Cinta Yang Berpaling - Bab 6 Meminjam Uang
Aku langsung menutup pintu lemari, bahkan sampai hampir membuat tanganku terjepit. Aku langsung beranjak seperti tidak ada yang terjadi, bertanya, “Kenapa kamu kesini?”
“Apa yang kamu lakukan?” Emilia bertanya dengan kedua mata menatap laci yang barus aja aku buka.
“Mencari sesuatu.” Aku menjawab.
Emilia menarikku duduk di atas ranjang, dia mengatakan, “Bagaimana, apa yang aku katakan benar kan. Asal tidak memberi mereka uang, mereka tidak akan pergi. Kita sudah bersiap akan berangkat, tapi kak Ririn tiba tiba sakit perut, apa itu hanya kebetulan saja, jelas sekali jika dia hanya pura pura saja.”
“Kenapa kamu berbicara seperti itu.” Aku membantahnya, “Sakit perut itu wajar saja dan bisa dialami semua orang, itu juga bukan penyakit ginjal atau usus buntu. Musim ini keluarga kita sibuk bertani, kamu meminta mereka tinggal beberapa hari lagi saja mereka tidak berani mengiyakannya.”
“Rey, ayo kita bertaruh.” Emilia menunjukku dengan jari tangannya, “Kali ini kita tidak memberikan mereka uang, kita lihat apakah mereka akan pergi atau tidak. Waktunya lima hari, jika dalam waktu lima hari mereka pergi begitu saja, aku akan memberimu empat juta, tapi jika mereka tidak pergi, kamu harus memberiku enam juta.”
“Atas dasar apa aku memberimu lebih banyak dua juta jika aku kalah?” Aku bertanya kebingungan.
Emilia mengatakan, “Ya kamu kan laki laki. Aku adalah istrimu, bukankah uangmu memang harus diberikan kepadaku?”
“Membosankan sekali.” Aku menurunkan tangannya yang menunjukku, kemudian berkata serius, “Jangan bercanda lagi, aku pasti akan memberikan mereka sedikit uang. Kamu juga bukannya tidak tau jika keluarga kita disana sangat sulit untuk mendapatkan uang. Kakak kakakku memiliki kesulitan finansial, jangankan yang lainnya, mereka datang kemari dan membawa sesuatu untuk kita saja sudah mengharuskanku memberikan uang kepada mereka, apa lagi ongkos mereka saat datang kemari.”
“Kalau begitu kasih saja 400 ribu untuk masing masing orang, tiketnya nanti kita yang belikan.” Emilia berkata penuh keyakinan.
Aku tidak menyetujuinya, “Kamu memperlakukan mereka dengan baik sama sekali bukan karena kamu memang baik kepada mereka, kamu hanya ingin menindas mereka.”
Emilia kesal, “Rey, gaji kamu satu bulan hanya beberapa juta saja, tapi kamu bahkan sudah merasa jika kamu itu orang kaya. Setiap tahun setidaknya mereka akan datang tiga sampai empat kali, dan setiap kali kamu memberi mereka uang. Aku tau mereka menjagamu sejak kamu kecil, dan kita harus membalas budi, tapi balas budi juga ada batasnya. Jika kamu terus seperti ini kelak kita akan bagaimana, anak kita bagaimana nantinya? Kamu itu laki laki yang sudah menikah. Kamu itu bukanlah kamu yang dulu Rey.”
Perkataan Emilia membuatku tidak mampu untuk berkata kata lagi, karena semua yang dia katakan sangat masuk akal.
Melihatku tidak mengatakan apapun lagi, Emilia mengatakan, “Suamiku, jika kamu tidak keberatan, maka lakukan seperti apa yang aku katakan.”
“Tiak bisa.” Aku langsung membantah, “Lain kali aku tidak akan memberi mereka uang, kali ini aku tidak boleh membuat mereka datang dengan sia sia.”
Emilia kesal, “Berapa yang akan kamu berikan kepada mereka?”
Aku mengulurkan enam jari tanganku, Emilia langsung mengatakan, “Baiklah, satu orang dua juta.”
“Bukan, satu orang enam juta.” Aku menjelaskan.
Emilia semakin kesal, “Satu orang enam juta, tiga orang 18 juta, bukankah sama saja dengan gajimu dua bulan?”
Aku mencoba meyakinkannya, “Terakhir kalinya.”
“Kalau begitu.... Janji.” Emilia meraih jari tanganku untuk berjanji kepadanya.
Setelah kita sudah sepakat, Emilia mengatakan, “Aku melihatmu mengambil uang dari laci, keluarkan saja, aku akan memberikannya kepada mereka.”
Aku menatapnya dengan tatapan tidak tenang, Emilia mengatakan, “Aku akan memberikannya kepada mereka di depanmu.”
Aku menyerahkan uang kepadanya dengan ragu ragu, Emilia menghitungnya sekali lagi, dan membagi uang menjadi tiga bagian, kemudian memberikan tatapan kedua matanya kepadaku. Kita pergi ke ruang tamu, Emilia memanggil kak Ririn untuk keluar, kak Ririn memang pintar berakting, satu tangannya masih tidak meninggalkan perutnya, ekspresi di wajahnya juga terlihat kesakitan.
Emilia menatap ke semua orang, mengatakan, “Itu.... Aku tau kakak semua sudah menjaga Rey dengan baik sejak kecil, Rey tidak memenuhi harapan kalian dengan menjadi dosen di universitas, tapi... Hehehe, gajinya setiap bulan hanya delapan juta saja, dan aku satu bulan hanya empat juta lebih, jika digabungkan maka hanya sebelas jutaan saja. Di kota ini penghasilan yang kami miliki masih tergolong penghasilan rendah, meskipun kita tidak memiliki banyak uang, tapi kita tau jelas jika kondisi keluarga kalian disana juga tidaklah mudah, jadi aku dan Rey sudah memutuskan untuk memberikan uang ini kepada kalian. Satu orang enam juta, kalian jangan keberatan, kita sudah berusaha untuk memberikan yang terbaik.”
Setelah mengatakan itu Emilia menyerahkan uang itu kepada kakak kakakku dengan senyuman mengembang di wajahnya. Setelah melakukan penolakan beberapa kali, keluargaku akhirnya menerima uang itu dengan ekspresi serius di wajah mereka. Hal ini membuatku bingung, ayah dan ibu mertuaku masih sehat, dan uang ini juga diberikan oleh Emilia, sudah sewajarnya jika mereka melakukan penolakan dengan sopan, tapi tidak perlu sampai mengatakan jika mereka akan keberatan karena uangnya terlalu sedikit. Perkataan Emilia terdengar sedikit aneh, sebelum sebelumnya mereka juga menerima dengan senang hati walau aku hanya memberikan empat juta saja.
Emilia dengan senang hati mengambil kembali uang itu ke dalam tangannya, kemudian mengatakan dengan sungkan, “Kita akan membelikan tiket kalian untuk pulang.”
“Tidak perlu. Kalian juga harus bekerja keras disini.” Kak Dimas mengatakannya dengan nada dingin, “Beberapa tahun ini Rey sudah membantu kita, kelak kalian sudah tidak perlu memperdulikan kita lagi, kita masih memiliki tangan dan kaki untuk menghidupi keluarga kita.”
“Iya benar, kita memang miskin, tapi miskin harta bukan berarti miskin segalanya, haha... Paman Farhan, benarkan.” Kak Ririn menambahkan.
Ayah mertua tersenyum canggung, aku hanya menundukkan kepalaku karena merasa sedikit tidak nyaman.
“Iya benar, hidup boleh serba kurang, tapi semangat dan ambisi tidak boleh kurang.” Emilia tidak menyadari keanehan situasi saat ini, dia bahkan mengiyakan apa yang dikatakan oleh kak Ririn.
“Kalian silahkan duduk terlebih dahulu.” Ayah mertua mempersilahkan mereka untuk duduk, kemudian berkata kepadaku, “Rey dan Emil ikut aku sebentar.”
Kita semua masuk ke ruang baca, Emilia tau jelas apa yang akan dikatakan oleh ayah mertua, jadi dia mengatakan, “Ayah, enam juta sudah sangat banyak, mereka sendiri yang tidak bersedia menerimanya, jangan salahkan aku.”
Ayah mertua langsung saja mengatakan, “Lebih baik begini saja, aku akan mengeluarkan dua belas juta lagi, dan mereka mendapatkan 10 juta setiap orang, seharusnya tidak masalah.”
“Ayah, kenapa memberi mereka begitu banyak, ayah bahkan tidak pernah se royal ini kepadaku.” Emilia menjadi tidak senang.
Ayah mertua langsung membantah, “Jangan lupa jika nyawa ayahmu ini diselamatkan oleh ayah Rey, jika bukan karenanya keluarga kita tidak akan hidup sebaik sekarang ini.”
“Balas budi, balas budi.” Emilia menggerutu, “Seumur hidup juga tidak akan cukup untuk membalasnya.” Setelah mengatakan itu dia langsung menggerutu kepadaku, “Ayahku berhutang budi kepada keluarga kalian, kamu juga berhutang budi kepada keluargamu.”
Mereka hanya menginginkan uang, sedangkan istriku disini tidak memahami akan hal ini, hal itu membuat hatiku sedikit sesak. Sekarang aku menjadi berhutang budi kepada semua orang.
Ayah mertua tanpa ragu menyodorkan tangannya kepada Emilia, “Kemarikan uang di tanganmu.”
Emilia menyerahkannya dengan enggang. Aku kemudian berkata kepada ayah mertua, “Ayah, aku saja yang menambahkan, ayah tidak perlu mengeluarkan sepeserpun.”
Ayah mertua mengatakan, “Apa kamu masih memiliki uang? Kamu jangan ambil yang 400 juta itu, simpan untuk membeli mobil.
“Masih ada.” Aku menjawab lugas. Aku bisa mengatakan hal apapun dengan ayah mertuaku, kemudian aku mengatakan semua kegelisahan dalam diriku.
Ayah mertua menggelengkan kepalanya, nada bicaranya terdengar sedikit terluka, “Mereka tau benar jika kamu sudah menikah dan pasti mendapatkan uang yang tidak sedikit. Meskipun kamu memberikan mereka enam juta untuk satu orang tentu saja mereka masih tidak puas. Pada awalnya aku mengira jika mereka tidak akan datang ke pesta pernikahanmu karena takut mempermalukanku nantinya, tapi sekarang aku mengerti sepenuhnya, mereka saudara kandungmu setidaknya harus memberikan uang jika mereka datang, jika memberikanmu uang yang terlalu sedikit, maka tidak pantas, jika ingin memberikan lebih banyak juga mereka tidak memilikinya. Dan mereka juga tidak enak untuk menerima uang yang kamu berikan kepadanya sebelum mereka kembali. Dan mereka datang kemari setelah pernikahanmu tentu saja kekhawatiran yang mereka alami sebelumnya sudah tidak mereka rasakan lagi. Rey, jika kamu bisa membantu sedikit, bantu saja mereka, hanya kamu yang sudah berhasil diantara kakak kakakmu. Jika kamu dan Emil memiliki kesulitan, maka akulah yang akan membantumu.”
“Terimakasih, ayah.” Aku menjawab.
Ayah mertua menyerahkan uang yang dia ambil dari Emilia kepadaku. Setelah memasukkan uang ke dalam laci, aku langsung keluar ruangan. Di dalam tabunganku hanya tersisa sepuluh juta saja, masih kurang dua juta lagi. Setelah itu aku mencoba menghubungi Wijun untuk meminjamkan uang dua juga kepadaku, hubungan yang kita miliki terbilang baik, dan dia juga sering meminjam uang kepadaku.
Setelah menghubunginya, aku langsung saja mengatakan maksudku menelponnya, dia kemudian mengatakan, “Pak Rey, maaf sekali, beberapa hari ini uang yang aku miliki benar benar sangat terbatas, lebih baik tunggu hingga gajian bulan depan saja, aku akan meminjamkannya kepadamu.”
“Tidak usah.” Setelah mengatakan itu aku langsung mengakhiri panggilan telepon, tidak disangka jika dia tidak bersedia membantuku. Setelah berjalan menuju ke depan mesin ATM, aku tidak terburu buru untuk masuk ke dalam, sebelum mendapatkan dua juta, aku juga tidak terburu buru untuk mengambil sisa uang sepuluh juta di tabunganku. Emilia memiliki uang, tapi dia tidak akan mungkin bersedia meminjamkan uangnya kepadaku. Dan juga, jika dia meminjamkannya kepadaku, maka setelah itu dia pasti akan selalu menggerutu dan memojokkanku. Setelah berpikir cukup lama, aku memutuskan untuk meminjam uang kepada Winda.
“Aku baru saja sampai di kompleks perumahan, aku memiliki tunai. Kamu kembali saja, setelah itu aku akan memberikan uangnya kepadamu.” Winda langsung mengiyakan permintaanku.
Setelah berterimakasih kepadanya, aku langsung mengambil sisa tabungan milikku, kemudian kembali ke rumah. Winda sedang menunggu di depan kompleks menundukkan kepalanya menatap telepon di tangannya. Aku berlari mendekatinya, dan memanggilnya pelan.
Winda tersenyum kepadaku, tangannya langsung mengeluarkan uang dua juta dari dalam dompetnya, kemudian memberikannya kepadaku. Dia sempat bertanya kepadaku untuk apa aku sampai meminjam uang. Aku menunjuk ke dalam kompleks perumahan, kemudian memberitahunya keadaan yang sebenarnya sambil kedua kaki kita melangkah kembali ke rumah.
Setelah selesai menjelaskan keadaan yang sebenarnya, langkah kaki Winda terhenti, dia menatapku dengan tatapan aneh, setelah itu mengeluarkan sisa uang yang dia miliki di dalam dompetnya kepadaku, “Harusnya itu ada empat juta, gunakan saja terlebih dahulu.”
Bagaimana mungkin aku menerima uang enam juta darinya, aku langsung mengembalikannya, “Kak, aku masih memiliki tabungan, dan setengah bulan lagi aku akan menerima gajiku.”
“Ambil saja.” Winda memaksa dan kembali memberikan uang itu kepadaku, “Rey, bagaimana bisa seorang laki laki tidak memiliki uang di dompetnya? Jangan sampai Emil tau saja, kamu tau sendiri bagaimana sifatnya.”
“Aku akan mengembalikannya setelah aku mendapatkan gajiku.” Aku masih saja merasa tidak enak hati.
Winda malah tidak berpikir demikian, “Tidak perlu dikembalikan, jangan bersikap sungkan denganku, Rey.”
Aku tersenyum getir, “Aku tidak boleh sungkan denganmu? Sekarang saja Emil mengira aku memiliki suatu hubungan serius denganmu, pada awalnya waktu itu kamulah yang membantu kita, tapi malah kamu yang disalahkan disini.”
“Tidak perlu memperdulikannya.” Winda mengatakan, “Aku tau jelas apa yang dia pikirkan. Rey, jangan terlalu memanjakannya, jika dia sudah keterlaluan, kamu berhak menegurnya.”
Aku menganggukkan kepalaku. Kita berdua berjalan kembali ke rumah. Setelah keluar dari lift, aku berkata kepada Winda, “Kak, kamu masuk saja dulu.”
Winda menatapku kebingungan, “Apa maksudmu? Kamu bahkan tidak berani masuk ke rumah bersamaku?”
Aku tersenyum canggung, “Takut takut Emil salah paham?”
Winda tersenyum, kemudian meraih lenganku, “Kalau begitu aku semakin merasa harus masuk ke dalam bersamamu.”
Novel Terkait
After The End
Selena BeeTernyata Suamiku Seorang Sultan
Tito ArbaniDark Love
Angel VeronicaLoving The Pain
AmardaLove In Sunset
ElinaIstri Pengkhianat
SubardiPernikahan Tak Sempurna
Azalea_Cinta Yang Berpaling×
- Bab 1 Mempelai Perempuan Menghilang
- Bab 2 Pengganti
- Bab 3 Kesalahpahaman Pertama
- Bab 4 Pemeriksaan Kamar
- Bab 5 Keluarga
- Bab 6 Meminjam Uang
- Bab 7 Pertemuan Kembali Dengan Cinta Pertama (1)
- Bab 8 Pertemuan Kembali Dengan Cinta Pertama (2)
- Bab 9 Mabuk
- Bab 10 Canggung
- Bab 11 Dinas
- Bab 12 Curiga
- Bab 13 Keadaan Darurat
- Bab 14 Kecelakaan 1
- Bab 15 Kecelakaan 2
- Bab 16 Bangga
- Bab 17 Tamu Tidak Diundang
- Bab 18 Salah Paham
- Bab 19 Pipi Yang Berlinangan Air Mata
- Bab 20 Tersesat
- Bab 21 Bercerai
- Bab 22 Bercerai? (2)
- Bab 23 Tidak menjawab telefon
- Bab 24 Tidak menyukai (1)
- Bab 25 Tidak menyukai (2)
- Bab 26 Hal yang tidak berarti
- Bab 27 Dekat
- Bab 28 Perjodohan
- Bab 29 Pemikiran lain
- Bab 30 Membingungkan
- Bab 31 Tidak Boleh Sembarangan Melihat
- Bab 32 : Kebohongan Putih
- Bab 33 Menyatakan Perasaan
- Bab 34 Bercerai Tanpa Membawa Harta
- Bab 35 Tidak Akan Menyerah
- Bab 36 Urusan Rumah Sulit Diselesaikan
- Bab 37 Diberi Hati Minta Jantung
- Bab 38 Serangan Balasan
- Bab 39 Sulit untuk dijelaskan
- Bab 40 Panggilan Video