandingkan denganku. Rey, apa kamu minum, kenapa kamu baik baik saja?”

Aku tersenyum, “Tidak suka minum bukan berarti kemampuan minumku buruk.”

Dia menunjukkan ibu jarinya ke arahku, “Hebat.”

Dia mengendarai mobil, kemudian berkata kepadaku, “Sayang sekali kamu sudah menikah, kamu juga seorang dosen. Jika kamu bersedia bermain bersamaku, dengan kemampuan minummu ini pasti akan banyak gadis cantik yang menemanimu minum.”

“Jangan mengajarinya hal buruk, Rey bukan orang seperti itu.” Cherry beranjak, dia berkata sambil tangannya menunjuk nunjuk ke arah Fenny.

Fenny malah tersenyum sumringah, “Cherry, apa kamu baik baik saja, kamu bahkan masih memperdulikan Rey, yang tidak tau pasti akan mengira jika kamu itu istrinya.”

“Fenny, jangan bicara sembarangan.” Cherry merasa tidak enak hati.

“Sudah, aku tidak akan mengatakan apapun lagi. Ayo kita cari tempat untuk makan.” Fenny melambaikan tangannya.

Cherry bahkan tidak enak hati untuk bersandar kepadaku, dia hanya menyenderkan tubuhnya ke jendela mobil. Saat sampai di tempat makan terbesar di kota, Fenny membawa kita masuk ke sebuah restoran untuk makan bubur.

“Apa kita mau minum beberapa botol lagi?” Fenny menyarankan.

“Aku tidak kuat lagi, kalian saja yang minum.” Temannya itu sudah ketakutan.

“Minum saja, siapa takut.” Fenny menimpali.

“Jangan minum lagi, hari ini sudah minum sangat banyak. Jika ingin minum kalian saja, aku tidak bisa minum lagi.” Cherry menegaskan.

Fenny mengisyaratkan sesuatu kepadanya, setelah itu Cherry tidak mengatakan apapun lagi. Aku sedikit bingung, kemudian bertanya, “Fenny, apa maksudnya, apa kamu ingin menguji kemampuan minumku atau bagaimana?”

Fenny tersenyum, “Rey, jangan panik. Apa kamu takut jika mabuk akan dijadikan giliran oleh

mereka?”

Selain Cherry, kedua temannya sudah tertawa lebar. Aku tau dia hanya bergurau saja, tapi seorang laki laki tentu saja tidak boleh mempermalukan dirinya di depan perempuan. Kalau begitu minum saja.

Fenny langsung memanggil pelayan dan memesan satu dus minuman.

“Kenapa memesan bir, pesan saja arak putih.” Temannya menyarankan, “Aku sudah berkutat dengan minuman selama beberapa tahun ini, aku tidak percaya jika aku kalah dari kak Fenny dan tidak bisa merobohkan kak Rey.”

Aku tersenyum tipis, dan tidak sependapat dengannya. Fenny memesan arak putih yang berukuran kecil. Fenny menggunakan gelas milik temannya, dan menggoyangkan arak putih di dalamnya, “Rey, ayo bersulang.”

Gelas sudah berbenturan, dia menenggaknya sampai habis, hingga membuatku kaget tidak percaya. Dia membalikkan gelas di tangannya, menandakan jika dia sudah meminum habis minuman di dalamnya, jika sudah seperti itu aku juga harus menenggak minuman sampai habis.

“Pelan pelan saja.” Cherry menyodorkan tissue kepadaku.

“Adududuh.” Mereka yang lainnya mulai berteriak heboh.

Aku bersulang kepada mereka bertiga, satu orang satu gelas, gadis yang sebelumnya mengatakan sudah tidak kuat lagi ketakutan sampai lari ke toilet. Dua lainnya masih berjuang, dan kita bertiga saling bersulang.

“Jangan minum lagi, cepat makan saja makanannya.” Cherry sudah tidak tahan lagi, dia bahkan sampai dibuat ketakutan.

“Tidak bisa.” Fenny menjawab, “Jika tidak ada yang tumbang disini, maka kita tidak akan berhenti.”

Novel Terkait

Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
3 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu