Harmless Lie - Bab 17 Pikiran Kosong
"Maaf, nomor yang anda panggil tidak menjawab. Mohon kembali lakukan panggilan sebentar lagi."
Mendengar suara mesin penjawab telepon otomatis, Tyson Xu murung. Hatinya semakin kacau.
Wanita ini memang mengabaikan teleponnya, atau benar-benar mengalami masalah?
Tyson Xu agak bingung. Ia dari dulu tidak pernah merendah di hadapan Whitney Huang, dan Whitney Huang tidak pernah berani mengabaikan teleponnya.
Tyson Xu menarik nafas dalam-dalam. Ia kembali mencoba melakukan panggilan.
Hasilnya bisa ditebak, telepon itu lagi-lagi tidak diangkat. Tyson Xu semakin bertanya-tanya.
Apa yang sebenarnya sedang dilakukan oleh wanita ini?
Ia kembali mencoba menelepon, dan kembali gagal. Kali ini, ia langsung mematikan telepon genggamnya.
Tyson Xu sungguh tidak percaya situasi seperti ini bisa terjadi. Ia marah. Ia mengepalkan tangan, lalu menyimpan telepon genggamnya ke kantong.
Ia awalnya cemas wanita itu sedang dalam masalah, tetapi setelah dipikir-pikir, wanita itu sama sekali tidak layak mendapat perhatiannya. Wanita itu lebih baik mati!
Tyson Xu berjalan keluar villa. Ia marah pada dirinya sendiri karena telah mencemaskan wanita itu. Perasaan cemas itu tidak boleh muncul lagi!
Ia mengendarai mobil meninggalkan kompleks rumahnya. Tanpa sadar, ia sudah tiba di pintu depan bar milik teman lamanya.
Ia masih tidak paham apa yang terjadi, tetapi yang jelas saat ini ia hanya ingin minum dua gelas bir untuk memperbaiki suasana hati.
Ia langsung berjalan menuju meja bar. Steve Li, si pemilik bar, melihat raut wajah Tyson Xu yang memendam rasa kesal. Ia kaget hingga tidak tahu harus berkata apa.
Tanpa basa-basi, Tyson Xu langsung duduk dan berkata: “Berikan saya dua gelas bir. Saya ingin yang rasanya enak, jangan yang alkoholnya terlalu kuat.”
Steve Li tersenyum kaget: “Yo, angin apa yang membawamu datang ke bar kecil saya ini? Saya sama sekali tidak menyangka!”
Tyson Xu tersenyum tanpa berkata apapun. Ia berusaha menyembunyikan isi hatinya.
Penampilannya yang menarik langsung menarik perhatian begitu banyak wanita. Sayangnya, aura Tyson Xu terlalu muram, ia seolah siap memangsa siapa pun yang macam-macam dengannya. Ini membuat wanita-wanita itu tidak berani mendekat.
Steve Li sudah terbiasa dengan sikap Tyson Xu yang seperti ini. Ia menuangkan bir pesanan pria itu, lalu mengantarkannya sambil bertanya: "Sejak kamu menikah, kita sangat jarang duduk bersama minum bir seperti ini. Apa yang membuatmu risau hari ini?”
Tyson Xu mengangkat gelas birnya, langsung menyulangkannya dengan gelas yang ada di tangan Steve Li: "Memangnya kalau tidak ada masalah tidak boleh pergi mencarimu?"”
Steve Li tersenyum paham. Mereka berdua orang dewasa, tahu betul bahwa kegiatan minum bir hanya dilakukan pada dua momen, yakni ketika hati senang dan ketika hati kacau. Wajah Tyson Xu ini jelas wajah orang dengan hati kacau.
Sebagai bos bar, ia harus menjaga etika. Ia tidak bertanya lebih lanjut. Ia mengalihkan pembicaraan dengan mengenalkan pria itu jenis-jenis bir, kemudian menjelaskan bagaimana cara membedakan kualitas bir.
Tyson Xu duduk diam. Ia terlihat mendengarkan, tetapi pikirannya sebenarnya kosong. Bir yang ia minum bahkan malah membuat kegundahannya semakin menjadi-jadi.
Sudah berbicara panjang lebar, Steve Li akhirnya bertanya: “Bagaimana menurutmu?”
“Hah, apanya yang bagaimana?” Tyson Xu sama sekali tidak mendengarkan dari tadi.
Steve Li mengangkat bahu, lalu menggeleng-gelengkan kepala, “Saya sungguh penasaran, wanita mana yang dari tadi kamu pikirkan?”
“Anda sedang bicara apa?” Tyson Xu menatap Steve Li dalam-dalam. Steve Li sebenarnya anak keluarga kaya raya, tetapi ia tidak tertarik melanjutkan perusahaan keluarganya. Ia membuka bar kecil ini untuk mengejar kebebasan.
“Jangan bohong! Kita berdua pria, mana mungkin saya bisa tidak menyadari semua kegundahanmu itu!” ujar Steve Li.
Tyson Xu hanya tersenyum. Ia kembali mengangkat gelas birnya dan lanjut minum.
Penampilannya mungkin terlihat tenang, tetapi hatinya sama sekali tidak. Masak iya ia benar-benar mengkhawatirkan Whitney Huang?
Mana mungkin? Bukankah semakin jauh wanita itu darinya maka ia semakin baik?
Steve Li tidak mendebat lebih lanjut. Ia hanya tersenyum menatap Tyson Xu. Ia menuangkan bir tanpa henti untuk teman lamanya itu.
Tyson Xu tidak menolak, satu gelas demi satu gelas ia sambar, hingga akhirnya ia terlelap mabuk.
Tepat saat itu, Bailey Huang menelepon. Steve Li mengangkatnya dan memberitahukannya alamat bar.
Novel Terkait
I'm Rich Man
HartantoJalan Kembali Hidupku
Devan HardiKamu Baik Banget
Jeselin VelaniThe Gravity between Us
Vella PinkyAfter Met You
AmardaVillain's Giving Up
Axe AshciellyCinta Yang Berpaling
NajokurataCinta Yang Tak Biasa
WennieHarmless Lie×
- Bab 1 Kanker
- Bab 2 Aku sudah pulang
- Bab 3 Jangan Pernah Muncul di Hadapanku Lagi
- Bab 4 Tidak Akan Bercerai
- Bab 5 Rasa Sakit Karena Kehilangan
- Bab 6 Sakit yang Semakin Parah
- Bab 7 Pembalasan Dendam
- Bab 8 Waktu Tidak Tersisa Banyak
- Bab 9 Selamatkan Saya
- Bab 10 Penyakit Mental
- Bab 11 Kamu sendiri yang menginginkannya
- Bab 12 Bertemu Orang Lama
- Bab 13 Bantu Aku Merahasiakannya
- Bab 14 Kerobohan Bailey
- Bab 15 Kamu Tidak Pantas
- Bab 16 Masih Bisa Hidup Berapa Lama Lagi
- Bab 17 Pikiran Kosong
- Bab 18 Penolakannya
- Bab 19 Berkeras Hati untuk Bercerai
- Bab 20 Menolak Kemoterapi
- Bab 21 Tidak Ingin Berjanji
- Bab 22 Membawamu Pergi
- Bab 23 Harus Mati
- Bab 24 Dimana Whitney
- Bab 25 Ternyata Itu Benar
- Bab 26 Dia Hamil
- Bab 27 Hatinya Terasa Pilu
- Bab 28 Lompat Ke Danau
- Bab 29 Kelembutannya
- Bab 30 Sulit Untuk Tenang
- Bab 31 Aku adalah suaminya
- Bab 32 Membongkar Kebohongan
- Chapter 33 Bukan Mimpi
- Bab 34 Tolong Aku
- Chapter 35 Dia Sudah Gila
- Bab 36 Minyak yang Telah Habis
- Bab 37 Anak pun Tiada
- Bab 38 Segera Sadarlah
- Bab 39 Metode Bailey Huang
- Bab 40 Dia Telah Mati
- Bab 41 Penyesalan
- Bab 42 Amarah
- Bab 43 Berikan Kotak Itu Kepadaku
- Rasa 44 Rasa Original
- Bab 45 Menggali Makam
- Bab 46 Siapa Namamu?
- Bab 47 Dia Masih Hidup
- Bab 48 Tidak Perlu Diajarkan
- Bab 49 Ingin Ayah