Cinta Yang Berpaling - Bab 37 Diberi Hati Minta Jantung

“Rey, aku tidak menyangka akan seperti ini.” Wakil Dekan Sito menjelaskan dengan sedih, “Awalnya, ketika aku menghubungi pihak majalah, aku menjelaskan kepada mereka. Kamu yang menulis artikel, dan aku hanya membantu merevisinya. Setelah beberapa saat, mereka mengatakan bahwa mereka harus mencatat nama dosen yang mereka kenal. Aku juga biasa menulis dan menerbitkan artikel dulu, saat itu aku harus menamainya bersama dengan nama atasanku, jadi kupikir tidak apa-apa untuk menambahkan catatan. Dengan begitu, aku juga mendapat nama dari kamu, seorang muridku yang berprestasi. Namun, si editor tidak teliti, mereka menganggapku sebagai penulisnya, jadi mereka hanya menulis namaku. Aku malu harus memberitahumu tentang ini. Menurutmu, apa yang harus aku lakukan?"

“Pak, ini sudah diterbitkan, apalagi yang bisa dilakukan.” Aku hanya bisa berpura-pura menjadi murah hati, “Jika memang ditulis nama Bapak, tak apa. Anda yang mengajarkan semua pengetahuan itu kepada saya. Anggap saja saya sebagai siswa menghormati Anda.”

"Baiklah." Wakil Dekan Sito menepuk pundakku, berkata dengan emosional, "Aku mengajar begitu banyak siswa, kamu adalah yang paling murah hati. Tidak ada agenda sore ini? Aku traktir kamu makan."

"Saya saja yang mentraktir Bapak," kataku.

Wakil Dekan Sito bersikeras, "Aku yang mengundangmu, telpon aku setelah kelas."

“Baik.” aku mengangguk.

Setelah Wakil Dekan Sito pergi, aku berencana membuang majalah itu langsung ke tempat sampah. Tetapi ternyata aku sedikit tak rela, bagaimanapun ada artikel yang ditulis sendiri. Sejak Wakil Dekan Sito memberiku sepuluh juta untuk biaya naskah, aku seharusnya sudah berpikir bahwa aku hanya diperalat. Tetapi jika dipikir lagi, tak apa lah membantunya menulis artikel, anggap itu sebagai hadiah. Jika aku ingin menerbitkan artikel esok hari, aku bisa mengandalkan bantuannya.

Setelah kelas usai, aku menelepon Wakil Dekan Sito. Jika orang lain, aku bisa saja membatalkannya. Tapi karena ini undangan Wakil Dekan, sulit untuk membatalkannya secara sepihak.

Ketika hendak mengemudi, aku bertemu dengan Cherry Onsu.

“Rey, mau makan bersama?” Cherry Onsu mengundang.

“Ah… itu, aku akan makan bersama dengan Wakil Dekan Sito,” aku menjelaskan.

"Kalau begitu lain hari. Kampus menugaskan kita mengurus pendaftaran mahasiswa baru, kan? Aku ingin berbicara denganmu tentang itu," kata Cherry Onsu.

“Rey.” Wakil Dekan Sito menghampiri.

Aku menyapa. Wakil Dekan Sito menatap Cherry Onsu selama beberapa detik, menunjuk ke arahnya dan berkata, "Kamu Cherry Onsu, kan?"

"Ya, ini saya, Pak Sito." Cherry Onsu tersenyum dan mengangguk, "Pak Sito, sudah bertahun-tahun berlalu, apakah Anda masih mengingat saya?"

Wakil Dekan Sito berkata, "Bagaimana mungkin aku tak ingat, ketika aku ulang tahun ke 50 tahun, kamu dan Rey bersama-sama merayakan ulang tahunku."

Aku mengangguk. Wakil Dekan Sito bertanya, "Cherry, apakah kamu juga mengajar di kampus? Mengapa aku belum pernah melihatmu?"

"Saya baru saja kembali, bekerja sebagai konselor di kampus," kata Cherry Onsu.

Wakil Dekan Sito berkata, "Aku mengundang Rey untuk makan, kamu bisa pergi bersama kami."

Saat Cherry Onsu melambaikan tangannya, Wakil Dekan Sito berkata lagi, "Jangan sungkan, ayo pergi bersama."

“Ayo.” aku berteriak.

Cherry Onsu lalu mengangguk. Wakil Dekan Sito di dalam mobil menceritakan beberapa kejadian masa lalu. Aku tidak bisa mengingatkannya untuk berhenti bicara, terpaksa mengikutinya sambil sesekali tertawa.

Aku duduk di meja makan, menyentuh cangkir. Wakil Dekan Sito berkata, "Awalnya aku mengundang Rey untuk makan malam hari ini karena ada sesuatu yang ingin dibicarakan dengan Rey, tetapi Cherry bukanlah orang luar. Jadi aku langsung saja."

“Pak Sito, aku akan pergi ke kamar mandi.” Cherry Onsu bergegas keluar dari meja. Dia sangat sensitif.

Wakil Dekan Sito tersenyum, berkata, "Rey, setelah makalah yang kamu tulis diterbitkan, pihak majalah menanggapinya dengan serius. Ada beberapa sejarawan berkomentar tentang makalah itu. Jadi pihak majalah berharap aku bisa menulis esai lain tentang periode Dinasti Xia, Shang, dan Zhou. Tapi kamu tahu, fokus utamaku adalah pada sejarah Dinasti Tang dan Song, dan aku tidak memiliki pengetahuan sejarah periode pra-Qin sebanyak yang kamu miliki. Jadi aku ingin meminta tolong hari ini, bisakah kamu menulis artikel lain untuk diterbitkan?"

“Kalau begitu bisakah aku menamainya dengan namaku?” Tidak ada orang di sekitar, aku langsung bertanya, “Pak, Anda bisa menulis nama Bapak di depan.”

Wakil Dekan Sito tertawa lagi, lalu berkata pelan, "Kamu yang menulis karya itu, namamu seharusnya ditulis. Tetapi kamu juga tahu bahwa terakhir kali majalah itu diterbitkan, editor majalah itu ceroboh. Mereka telah menulis namaku di atasnya, jadi ada sesuatu yang sangat merepotkan sekarang. Jika aku tidak dapat menamainya dengan namaku sendiri, itu akan menimbulkan beberapa kritik. Kamu tahu bahwa aku telah mengajar dan mendidik banyak siswa selama beberapa dekade, namun sekarang posisiku masih wakil dekan. Memalukan untuk mengatakannya. Dekan Ade dari Departemen Sejarah kita akan pensiun awal tahun depan, jadi Bapak ingin meminta tolong. Bisakah kamu membantu Bapak? Makalah berikutnya dinamai namaku sendiri? "

Menghadapi permintaan Wakil Dekan Sito yang tak tahu diuntung ini, aku menjadi ragu. Wakil Dekan Sito adalah orang yang pandai, dia langsung berkata, "Diantara begitu banyak siswa, aku paling mengandalkanmu. Kamu tahu itu. Aku tahu bahwa aku bersalah kepadamu. Tetapi kamu juga tahu bahwa jika aku menjadi dekan, aku bisa langsung mengajukan pendanaan proyek untuk kegiatan mengajar. Aku sudah tua, pasti tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Nanti akan kuserahkan proyek kegiatan mengajar kepadamu, seluruh dananya tentu akan diatur sendiri olehmu. Selain itu, jika aku menjadi dekan. Nanti, ketika kamu diajukan menjadi wakil profesor atau profesor, aku pasti akan memberikan bantuan penuh . Pertimbangkan dan lihat apakah kamu dapat membantuku pada saat kritis ini."

Aku merenung sejenak, memutuskan untuk setuju, mengangkat cangkir dan berkata, "Pak, aku akan melakukan apapun yang Anda atur."

"Baguslah." Wakil Dekan Sito mengangkat cangkir dengan gembira, "Kamu benar-benar muridku yang baik. Akan ada hal-hal baik di masa depan, Bapak tidak akan pernah melupakanmu."

“Terima kasih Pak.” aku tidak tulus mengucapkan terima kasih.

Masalahnya sudah diselesaikan, tapi Cherry Onsu belum kembali. Wakil Dekan Sito berkata dengan cepat, "Cepat hubungi Cherry dan suruh dia kembali untuk makan."

Setelah Cherry Onsu kembali, Wakil Dekan Sito berbicara tentang kepedulian dan cintanya kepadaku selama bertahun-tahun. Terdengar seperti aku lebih baik daripada anaknya sendiri.

Setelah makan, kami mengantar Wakil Dekan Sito pulang. Dia bersikeras agar kami mampir duduk ke rumahnya. Sebelum pulang, aku dibawakan sekotak daun teh Dahongpao.

Saat mengantar kami keluar, Wakil Dekan Sito secara khusus berpesan "Teh kelas satu Dahongpao ini bukanlah teh yang dapat diminum semua orang. Ini diberikan kepadaku oleh seorang teman bisnis. Harganya jutaan per kati teh. Nah, kemasan kotak kayu ini bernilai lebih dari dua juta. Kalian minum teh itu sendiri, ya. Jangan diberikan kepada orang lain."

Cherry Onsu dan aku mengucapkan terima kasih lagi, lalu meninggalkan rumah Wakil Dekan Sito selangkah demi selangkah.

Setelah masuk ke dalam mobil, Cherry Onsu berkata, "Rey, Pak Sito sangat baik padamu."

“Bagaimana mungkin tidak baik?” aku tertawa.

“Ada apa?” ​​Cherry Onsu bertanya dengan bingung.

Aku melambaikan tanganku, tidak ingin membicarakannya.

“Rey, bagaimana kabarmu dan Emilia akhir-akhir ini?” Cherry Onsu bertanya dengan nada ragu-ragu.

“Bagaimana mungkin tidak baik?” ​​Aku berkonsentrasi mengemudi.

"Kenapa kamu begini, sih? Tidak bisa bicara denganku baik-baik?" Cherry Onsu mengerang.

Novel Terkait

Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
4 tahun yang lalu