Cinta Yang Berpaling - Bab 4 Pemeriksaan Kamar

Perkataannya sesuai dengan apa yang sudah aku perkirakan sebelumnya. Aku bahkan tidak lupa untuk memojokkannya, “Tidak apa jika kamu tidak ingin pergi, kalian guru sekolah dasar dan seorang dosen tidak akan memiliki topik pembicaraan yang sama.”

“Rey.” Emilia kesal, dia menghentakkan kakinya kepadaku, “Apa kamu merasa hebat karena menjadi dosen, kenapa memangnya menjadi dosen, kamu bahkan menikahi seorang guru sekolah dasar seperti ku ini.”

Aku hanya tertawa lebar dan tidak mempermasalahkannya lagi.

Malam hari kita pergi ke rumah ayah mertua untuk makan malam, setelah makan malam Winda juga harus pergi ke suatu tempat. Emilia mengejarku, dan mengatakan jika dia juga ingin pergi bersama denganku, aku bertanya kebingungan, “Bukankah kamu mengatakan tidak ingin pergi?”

“Aku ingin pergi sekarang.” Emilia menjawab.

“Kalau begitu aku pergi dulu.” Winda keluar meninggalkan kami.

Setelah itu aku baru mengerti, ternyata Emilia hanya khawatir jika aku akan pergi bersama dengan Winda.

Dia menarikku kembali ke rumah, dan mengatakan jika dia ingin berdandan, dia tidak ingin membuatku malu di depan teman temanku.

Aku bahkan tidak memiliki pemikiran seperti itu, “Kamu sudah cantik sejak lahir, tidak perlu dandan lagi, dan juga mereka juga sudah pernah bertemu denganmu sebelumnya.”

“Tidak bisa, aku harus memperhatikan penampilanku.” Emilia berkata serius.

Dia mengganti pakaiannya, dan bertanya di depanku, “Suamiku, menurutmu bagaimana?”

Aku menganggukkan kepalaku, “Sudah seperti itu saja.”

Emilia mengambil tasnya, kemudian keluar dari rumah dengan menggandeng lenganku. Aku tidak mempunyai mobil, pada awalnya Emilia memilikinya, kemudian menyadari jika banyak guru yang mengendarai mobil bagus, jadi dia merasa malu dengan mobil yang dia miliki karena terlalu biasa baginya, jadi dia menjualnya. Jadi setiap kita pergi keluar selalu menaiki taxi.

Sesampainya di tempat karaoke, dan saat kita pergi ke room yang sudah dipesan, tiba tiba kita bertemu dengan Winda.

“Kalian juga datang untuk karaoke? Apa mau karaoke bersama?” Winda bertanya kepada kita.

Emilia tidak melepaskan rangkulan tangannya di lenganku, “Apa kamu mengajak kakakku pergi bersamamu?”

Aku menggelengkan kepala, dan menunjuk ruangan di depan, “Kak, tidak usah, aku sudah punya janji dengan temanku.”

“Kalau begitu nikmati saja, aku akan masuk.” Winda mendorong salah satu pintu ruangan di depannya.

Emilia kembali menemukan alasan, dia bertanya, “Jika aku tidak ikut mungkin kamu akan pergi bersama kakakku.”

“Tidak seperti itu, aku bahkan tidak tau jika dia juga ada di tempat ini.” Aku mencoba untuk menjelaskan, “Orang yang janjian denganku juga mengenalmu.”

Masuk ke dalam ruangan, dan beberapa teman lainnya juga sudah sampai, saat melihat Emilia juga datang, mereka langsung berteriak kegirangan. Emilia juga tipikal orang yang mudah bergaul, jadi dia bisa dengan mudah berbaur dengan lainnya. Setelah acara selesai, kita terlalu banyak minum, tapi masih saja memaksakan diri untuk pergi makan snack malam bersama yang lainnya, dan saat itu kita sudah minum beberapa gelas lagi.

Sesampainya di rumah, waktu sudah menunjukkan sekitar pukul satu dini hari. Saat berbaring di ranjang, Emilia meraih lenganku, dan mengatakan, “Suamiku, aku mencintaimu.”

Banyak yang mengatakan jika orang mabuk akan mengatakan kebenaran, dan saat mendengar perkataannya itu, hatiku terasa sangat lega dan hangat. Aku membaringkannya di atas ranjang, dan mulai mencium bibirnya. Emilia juga memberikan respon, saat kita berdua sudah tenggelam dalam suasana, tiba tiba teleponku berdering.

Aku memalingkan wajahku untuk meraih telepon,tapi Emilia memaksaku menatapnya, telepon masih saja terus berdering. Sudah selarut ini, mungkin ada hal penting karena dia menelpon berkali kali. Jadi aku mendorong Emilia, dan ternyata Winda lah yang menghubungiku.

“Suamiku, apa yang kamu lakukan, siapa sebenarnya yang mengganggu, malam malam malah menelpon.” Emilia dibuat kesal.

“Aku akan keluar mengangkat telepon, ini dari atasan di kampus.” Aku keluar dari kamar, sebelumnya, jika Winda yang menelponnya, dia akan memberitahu Emilia, tapi setelah kejadian saat pernikahan waktu itu, aku tidak berani mengatakannya lagi.

Winda mengatakan di telepon jika dia sudah mabuk, dan dibawa oleh seseorang ke sebuah hotel, dia memintaku untuk menjemputnya. Masalah sebesar ini aku tidak bisa menundanya lagi, tanpa memberitahu Emilia, aku langsung pergi begitu saja. Setelah sampai di hotel, aku langsung menuju ke kamar yang dia tempati. Setelah mengetuk beberapa kali, terdengar dari dalam suara seseorang yang sedang kesal, “Siapa?”

Aku langsung menjawab, “Pemeriksaan kamar, tolong kerja samanya.”

Setelah beberapa saat, pintu ruangan terbuka, seorang laki laki berpakaian rapi muncul di depanku. Tanpa menunggunya bertanya, aku langsung mendorongnya dan masuk ke dalam, terlihat Winda sedang berbaring di atas ranjang, tubuhnya sudah ditutup selimut, pakaiannya diletakkan disamping ranjang.

“Kamu siapa berani beraninya berpura pura menjadi polisi!” Dia berteriak kesal.

Tanpa menunggunya banyak bicara, aku langsung melayangkan tinjuku di wajahnya. Dia berteriak menutupi wajahnya hingga terjatuh di lantai. Aku kembali melayangkan beberapa pukulan, setelah beranjak pun tidak lupa untuk melayangkan kakiku ke tubuhnya. Dia kembali berteriak, “Apa kamu tau siapa aku? Aku akan membuatmu merasakan akibatnya.”

“Sombong sekali.” Aku menepis tangannya, dan kembali mendaratkan pukulan di wajahnya.

Dia merubah nada bicaranya, “Hei, bung, aku salah, jangan pukul lagi, kita bicarakan baik baik.”

Aku mendorongnya, saat pergi ke kamar mandi, ternyata orang itu sudah melarikan diri, setelah itu aku langsung menutup pintu. Aku mengambil air dari dalam kamar mandi, kemudian membasuhkannya ke wajah Winda. Perlahan Winda mulai membuka kedua matanya, meraih air yang membasuh wajahnya, menatapku lalu berkata, “Rey, kenapa kamu datang.”

Aku menjawab, “Untung saja kamu masih sempat menghubungiku, jika tidak maka kamu sudah dilecehkan oleh orang itu.”

“Dia kemana?” Winda mengedarkan pandangannya ke sekitar ruangan.

“Kabur, aku sudah menghajarnya.” Perlahan Winda mulai menyibakkan selimut yang menutupinya, mencoba untuk beranjak.

Aku menunggu di luar, dan setelah dua menit kemudian Winda keluar dari dalam kamar, dia berbisik pelan, “Terimakasih, sebenarnya sebelumnya tidak pernah seperti ini.”

Aku memapahnya, “Mungkin dia memberimu obat, lain kali jangan pergi dengan orang orang seperti itu.”

“Iya, aku mengerti.” Winda menjawab.

Di dalam lift, dia berkata penuh kekhawatiran, “Rey, saat kamu membuka selimut, kamu tidak melihat apapun kan?”

Aku menatapnya dengan tatapan kaget, “Apa yang bisa aku lihat, kamu masih mengenakan sedikit pakaian, aku bahkan biasa melihat yang seperti itu di model televisi setiap tahun.”

“Ei, kenapa kamu mengatakan hal seperti itu kepadaku, aku itu kakakmu.” Winda bergurau, “Oh iya, apa Emilia tau jika kamu datang menjemputku?”

Aku menggelengkan kepala, “Dia mabuk, dan sudah terbaring di rumah.”

Winda mengatakan, “Sepertinya dia sedikit salah paham terhadap hubungan kita berdua.”

“Kamu juga menyadarinya?” Kita berjalan keluar dari dalam lift, “Sebenarnya dia sudah mengetahui semuanya, hanya saja dia selalu saja mencari masalah, dan membatasiku agar lebih mudah untuk mengawasiku.”

“Dia bisa bertemu denganmu adalah keberuntungan untuknya, tapi jika kamu bertemu dengannya.” Winda menggelengkan kepalanya.

Sesampainya di loby depan, aku menyodorkan tanganku, “Berikan kuncinya padaku, kamu tunggu disini, aku akan mengambil mobil.”

Di dalam mobil, aku bertanya kepadanya mengenai siapa laki laki yang membawanya ke hotel, Winda mengatakan jika itu adalah pimpinan salah satu stasiun televisi yang memiliki proyek bersamanya, jadi Winda pergi dengannya, tapi tidak disangka jika sampai terjadi hal seperti ini.

Aku mencoba membujuknya, “Kak, lebih baik kakak membuka lembaran baru, sudah lima tahun sejak perceraian kan?”

“Tidak, aku baik baik saja hidup sendiri.” Winda memalingkan wajahnya keluar, membiarkan angin malam menerpa wajahnya.

Setelah sampai di kompleks perumahan, aku mengantarnya ke depan pintu rumah, setelah itu baru kembali ke rumahku. Emilia sudah tertidur, sedangkan aku akan mandi terlebih dahulu sebelum istirahat.

Keesokan harinya aku akan pergi ke kampus, meskipun tidak tidur dengan baik, tapi aku masih terbangun saat alarm berbunyi. Emilia mengucek matanya, bertanya, “Suamiku, kemarin malam kamu pergi kemana, kapan kamu kembali?”

Aku menatapnya dengan tatapan terkejut, “Bagaimana kamu tau jika aku keluar, bukankah kamu mabuk?”

Emilia mengatakan, “Mabukku tidak separah itu, aku hanya tidak tau kapan kamu kembali. Siapa yang menelponmu semalam?”

“Guru Fenny, dia ditinggalkan oleh yang lainnya, jadi menghubungiku untuk menjemputnya.” Aku berbohong!

“Orang yang sedikit gemuk itu?” Emilia bertanya balik.

Aku menganggukkan kepala, Emilia mengulurkan tangannya, “Ambil teleponmu.”

Aku tau jelas mengenai apa yang akan dia lakukan, aku mengambil teleponku, dan melihatnya sekilas, baterai hanya tersisa satu persen saja. Setelah itu hatiku menjadi sedikit tenang. Aku berpura pura membantunya mencari sinyal, dan tanpa menunggu lama, teleponku langsung mati karena kehabisan baterai.

Emilia langsung merebutnya, “Kenapa kamu mematikannya?”

Dia mencoba mengaktifkannya kembali, tapi layar masih tidak kunjung menyala, setelah itu langsung mengembalikan telepon kepadaku dengan rona wajah penuh ketidakpercayaan, “Rey, anggap saja kamu beruntung.”

Sekolah dasar tempat Emilia mengajar adalah sekolah dasar yang dekat dengan kampusku mengajar. Kita sering pergi bekerja bersama, dia sering naik taxi, dan aku lebih memilih untuk menaiki kendaraan umum. Membeli sarapan di pinggir jalan, dan mengantar sarapan ke sekolahnya baru pergi ke kampus. Aku hanya memiliki dua kelas saja, setelah selesai mengajar langsung kembali ke rumah. Baru saja sampai di rumah, aku menerima telepon dari kak Dimas, dia mengatakan jika akan datang bersama dengan kedua kakak perempuanku, kak Reni dan kak Ririn, dan memintaku untuk menjemput mereka di pemberhentian bus dekat rumah.

Sebenarnya aku sedikit kesal karena mereka datang disaat seperti ini. Sebelum aku menikah dengan Emilia, aku juga mengundang mereka jauh jauh hari sebelum hari H, tapi mereka bahkan berikeras tidak akan datang, dan mengatakan jika mereka hanya orang kampung dan tidak pernah bertemu banyak orang, rasanya minder jika menghadiri acara pernikahan, dan khawatir akan membuat malu ayah mertua. Aku dan ayah mertua bahkan sudah menghubungi mereka berkali kali, tapi mereka tetap saja tidak bersedia untuk datang.

Aku segera menuju ke pemberhentian bus, dan saat melihat kakak kakakku, mereka terlihat mengenakan pakaian baru, jelas sekali mereka melakukan persiapan yang serius sebelum datang mengunjungiku. Agar bisa membawa barang barang yang mereka bawa, aku akhirnya menaiki taxi, dan dalam perjalanan aku mengabari ayah mertuaku akan kedatangan mereka.

Saat aku sampai di depan kompleks perumahan, ayah mertua sudah sampai disana menunggu kedatangan kita semua. Ayah mertua menunjukkan sikap yang sangat ramah terhadap keluargaku. Setelah sampai di rumah baruku, bahkan belum sempat untuk duduk, ayah mertua membawa mereka untuk melihat keadaan rumah baruku, dia memperkenalkan ruangan dan berapa banyak yang dia habiskan untuk perbaikan dan perabotan rumah. Aku hanya tersipu di belakang, sedangkan kakak kakakku hanya bisa mengucapkan terimakasih kepada ayah mertua.

Setelah kembali ke ruang tamu, ayah mertua sudah menyeduh teh, dan meminta mereka untuk duduk dan beristirahat. Ayah mertua mengucapkan banyak terimaksih kepada mereka yang sudah membawa banyak sekali sesuatu dari kampung halaman. Aku menuju ke sisi ruang tamu, mencoba menghubungi Emilia, memintanya segera kembali setelah selesai mengajar karena keluargaku datang. Dia mengatakan akan menghadiri pesta ulang tahun teman, kemudian aku mengatakan jika ayah mertua juga datang, dan langsung saja dia mengiyakan permintaanku, langsung kembali setelah selesai mengajar.

Aku menyandarkan punggungku di tembok, membayangkan jika suatu saat lagi ayah mertua sudah tidak ada lagi, tidak tau akan seperti apa hubunganku dengan Emilia nantinya. Tapi entah kapan semua ini akan terjadi, setidaknya aku harus membuat rencana dan mulai mempersiapkan diriku.

Novel Terkait

Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu