Cinta Yang Berpaling - Bab 12 Curiga

Aku bertanya dengan bingung: “Bukankah kamu dinas, kenapa pergi bernyanyi? Dan kenapa tidak meneleponku setelah sampai.”

“Kamu juga tidak meneleponku, sedikitpun tidak perhatian pada istrimu.”Emilia mengeluh: “Kami datang dari jauh-jauh, bagaimana pun mereka harus menghibur kita. Kamu tenang saja, aku tidak minum. Nanti setelah kembali ke hotel, aku akan meneleponmu kembali.”

Aku berkata: “Kirimkan dua foto kemari, aku ingin melihat kalian ramai tidak. Aku sudah menyalakan komputer, menunggu video call denganmu.”

“Tidak masalah.”Emilia mengerang: “Kamu masih tidak percaya denganku. Segera aku kirimkan. Suamiku, bye-bye.”

Aku login QQ di komputer, sebelum satu batang rokokku habis dihisap, Emilia mengirimkan beberapa foto. Di dalam ruang KTV itu setidaknya ada puluhan orang. Setelah melihat ini, aku merasa lega. Setelah bermain game sebentar, Cherry meneleponku mengatakan dirinya tidak bisa tidur, lalu bertanya padaku apakah bisa menemaninya mengobrol sebentar. Aku tidak enak menolaknya, dan kita mulai mengobrol. Begitu mengobrol langsung sejam lebih. Setelah mematikan telepon, aku baru menyadari Emilia mengirim pesan, bertanya padaku sedang menelepon siapa, komputer di kamarnya ada masalah, jadi tidak bisa digunakan, dia tidur dulu, besok baru mengganti kamar dan video call denganku.

Hatiku sedikit sedih, tapi mengingat diriku diam-diam mengobrol dengan cinta pertama begitu lama, hatiku merasa bersalah. Terkadang aku merasa diriku berhutang begitu banyak kepada orang di kehidupan sebelumnya, aku tidak perlu melakukan hal lain dalam hidup ini, hanya perlu melunasi hutang saja.

Aku membuat janji dengan Cherry, setelah kelasku selesai dia akan menungguku di gerbang sekolah. Saat kami bertemu, itu dekat dengan Restoran Siang Malam. Aku melihat Cherry mengenakan dress putih dengan kerah rendah dan transparan di bagian bahu, ditambah dengan tubuhnya yang bagus, dirinya terlihat sangat seksi.

Ketika berjalan ke arah restoran, aku bertanya: “Cherry, gaya berpakaianmu banyak berubah. Ke depannya kamu harus berpakaian lebih sopan ketika bekerja di sekolah.”

“Sebenarnya aku juga tidak ingin berpakaian seperti ini, Fenny yang memaksaku.”ucap Cherry canggung.

Aku berkata: “Ketika lagi sendirian, tidak masalah memakai pakaian yang lebih modern.”

“Aku dengarkan kamu saja.” ucap Cherry dengan patuh.

Setelah makan siang, aku mengajak Cherry mencari kamar di dekat sekolah, hanya saja kamarnya terlihat lebih biasa. Cherry tidak memilih dan biaya sewanya lumayan murah, jadi langsung memesannya. Setelah masalah kamar selesai diatasi, aku dan dia pergi ke rumah Fenny mengambil barang. Setelah itu, pergi membeli beberapa barang kebutuhan sehari-hari.

Setelah selesai, aku lelah dan berkeringat. Cherry mengajak Fenny dan kedua temannya makan bersama. Baru saja selesai menelepon, ayah mertuaku menelepon, memintaku pulang makan malam bersama dan ingin mendiskusikan hal penting.

Begitu aku mengatakannya, Cherry langsung membiarkanku pulang.

Sesampai di rumah mertuaku, Anna baru menghidangkan sayur, tapi pada saat yang sama mengeluh dan berkata padaku kenapa seharian masih diluar, sudah menikah jangan main-main di luar seperti dulu.

Awalnya masalah ini tidak ada urusannya dengan Winda, tapi dia berkata dengan kesal: “Bu, seharian ini kamu terus mengomel, ayah juga kamu omel, aku juga diomel, bahkan Rey juga kamu omel, kapan kamu bersikap adil sedikit, kamu omeli Emilia juga.”

Ibu mertuaku tersedak, melihat Winda marah, lalu berkata: “Kenapa aku tidak adil. Katakan padaku di rumah ini, selain Emilia, siapa yang membuatku khawatir."

“Dia tidak membuatmu khawatir, dia putri kesayanganmu.”ucap Winda.

Saat ini, Farhan berkata: “Kalian jangan bertengkar terus di rumah, tenang sedikit tidak bisa?”

“Aku tahu kamu kesal padaku, setelah makan aku akan pergi bermain mahjong.”Ibu mertuaku lebih takut pada ayah mertuaku.

Setelah Anna membersihkan rumah, dia keluar. Hal penting yang dikatakan ayah mertuaku adalah memintaku besok pergi membeli mobil.

Aku berkata: “Bagaiama kalau menunggu Emilia kembali, lalu pergi bersama.”

Ayah mertuaku menggelengkan kepala: “Kalau dia pulang, bagaimana kamu membelinya. Apakah kamu ingin setiap hari mengendarai mobil merah ke sekolah?”

“Baiklah, aku akan mendengarkan Anda.”Ayah mertuaku melindungiku, aku tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Setelah itu, Emilia meneleponku dan aku baru pulang. Saat video call, dia membungkus dirinya dengan handuk yang dibawa dari rumah. Selesai mengobrol langsung pergi tidur.

Aku membeli mobil keesokan harinya. Aku, ayah mertuaku dan Winda pergi bersama-sama. Kami memilih sebuah mobil Volkswagen putih dengan harga 340 juta, setelah menyelesaikan prosedur lainnya totalnya menghabiskan 400juta. Saat itu kami langsung membeli mobilnya. Lalu, membuat STNK, membeli plat mobil dan asuransi. Setelah itu, Emilia juga sudah pulang dari dinas.

Aku memintanya menungguku di bandara, ada kejutan untuknya. Tapi ketika aku sampai di bandara, aku tidak melihat dirinya. Setelah ditelepon aku baru mengetahui dirinya sudah sampai, Denny yang mengantarnya pulang. Aku tidak menyangka, dia tidak peduli dengan kejutanku, aku pulang dengan marah, Emilia bisa merasakan ada yang tidak beres denganku, lalu berdiri di depan gerbang menungguku. Aku langsung mengendarai mobil masuk ke dalam. Ketika membeli rumah untuk kami, ayah mertuaku sudah merencanakan untuk membantu kami membeli tempat parkir.

Setelah memarkirkan mobil, aku pergi ke rumah mertuaku. Ketika masuk mereka bertanya mengapa tidak menjemput Emilia pulang. Aku pura-pura bingung dan berkata: “Aku sudah pergi menjemputnya, tapi dia mengatakan ingin pulang sendiri, dia tidak ada di rumah, jadi aku datang melihat kemari apakah dia ada di sini.”

“Tidak ada, anak ini, sudah kembali kenapa tidak pulang ke rumah, kemana dia pergi?” tanya ibu mertuaku dengan curiga.

“Bukankah kamu akan tahu setelah meneleponnya?”ucap Farhan.

Anna mengangguk iya, lalu menelepon, setelah menutup telepon dia bertanya padaku mengapa tidak melihat Emilia di depan gerbang, aku bersikeras mengatakan tidak melihatnya. Tidak sampai sepuluh menit, Emilia masuk ke rumah. Setelah dinas selama tiga hari, Anna rindu sekali padanya.

Emilia memberikan barang-barang yang dibelinya kepada Anna, lalu datang bertanya: “Suamiku, kamu masuk dari pintu belakang? Aku menunggu cukup lama di gerbang dan tidak melihat dirimu.”

Aku berkata: “Tidak, aku masuk dari gerbang depan, mengendarai Volkswagen putih. Aku tidak melihatmu, kamu juga tidak melihatku, kan?”

Emilia melirikku: “Demi menjemputku, pergi meminjam mobil. Suamiku, sejak kapan kamu menjadi begitu mementingkan harga diri. Bagaimana pun, mobil yang dikendarai orang lain Audy A6.”

“Seberapa bagus mobil orang lain, apakah bisa dibandingkan dengan mobil sendiri?”ucap Farhan mengangkat kepalanya dari koran.

Emilia mengedipkan matanya, bertanya dengan senang: “Suamiku, keluarga kita membeli mobil? Benarkah?”

Aku berkata dengan dingin: “Mobil rongsok itu milikku, lebih baik kamu naik Audy A6 saja.”

“Aiya, suamiku aku salah.”Emilia menarik diriku: “Kenapa tidak memberitahuku kita sudah membeli mobil, kalau tahu begitu aku tidak akan naik mobilnya. Kenapa kamu diam-diam membeli mobil dan tidak memberitahuku.”Dia tiba-tiba menjadi serius, menunjukku dan berkata: “Katakan dengan jujur, darimana uangmu untuk membeli mobil?”

“Uang dari pernikahan kalian, aku meminta Rey pergi membeli mobil untuk memberimu kejutan.”Farhan mewakili diriku menjawabnya.

Emilia cemberut, sedikit tidak senang.

Aku sengaja bertanya di hadapan Farhan: “Emilia, sejak kapan Kepala Konselor kalian diganti, kenapa masih begitu muda, sudah menikah belum?”

“Diganti pas tahun ajaran ini.”Emilia berkata: “Dia diturunkan dari Dewan Pendidikan untuk latihan. Ku beritahu kamu ya, dia pimpinan terganteng di sekolah kami, dan keluarganya sangat kaya. Ada banyak guru perempuan di sekolahku yang mengaguminya sampai tergila-gila. Tidak disangka kali ini aku memiliki kesempatan dinas bersamanya, mereka pasti iri setengah mati.”

Kata-kata ini terdengar menggelikan, aku cemburu, lalu berkata: “Kenapa, kamu juga mengaguminya?”

Emilia menatap Farhan dengan gugup, menutup mulutku, berbisik di telingaku: “Jangan asal bicara, aku sudah menikah, dan tidak memiliki hubungan apa pun dengannya.”

Aku menyingkirkan tangannya: “Lalu apa maksud perkataanmu?”

Emilia terkekeh, bersikap manja: “Suamiku, aku tidak bermaksud begitu. Menurutmu pria seperti itu siapa yang tidak akan mengaguminya, sama seperti pakaian cantik, dan bunga indah.”

Dia yang mengatakan itu, membuatku semakin sedih, dan aku sengaja berkata: “Sebenarnya, di dalam hatiku, aku juga mengagumi seseorang.”

“Siapa?”Emilia langsung bertanya dengan waspada.

“Tidak akan kuberitahu.”ucapku.

“Cepat katakan, wanita mana yang kamu kagumi.”Emilia berkata: “Rey, berengsek kamu, kamu suamiku, bagaimana bisa kamu mengagumi wanita lain di hatimu.”

Aku meminjam ucapannya: “Apa yang tidak bisa, sebenarnya wanita seperti dia siapa yang tidak akan mengaguminya, sama seperti rokok dan alkohol.”

Emilia menarikku ke kamarnya, bertanya dengan marah: “Rey, cepat katakan siapa wanita itu? Kenapa kamu mengaguminya. Apakah kamu menyukainya? Jangan-jangan kamu memiliki hubungan dengannya, kamu selingkuh ya……Rey, berengsek kamu cepat katakan.”

Aku yang disiksa, dicubit dan didorong, hanya bisa memohon ampun: “Lepaskan aku, dan aku akan mengatakannya padamu.”

Emilia meraih satu jariku: “Cepat katakan, setelah itu aku akan melepasmu. Kalau tidak aku tidak akan melepasmu.”

Aku berkata sekata demi sekata: “Lepaskan pulau Taiwan, menangkap Lin Chiling hidup-hidup.”

Emilia baru mengerti, lalu mencubitku, berkata: “Dasar kamu ini, aku pikir siapa. Membuatku gugup saja. Rey, kuperingatkan kamu ya, kalau kamu diam-diam menyukai wanita lain, aku akan mendorongmu keluar dari jendela.”

Ekspresiku berubah: “Kamu pahami situasinya lebih dulu, sebenarnya siapa yang diam-diam menyukai orang lain. Masih tidak malu bertengkar denganku.”

Emilia berubah dari sikap manja menjadi menghiburku, menjelaskan: “Suamiku, tadi aku salah, aku benar-benar tidak memiliki hubungan apa pun dengannya. Kamu jangan berpikir sembarangan. Kalau aku benar memiliki hubungan dengannya, apakah aku masih berani mengatakannya padamu? Aku berjanji padamu, seumur hidup ini hanya mencintai dirimu seorang.”

Aku mendorongnya menjauh dan berkata dengan serius: “Lain kali perhatikan tindakan dan ucapanmu, kalau aku mendengarnya lagi, aku akan pergi ke sekolahmu.”

Setelah itu, aku tidak memberinya kesempatan untuk menjelaskan dan berjanji, aku langsung membuka pintu dan keluar. Dia mengikutiku ke ruang tamu, dan terus menghiburku, bahkan mengupas buah dan menyuapiku.

“Dasar, kalian anak muda sekarang.”Farhan menggelengkan kepala melihat kita berdua. Lalu bangkit dan keluar.

Selang beberapa saat, Anna keluar memanggil Emilia, setelah beberapa saat, Emilia keluar dengan tidak senang, lalu menarikku pulang. Anna juga terlihat tidak senang, aku takut dia mencari kesempatan untuk mengomel, jadi langsung pergi bersama Emilia.

Sesampai di rumah, Emilia mengeluh: “Suamiku, tahukah kamu apa yang dilakukan ibu ketika memanggilku masuk?”

Novel Terkait

Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu