Love And War - Bab 20 Pertemuan Di Kuil Chongsheng

Helen Guan dan Cindy Yao berjalan sambil terus mengobrol satu sama lain.

Mungkin makan malam tadi tidak cocok di perutnya, Helen Guan tak lama meminta izin pada Cindy Yao dan berlari ke toilet.

Cindy Yao yang sedang menunggunya, merasa bosan dan menghitung bintang di langit. Dia sangat senang bisa bertemu dengan teman baru selama di perjalanan, dan pada saat yang sama dia juga merasa kasihan atas pengalaman tragis yang menimpa Helen Guan.

Dalam keadaan bengong, hpnya tiba-tiba berdering.

Cindy Yao melihat ke layar tampilan hpnya, dengan kesal meletakkannya di telinganya, “Jovian, kamu ini sebenarnya menganggap aku teman baikmu tidak sih, sudah selama ini kamu tidak menghubungi aku!”

Di ujung telepon terdengar keheningan, “Lain waktu aku akan mentraktirmu.”

“Hm boleh lah, ada apa mencariku?”

“Kamu kan punya banyak teman, bantu aku menemukan seseorang.”

“Masih ada orang yang tidak bisa kamu temukan ya, ayo coba katakan, siapa namanya.”

“Namanya...”

“Cindy”, ketika Helen Guan keluar dari toilet, suaranya tiba-tiba menembus, menyela kata-kata Jovian Zheng, “Maaf membuatmu menunggu.”

“Tidak apa-apa, tunggu sebentar, aku sedang menerima telepon.”

“Baik.”

Sebelum Cindy Yao melanjutkan bicara, Jovian Zheng di sisi lain tiba-tiba menjadi muram dan bertanya dengan gugup: “Cindy, kamu sekarang ada di mana?”

Cindy Yao adalah gadis yang periang, dan dalam sekejap dia lupa kalau Jovian Zheng ingin menanyakan sesuatu padanya. Mendengar Jovian Zheng menanyakan keberadaannya, dan berpikir kalau Jovian mau datang menghampirinya dia jadi dengan terbuka memberi tahunya.

Setelah menutup telepon, Cindy Yao berinisiatif menjelaskannya kepada Helen Guan: “Tadi seorang teman yang menelepon, mungkin besok dia akan datang dan bermain bersama kita, besok aku akan mengenalkannya kepadamu. Aku beritahu kamu ya dia itu sangat tampan, meskipun agak cuek, tapi dia memiliki hati yang baik.”

Helen Guan dengan bercanda menjawab, “Bilang saja dia pacarmu.”

“Heh benar-benar hanya teman biasa, dia sudah memiliki orang yang dia cintai.”

Teman yang Cindy Yao ceritakan itu harusnya ramah seperti dia, pikir Helen Guan dalam hati.

“Ngomong-ngomong, besok kita mau pergi kemana, Cin?”

“Pergi ke Kuil Chongsheng, aku kasih tahu kamu ya, kuil Chongsheng terkenal...” Cindy Yao tidak bisa menghentikan diri ketika dia mulai membuka obrolan itu.

Keduanya mengobrol dan tertawa, dan setelah itu kembali ke hotel dan tertidur dengan tenang.

Pemberhentian keempat adalah Kuil Chongsheng.

Kuil Chongsheng berada di utara kota kuno Dali, karena letaknya tidak jauh, Helen Guan dan Cindy Yao memutuskan pergi kesana jalan kaki.

Pemandangan di sepanjang jalan tidak mengecewakan keputusan mereka. Bunga kamelia putih dan peony ditanam di sepanjang jalan terlihat begitu indah. Setelah tiba di Dali, Helen Guan memiliki ilusi berjalan di taman, tetapi taman itu agak terlalu besar.

Dia sebelumnya mendengar kalau Kuil Chongsheng setiap harinya penuh dengan turis, dan setelah mereka datang, dia menemukan kalau itu benar. Kuil ini diabadikan dalam Buddha cendana lokal terbesar. Di belakangnya ada Seribu Tangan Guanyin seperti Kuil Hangzhou Lingyin, tetapi lebih kecil dari yang di Hangzhou.

Helen Guan memandang patung Buddha tepat di atasnya, dan untuk sesaat, dia sepertinya memahami suasana hati orang yang beriman, saleh dan damai.

Yunnan memiliki kekuatan magis yang begitu besar, dapat menenangkan hati dan nafsumu yang menggebu-gebu dan menghilangkan semua kebingunganmu dalam sekejap.

Helen Guan dan Cindy Yao mendengar dari orang-orang di kuil bahwa telah terjadi kebakaran di sini. Banyak kuil yang hancur dalam api tersebut, dan hanya tersisa 3 menara yang masih utuh.

Kuil Chongsheng penuh dengan dupa. Ketika Helen Guan dan Cindy Yao tiba, keadaan disana penuh dengan asap dan aroma dari dupa tercium kuat, membuat orang-orang tanpa bisa dijelaskan merasa berlindung kepada Buddha.

Meskipun Helen Guan tidak percaya pada Buddha, dia tetap menyembah setiap patung Buddha dengan serius. Dia merasa pikirannya sedikit demi sedikit dimurnikan dan dia tidak perlu memikirkan apa pun.

Wajah Cindy Yao juga terlihat sangat serius, di hadapan Sang Buddha, setiap orang adalah orang beriman yang taat, dan jiwa setiap orang seolah sedang dibasuh.

Jauh dari keramaian dan hiruk pikuk dunia, membuat Helen Guan merasa seperti manusia yang murni.

Pada siang hari, keduanya menikmati makanan vegetarian di kuil, dan setelah makan mereka pergi ke kolam harapan untuk membuat permohonan.

Harapan Cindy Yao adalah menantikan cinta yang indah.

Harapan Helen Guan adalah menjalani kehidupan yang tenang...Dan semua orang yang dia sayangi bisa sehat selalu.

Setelah Cindy Yao menyampaikan harapannya, dia kebetulan menerima telepon dari Jovian Zheng.

“Di mana kamu?” Jovian Zheng tidak lagi mengucapkan kata-kata sapaan.

“Di tempat air mancur permohonan, aku masih ada satu teman di sini, nanti aku akan memperkenalkannya...”

Tut tut tut...

Cindy Yao tertegun sejenak, “Sial, aku belum selesai bicara, si wajah dingin itu menutup teleponku lagi!”

Ketika Helen Guan membuka matanya, dia melihat wajah Jovian Zheng melalui asap dupa.

Adegan ini terlalu familiar.

Banyak gambar terpisah terlintas di benak Helen Guan, tetapi seperti biasa, dia tidak bisa membuatnya nyata. Banyak wajah orang muncul di benaknya, yang membuat Helen Guan merasa sangat akrab.

Ada perasaannya yang ingin keluar, tetapi dia tidak bisa keluar.

Di saat yang sama, Jovian Zheng perlahan berjalan ke arah Helen Guan.

Cindy Yao jelas melihat Jovian Zheng juga, dengan penuh semangat mengguncang lengan Helen Guan, “Whitey, lihat, itu teman yang kuceritakan tadi malam!”

Helen Guan seketika tersadar, wajahnya dengan cepat memerah.

Reaksi pertamanya adalah ingin melarikan diri.

Dia saat ini tidak tahu harus bagaimana menghadapi Jovian Zheng.

Jovian Zheng tampaknya memahami pikirannya dan bergerak cepat ke arah Helen Guan, tidak memberinya kesempatan untuk melarikan diri.

Helen Guan yang tidak berani menatap langsung ke arahnya, menundukkan kepalanya, “Lama tidak berjumpa.”

“Wah. ” Tatapan Cindy Yao menyapu bolak-balik antara mereka berdua, “Jadi, kalian sudah saling kenal! Sungguh sebuah kebetulan.”

“Iya kebetulan.” Mata Jovian Zheng dari awal sampai akhir tidak beralih dari Helen Guan. “Nona Guan bagaimana menurutmu?”

Helen Guan menarik nafas dalam-dalam, mengumpulkan keberanian untuk mengangkat kepalanya, tetapi masih tidak berani menatap mata Jovian Zheng, “Aku tidak menyangka kamu temannya Cindy, dunia ini sangat kecil.”

Cindy Yao ternyata menyadari kalau Jovian Zheng tidak sama seperti biasanya, dia jadi sengaja membuat alasan untuk pergi, “Um, kalian berdua silahkan mengobrol, kuil ini agak membosankan, aku mau mencari sesuatu untuk dimakan. Tono, ayo temani aku.”

Setelah itu, dia dengan cepat menarik Tono dan kabur.

Jovian Zheng mendekati Helen Guan, “Mengapa pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun?”

“Aku...” Di bawah tatapan tajam Jovian Zheng, Helen Guan merasa sedikit bingung. “Aku ingin mengubah hidupku.”

“Lalu kenapa kamu mengganti nomormu, apakah kamu sedang bersembunyi dariku?”

“Karena perusahaan hutang selalu menelepon menggangguku, jadi aku harus mengganti nomor baru.”

“Mengapa tidak datang mencariku dan meminta bantuan denganku?”

“Aku...Tidak ingin merepotkanmu lagi.”

Jovian Zheng tersenyum sedih, “Diantara kita mengapa jadi kaku?”

Helen Guan tidak tahu bagaimana menjawabnya.

Mereka berdua berdiri di jalan sana dalam waktu yang lama hingga asap dupa naik perlahan.

Akhirnya, Jovian Zheng membuka mulutnya untuk memecah suasana yang canggung, “Ayo pergi.”

Helen Guan dengan patuh mengikuti di belakangnya.

Keduanya datang ke menara lonceng di sebelahnya.

Helen Guan saat ini sedang memikirkan apa yang akan dilakukan Jovian Zheng, dan dia akan membawanya kemana?

Sebuah jam besar ditempatkan di menara lonceng, dan berat serta ukurannya tertulis di prasasti batu di bawah.

Ketika Helen Guan melihat jam ini, dalam kepalanya teringat para bhikkhu yang membunyikan bel di vihara dalam serial TV di pagi hari.

Bunyi "Boom — Boom—" mengguncang kuil, seperti batu yang jatuh ke danau.

Dinding luar jam dicetak dengan pola yang sangat indah: lapisan atas berisi 6 pola paramita, dan lapisan bawah berisi 6 patung raja. Helen Guan pada awalnya tidak percaya pada agama Buddha dan di tambah semua Buddha ini tumbuh dengan bentuk aneh. Mereka terlalu sulit untuk dikenali. Meskipun dia tidak tahu satu pun dari mereka, tapi Helen Guan terlalu malu untuk bertanya kepada Jovian Zheng.

Dalam perjalanan mengunjungi menara jam, tak ada satu pun dari mereka yang berbicara.

Hingga sesuatu terjadi

Keluar dari menara jam, Helen Guan tiba-tiba ditabrak oleh seorang lelaki yang tidak tahu dari mana berjalan dengan tergesa-gesa. Awalnya, tubuh Helen Guan sudah begitu ringan, setelah ditabrak oleh orang yang berlari cepat itu tubuhnya langsung jatuh tanpa pusat gravitasi yang stabil.

Jovian Zheng yang melihatnya dengan cepat mengulurkan tangan untuk menahan Helen Guan, yang hampir roboh.

Helen Guan memegang erat lengan Jovian Zheng, wajahnya pucat, “Terima kasih.”

2 wanita datang tepat setelahnya, salah satu dari mereka berteriak pada lelaki yang menabrak Helen Guan: “Ada apa dengan lelaki itu, langsung pergi tanpa permintaan maaf?”

Yang lain menambahkan: “Iya, setidaknya meminta maaf lah.”

Lelaki itu kemudian berbalik dengan tidak sabar berkata, “Salah dia yang tidak punya mata dan menghalangi jalanku.”

Salah satu wanita marah, “Lihat sikapmu ini? Yang menabrak itu kamu, tapi kamu masih menyalahkan orang?”

“Bukan urusanmu!”

Wanita itu menjadi semakin marah, dan dia terlihat ingin melawan lelaki itu. Helen Guan buru-buru menghentikannya, “Kakak, jangan marah, jangan marah, jangan ladeni orang seperti ini.”

Jovian Zheng, yang berada di samping, tetap diam, dia diam-diam melihat wanita lainnya mencuri hp dan dompet Helen Guan di saat Helen Guan membujuk wanita itu. Setelah itu dia diam-diam mengedipkan mata pada wanita itu.

Di bawah bujukan Helen Guan, wanita itu akhirnya melepaskan amarahnya, “Dek, benar katamu. Benar-benar tidak ada gunanya meladeni orang seperti ini. Ya sudah, aku masih ada urusan, jadi aku mau pergi dulu ya...”

“Baik, terima kasih kak telah membantuku, hati-hati di jalan ya.”

Setelah kedua wanita itu pergi, Jovian Zheng berkata dengan ringan: “Aku benar-benar tidak mengerti, kamu untuk apa berterima kasih kepada wanita itu.”

“Dia sudah membantuku, bukankah sudah seharusnya untuk berterima kasih padanya.”

Jovian Zheng mendengus, “Kamu memangnya tidak melihat kalau ketiga orang itu berada dalam kelompok yang sama? Kamu coba cek apakah ada yang hilang darimu.”

Helen Guan menyentuh sakunya, dan tertegun, menyadari kalau hp dan dompetnya hilang.

Benar kata Jovian Zheng, orang bertiga tadi ternyata satu kelompok. Wanita itu berpura-pura ingin berkelahi dengan lelaki itu, dan wanita lainnya sedang menunggu kesempatan untuk mencuri barang korbannya.

“Helen, lain kali ingat jangan berbuat baik setiap saat. Terkadang kebaikanmu bisa menjadi kesempatan orang lain untuk menindasmu!”

Novel Terkait

Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
4 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu