Love In Sunset - Bab 19 KAKI TANGAN
Dini hari, makam.
Sinar mentari yang dengan giat menggali awan pagi, sinar yang memberikan kehangatan ke bumi.
Cahaya yang hangat melembabkan semua benda yang ada di bumi, namun tidak dapat menghilangkan kesuraman hati orang.
Vincent mengenakan setelan jas yang mahal, digenggamannya terdapat sebuket mawar putih. Wajah dinginnya tidak dapat menutupi wajah pucatnya.
Tepat satu minggu setelah pemakaman Christine, dia masih tidak dapat mempercayai kenyataan bahwa Christine telah meninggal.
Dia selalu meyakinkan dirinya bahwa Christine masih hidup, bagaimana bisa wanita buruk itu meninggal dengan begitu mudahnya.
Hanya saja, tepat setelah tujuh hari terlewati, dia menggunakan segala hubungan yang bisa digunakan, hingga dia memutar balikkan kota Z, namun tetap tidak ada sedikit pun petunjuk, tidak ada bukti yang membuktikan bahwa wanita itu masih hidup.
Christine, ternyata kamu bersedia meninggal demi orang yang brengsek!
Ketika teringat seyumnya yang begitu indah, Vincent pun tidak dapat lagi menekan amarahnya.
Urat-urat dikeningnya pun terlihat muncul, sebuket bunga yang berada didepannya terjatuh begitu saja. Kelopak bunga yang lembut berjatuhan ke atas tanah, tersebar didepan batu nisan itu, terlihat semakin indah.
Dia mengedipkan matanya beberapa kali, ketika membuka matanya kembali terdapat tatapan kemarahan yang terlihat begitu mengerikan, dia mempertahankan kebenciannya terhadap wanita itu selama bertahun-tahun, hari dimana wanita itu meninggalkannya dia telah membayangkan berbagai macam cara untuk menyiksa wanita itu.
Tetapi ketika mereka baru saja bertemu, ternyata wanita itu telah meninggal, meninggalkan sebuah kalimat aku mencintaimu, dia menghilang sepenuhnya demi seseorang yang brengsek.
Christine, kenapa kamu melakukan itu?
Kebencian yang sulit dikendalikan sama seperti rumpur liar yang tumbuh dihati, kebencian yang begitu menyakitkan perlahan-lahan mendaki semakin tinggi dilubuk hati, sama seperti tumbuhan merambat yang mengikat hatinya, semakin didalami maka semakin erat, mengikatnya hingga membuatnya tercekik.
Tangannya yang putih menyentuh foto yang ada diatas batu nisan, nafasnya dan jari tangannya bergemetaran.
“Merasa sedih sekarang, apa dia akan kembai hidup?” terdengar suara tajam dari belakang tubuhnya, membuat nafasnya menjadi tersengal.
Dia tiba-tiba membalikkan tubuhnya, dengan sepasang mata merahnya menatap orang yang dibelakangnya. Tidak terdapat lagi kabut kesedihan didalam tatapannya, namun tatapannya menunjukkan kebengisan yang tidak berubah.
Dibelakangnya berdiri seorang perempuan, dengan baju terusan berwarna hitam, rambut ikal berwarna coklat kemerahan, wajahnya terlihat kemarahan dan kesedihan yang mendalam.
Dia adalah Larissa, sahabat dari wanita yang meninggal itu.
“Sedih? Kamu telah berpikir terlalu jauh.” Vincent sedikit menipiskan bibirnya, mengangkat sudut bibir menunjukkan lekukan yang begitu dingin: “Apalagi, aku percaya bahwa dia benar-benar telah meninggal.”
Bukankah ini semua bencana besar?
“Iya, dia memang bisa saja tidak meninggal.” Larissa melanggkah satu langkah kearahnya, mendongakkan kepala, kedua tangan mengepal, dengan sepasang matanya yang memerah menatap Vincent, kebencian yang terdapat dimatanya terlihat semakin jelas.
“Dia masih begitu muda, seharusnya dia hidup dengan baik. Saat itu kenapa kamu ingin berpisah darinya, seandainya kalian tidak berpisah dia tidak akan kembali dan bertunangan dengan Yuda, seandainya mereka berdua tidak bertunangan, dia juga tidak akan meninggal. Walaupun si gila Yuda itu yang telah menyebabkannya terbaring disini, kamu adalah penyebabnya, kamu adalah penjahat, kamu adalah kaki tangannya!
Vincent, Christine begitu buta, hingga bisa begitu mencintaimu.”
Larissa berteriak, air matanya mengalir dengan deras, kening yang bulat, leher yang putih muncul urat-urat berwarna biru, tubuhnya yang kurus bergemetaran.
Seandainya bisa, dia sangat ingin merobek pria kejam yang ada dihadapannya, mewakilkan sahabat terbaiknya untuk balas dendam.
“Apa yang kamu katakan? Aku yang menginginkan perpisahan kami? Siapa yang memberitahumu?”
“Tentu saja Christine yang memberitahuku, tidak mungkin aku menipumu. Vincent, pria yang berani melakukan harus berani menerima resikonya. Jika tidak aku akan semakin tidak memandangmu. Sebaiknya kamu pergi, tempat ini tidak menerimamu, kurasa Christine juga tidak ingin melihatmu!”
Novel Terkait
Mbak, Kamu Sungguh Cantik
Tere LiyeCinta Yang Tak Biasa
WennieTakdir Raja Perang
Brama aditioYour Ignorance
YayaHusband Deeply Love
NaomiLove In Sunset×
- BAB 1 APAKAH KAMU TIDAK BISA MENGENALIKU?
- BAB 2 TERYATA SUNGGUH KOTOR!
- BAB 3 TAMU
- BAB 4 MENGHANCURKAN DIA
- BAB 5 KEDUA TANGAN YANG RUSAK
- BAB 6 MEMIJAT TAMU
- BAB 7 PUTRA
- BAB 8 KEASLIAN DNA
- BAB 9 Mengantar Anak Keluar Negeri
- BAB 10 MATILAH KAU! ANAK HARAM!
- BAB 11 LEPASKAN!
- BAB 12 Memohon Kematian
- BAB 13 PERGI
- BAB 14 MEMORI
- BAB 15 TIDAK BOLEH
- BAB 16 MATI
- Bab 17 BATU NISAN
- BAB 18 KEBENARAN
- Bab 19 KAKI TANGAN
- BAB 20 KEBOHONGAN
- BAB 21 KONSPIRASI
- BAB 22 KEBENCIAN YANG MENDALAM
- BAB 23 RACIKAN OBAT
- BAB 24 UMPAN
- BAB 25 TRANSAKSI
- BAB 26 RAHASIA
- BAB 27 LAMARAN
- BAB 28 TUJUAN
- BAB 29 MULAI...
- BAB 30 TOLONG
- BAB 31 KEPERCAYAAMN
- BAB 32 KEJUTAN
- BAB 33 PERNIKAHAN
- Bab 34 BALAS DENDAM
- BAB 35 MEMBATALKAN PERNIKAHAN
- BAB 36 MENJIJIKKAN
- BAB 37 ORANG GILA
- BAB 38 PENGAKUAN
- BAB 39 TERLAHIR KEMBALI
- BAB 40 MEMBANTUNYA UNTUK MENCAPAI TUJUANNYA
- BAB 41 TERIMA KASIH
- BAB 42 MELEPASKAN
- BAB 43 SEHARUSNYA TIDAK
- BAB 44 JANGAN MENANGIS
- BAB 45 AYAH
- BAB 46 BERANI KAMU!
- BAB 47 BERKUMPUL
- BAB 48 BERSATU KEMBALI
- BAB 49 AKHIR YANG INDAH