Harmless Lie - Bab 27 Hatinya Terasa Pilu
Tyson Xu tertegun, dia memalingkan wajah berkata, “Jangan berpikir macam-macam.”
Bailey Huang tiba-tiba tertawa, semakin erat memeluk pinggangnya. “Tyson, aku hanya takut kehilangan kamu. Kamu hanyalah satu-satunya di dunia yang baik terhadapku, aku tidak bisa kehilangan kamu!”
“Kamu istirahat dulu, aku masih ada sedikit urusan, aku urus dulu, nanti malam aku datang lagi.” Setelah itu, dengan cepat Tyson meninggalkan rumah sakit.
Tidak tahu kenapa, tiba-tiba Tyson Xu merasa tidak tenang, setelah keluar dari rumah sakit, dengan cepat menari pedal gas kembali ke apartemen Bailey Huang.
Pintu tidak tertutup, tapi dalam rumah tidak ada orang.
Kegelisahan Tyson Xu semakin kuat, dia turun ke lantai bawah, melajukan mobilnya kembali ke villa, tetap saja tidak ada tanda-tanda keberadaan Whitney Huang.
Bahkan dia sendiri tidak mengerti kenapa dia sangat ingin bertemu dengan dengan Whitney Huang.
Sekuat tenaga dia berpikir teringat satu tempat, Tyson Xu kembali melaju pergi ketempat itu, dia berhenti di tempat parkiran pemakaman umum, dia turun dari mobil langsung menuju ke tempat pemakaman umum.
Dimakam keluarga pasangan Huang, ternyata terlihat sosok Whitney Huang sedang berada di sana, Tyson memberhentikan langkahnya saat ingin menuju ke sana,tapi hanya dari jauh melihatnya sedang menggelengkan kepalanya sedang di depan batu nisan, seperti sedang berbicara sesuatu.
Whitney Huang melihat foto hitam putih yang terdapat di batu nisan, hatinya merasa sangat amat sedih.
“Papa, mama, aku minta maaf, aku tidak bisa membantu kalian untuk balas dendam, aku sudah tidak sanggup lagi, jika sampai waktunya mencari kalian, aku harap kalian jangan memarahiku, aku benar-benar sudah berusaha semaksimal mungkin.”
Whitney Huang pingsan di apartemen, saat pertengahan dia sadar kembali, dia sangat sadar bahwa badannya sudah tidak sanggup untuk melaksanakan pembalasan dendam terhadap Bailey Huang.
Terlalu lemah, hanya takut masih tidak bisa membunuh Bailey Huang, tapi takut dia bunuh duluan oleh Bailey Huang.
Saat ini dapat kabur adalah sebuah keberuntungan, dia tahu selanjutnya dia tidak akan seberuntung saat ini.
Sudahlah, pada akhirnya juga tidak akan hidup, cepat atau lambat tetap harus mencari papa dan mama!
Tentang Tyson Xu, anggap saja dia hanya sebuah mimpi, mimpi buruk yang tak akan pernah didapatkan!
“Papa, mama, tunggu aku!” Whitney Huang melihat sekilas foto kedua orang tuanya dan tersenyum tipis, dia tertatih menuruni makam bukit.
Tyson Xu mengkerutkan keningnya melihat dia, setiap langkahnya sepertinya menghabiskan seluruh tenanganya untuk berjalan.
Dia menggenggam erat tangannya, tapi dia masih tidak bisa menghampirinya, tapi matanya terus melihat kearah Whitney Huang.
Whitney Huang mengangkat kepalanya, melihat langit yang sangat biru, sangat indah, saat itu menolong dia warna langit juga seperti saat ini.
Dia jalan begitu saja, terus melangkah ke depan, sepertinya tidak merasakan jika dirinya sedang diikuti seseorang dari belakang.
Tyson Xu mengikutinya tanpa mengeluarkan suara, dia juga tidak menggunakan mobil, tapi justru dengan cara berjalan kaki mengikutinya.
Bahkan dia sendiri juga tidak mengerti kenapa tidak langsung menariknya lalu bertanya sejelas-jelasnnya, tapi justru seperti seorang pencuri yang mengikutinya dari belakang.
Melihat Whitney Huang yang berdiri di tepi sungai, Tyson terkejut tenganga, kenapa dia bisa datang ke sini?
Saat itu di sinilah dia jatuh ke sungai beku, dan di tolong oleh Bailey Huang.
Gerakan Whitney Huang sangat tenang, hatinya sudah mati rasa, selangkah demi selangkah dia berjalan ke tepi sungai.
Saat zaman kuliah, seluruh wilayah ini diselimuti warna putih, dan danau berubah menjadi es.
Saat ini musim panas, sekarang seluruh wilayah ini diselimuti tumbuhan dan pepohonan yang berwarna hijau, harus diakui tempat ini sangat indah!
Namun sayang, dia tidak pernah ingat, siapa wanita yang menolongnya saat itu?
Tapi seperti ini juga baik, setidaknya saat dia pergi tidak perlu terus mengingatnya lagi, yang pasti Tyson Xu tidak pernah mencintainya.
Walaupun dia sudah mati, Tyson Xu pun tidak akan melihatnya walau hanya sekali!
Whitney mengangkat kepalanya, memejamkan matannya, menghadap ke arah langit menghirup udara sedalam-dalamnya, udara di sini sangat segar, terdengar bunyi jangkrik di musim panas, dan gesekan daun yang tertiap oleh angin, dan sedikit aroma bunga.
Dia berusaha merekam suasana yang indah saat ini ke dalam memorinya.
Tyson Xu yang berdiri di samping pohon, melihat setiap gerakannya, hatinya semakin gelisah, untuk apa dia datang ke sini?
Novel Terkait
See You Next Time
Cherry BlossomMendadak Kaya Raya
Tirta ArdaniPernikahan Tak Sempurna
Azalea_Cinta Pada Istri Urakan
Laras dan GavinCinta Di Balik Awan
KellyTernyata Suamiku Seorang Sultan
Tito ArbaniBaby, You are so cute
Callie WangHarmless Lie×
- Bab 1 Kanker
- Bab 2 Aku sudah pulang
- Bab 3 Jangan Pernah Muncul di Hadapanku Lagi
- Bab 4 Tidak Akan Bercerai
- Bab 5 Rasa Sakit Karena Kehilangan
- Bab 6 Sakit yang Semakin Parah
- Bab 7 Pembalasan Dendam
- Bab 8 Waktu Tidak Tersisa Banyak
- Bab 9 Selamatkan Saya
- Bab 10 Penyakit Mental
- Bab 11 Kamu sendiri yang menginginkannya
- Bab 12 Bertemu Orang Lama
- Bab 13 Bantu Aku Merahasiakannya
- Bab 14 Kerobohan Bailey
- Bab 15 Kamu Tidak Pantas
- Bab 16 Masih Bisa Hidup Berapa Lama Lagi
- Bab 17 Pikiran Kosong
- Bab 18 Penolakannya
- Bab 19 Berkeras Hati untuk Bercerai
- Bab 20 Menolak Kemoterapi
- Bab 21 Tidak Ingin Berjanji
- Bab 22 Membawamu Pergi
- Bab 23 Harus Mati
- Bab 24 Dimana Whitney
- Bab 25 Ternyata Itu Benar
- Bab 26 Dia Hamil
- Bab 27 Hatinya Terasa Pilu
- Bab 28 Lompat Ke Danau
- Bab 29 Kelembutannya
- Bab 30 Sulit Untuk Tenang
- Bab 31 Aku adalah suaminya
- Bab 32 Membongkar Kebohongan
- Chapter 33 Bukan Mimpi
- Bab 34 Tolong Aku
- Chapter 35 Dia Sudah Gila
- Bab 36 Minyak yang Telah Habis
- Bab 37 Anak pun Tiada
- Bab 38 Segera Sadarlah
- Bab 39 Metode Bailey Huang
- Bab 40 Dia Telah Mati
- Bab 41 Penyesalan
- Bab 42 Amarah
- Bab 43 Berikan Kotak Itu Kepadaku
- Rasa 44 Rasa Original
- Bab 45 Menggali Makam
- Bab 46 Siapa Namamu?
- Bab 47 Dia Masih Hidup
- Bab 48 Tidak Perlu Diajarkan
- Bab 49 Ingin Ayah