My Lady Boss - Bab 21 Berhenti
Eveline Fang berada di atas tubuh Howard Lin, dan dia bisa merasakan ada sebuah titik keras di bawah pinggangnya yang menekannya, itu membuat wajahnya menjadi lebih merah.
Dia hanya ingin membantu mengompresnya, tapi mengapa malah menjadi seperti ini?
Eveline Fang dalam benaknya bertanya pada dirinya sendiri, tetapi sentuhan yang diberikan Howard Lin membuatnya sedikit merasa tidak mau melepaskan, dan tubuhnya seperti mengirimkan sinyal perasaan haus dan ingin sesuatu yang lebih ke otaknya.
Tidak boleh, dia tidak boleh membiarkan ini terus terjadi!
Eveline Fang berteriak dalam benaknya, dan tiba-tiba tubuhnya bergetar, wanita itu merasa tangan lelaki di bawahnya telah menyentuh bokong bulat belakangnya.
Tidak! Dia tidak bisa membiarkannya semakin jauh!
Eveline Fang mengertakkan gigi mencoba membuat dirinya lebih sadar, Setelah dengan paksa menutup matanya, saat dia membuka kedua matanya lagi, dari matanya kini terlihat kesadaran.
Howard Lin tidak menyangka dirinya masih bisa dengan seksama merasakan keindahan Eveline Fang. Fleksibilitasnya membuatnya tidak dapat menahan diri untuk mencubitnya beberapa kali. Sambil menunggu untuk menyerang posisi selanjutnya, Eveline Fang kemudian mengeluarkan suara dingin: “Kalau kamu mau berhenti sekarang, aku akan menganggap masalah malam ini sebagai kecelakaan.”
Suara dingin Eveline Fang seperti baskom berisi air dingin yang dituangkan ke atas kepala Howard Lin yang tengah mengepul, membuat lelaki itu langsung bangun.
Tangan yang semula masih ingin memijat bokongnya, hanya bisa menyingkir, dia kemudian melihat ke arah Eveline Fang dengan canggung.
Eveline Fang menghela nafas lega melihat Howard Lin tidak mengambil tindakan lebih lanjut. Dalam hatinya tampak sedikit kecewa, tetapi Eveline Fang menyembunyikannya dengan baik, dia berdiri merapikan pakaiannya yang agak berantakan, dan memulihkan ekspresi dingin di wajahnya.
“Maaf...Itu...”
Howard Lin dengan canggung ingin menjelaskan.
“Kamu bisa melakukan sisanya sendiri, sudah larut, aku pergi istirahat dulu!”
Eveline Fang meninggalkan kalimat ini dan berjalan kembali ke kamar.
Howard Lin agak linglung melihat ke arah kepergian Eveline Fang, lalu duduk dan mengusap matanya yang masih merah, dia tidak bisa menahan senyum pahitnya.
Setelah menarik nafas dalam-dalam, berusaha menenangkan dorongan hatinya, dia berdiri dan mengganti baskom berisi air panas lagi, dan mulai mengompres handuk hangat ke anggota tubuhnya yang sakit.
Saat keesokan harinya bangun, Howard Lin merasakan seluruh anggota tubuhnya kaku dan dia mengerutkan kening.
Dia dalam hatinya mengerti kalau dia mungkin tidak cocok untuk kerja keras seperti ini.
Hari itu hampir tengah hari, dan Eveline Fang sudah tidak ada di ruangan seperti yang dia harapkan.
Ketika dia berjalan ke ruang tamu, dia menemukan sebuah catatan di atas meja: Aku sudah memasak terlalu banyak makanan untuk sarapan, dan masih tersisa banyak di panci. Makanlah kalau kamu mau!
Howard Lin melihat tulisan tangan yang rapi dan tersenyum, berjalan ke dapur, rice cooker ternyata benar masih dalam keadaan hangat, melihat isi dalamnya tidak tahu menggunakan bahan apa saja, dan di samping rice cooker ada semangkok sayur asin.
“Wanita ini, padahal dia jelas orang baik, tapi tidak tahu mengapa harus berpura-pura menjadi galak!”
Howard Lin tidak bisa menahan diri untuk mengomentarinya.
Kebetulan dia juga lapar, dan bubur di rice cooker pas-pasan sepenuh mangkok besar, jadi dia memakannya untuk sekalian porsi makan siang.
Selesai makan, Howard Lin berpikir sepertinya tidak akan bertahan lama dengan pekerjaan saat ini jadi memutuskan untuk pergi ke jalan melihat apakah ada pekerjaan yang lebih cocok untuknya.
Saat keluar, ada banyak pejalan kaki di jejalanan, karena waktu ini adalah waktu istirahat siang para karyawan.
Kebetulan di dekat apartemen Eveline Fang ada sekolah. Ketika Howard Lin berjalan melewatinya, dia melihat beberapa mobil stan kecil di pintu masuk sekolah menjual mie dingin dan kentang.
Dengan adanya gerakan hati, dia berjalan mendekat dan melihat lebih dekat 3 atau 5 stan seperti itu yang dikelilingi oleh banyak siswa.
Pemilik stan sedang sibuk memegang panci besar, mengaduk makanan di dalamnya dengan satu tangan, menyiapkan makanan yang diinginkan siswa.
Howard Lin dengan menghisap sebatang rokok berjongkok tidak jauh dari sana, diam-diam menghitung jumlah siswa yang membeli makanan itu.
Setelah habis 1 batan rokok, Howard Lin menghitung bahwa dalam 5 menit itu, hampir setiap penjual menjual sekitar 5 hingga 10 mangkok, dan banyak siswa di sekitarnya yang masih menunggu untuk membeli.
Merasa tertarik, Howard Lin memutuskan untuk terus menunggu.
Sampai para siswa hampir habis dan pergi, beberapa penjual mulai memilah uang receh mereka sendiri dengan senyum di wajah mereka, dan Howard Lin berjalan ke salah satu penjual dan berkata, “Pak, aku mau semangkok mie dingin, berapa harganya?”
“Baik, 5 Yuan semangkoknya, mau tambah cabe?”
Bapak penjual itu tersenyum dan mengeluarkan kotak kertas dan mulai bersiap.
“Tambahkan seperti pesanan-pesanan orang lain saja pak, bagaimana bisnis di depan sekolah, apakah sangat bagus?” Howard Lin bertanya sambil tersenyum, kemudian membagikan sebatang rokok.
“Lumayan. Orang ramainya waktu pulang sekolah saja, tapi kalau sisanya biasa saja.”
Melihat Howard Lin membagikan sebatang rokok, bapak itu dengan cepat mengusap tangannya di pinggang dan mengambilnya sebelum melanjutkan mencampur kentang.
Tak lama, semangkuk mie dingin diserahkan pada Howard Lin.
Howard Lin mengambil sumpit dan memasukan makanan ke dalam mulutnya. Setelah mencicipinya, dia tersenyum dan berkata, “Rasanya enak. Tidak heran kalau bisnis bapak sangat bagus.”
“Ya jadilah, sehari-hari ya bisa terjual beberapa.”
Bapak yang dipuji tentu merasa senang. Melihat saat ini tidak ada urusan lain, dia mengambil rokok yang telah diberikan Howard Lin tadi, di saat yang sama, melihat Howard Lin sepertinya belum mau pergi, dia memberikan bangku untuknya.
“Pak, berapa mangkok yang bisa kamu jual dalam sehari?” Tanya Howard Lin lagi.
“Kalau bisnis sedang bagus, bisa 4 sampai 500, kalau sedang tidak beruntung, paling hanya beberapa lusin mangkok, ya biasalah bisnis kecil.” Bapak itu menjawab dengan santai.
“Ya lumayan lah itu. Itu jauh lebih baik daripada pekerjaan paruh waktu pada umumnya. Lalu berapa banyak modal yang bapak gunakan untuk memulai bisnisnya?”
“Kenapa? Wah, apakah kamu juga ingin menjual mie dingin juga?” Bapak itu bertanya dengan waspada.
“Tidak, cuma tanya saja, aku di sini sedang menunggu temanku pulang kerja. Aku ini orangnya lebih suka mengobrol.” Howard Lin mencari alasan untuk dirinya sendiri.
“Oh, untuk barang-barang tidak mahal lah, hanya perlu direnovasi. Hanya waktu berjualan, harus berlarian. Siswa melihat ini hanya waktu mereka keluar dari sekolah. Sekarang bisnis sedang tidak bagus dan ada banyak persaingan.”
Bapak itu merokok dan melihat ke beberapa penjual lainnya.
“Iya, berbisnis memang tidak mudah, pak tambah semangkok mie lagi, bungkus...”
Howard Lin memakan mie dinginnya dan kemudian mengeluarkan 5 Yuan, pada saat yang sama, dia dengan sengaja melihat beberapa bahan yang disiapkan oleh bapak penjual itu dan mengingatnya sendiri.
Setelah mendapatkan informasi yang diinginkannya, Howard Lin berjalan ke tempat lain dengan sebungkus mie dingin, pada saat yang sama dia juga diam-diam menghitung keuntungan setiap hari penjual kecil itu.
Sekotak kentang dijual seharga 5 Yuan, dan semangkok mie dingin juga seharga 5 Yuan.
Kalau bisnis bagus bisa terjual 300 mangkok, yaitu 1.500 Yuan.
Berapa biaya untuk bahan-bahannya? Kentang di pasar sayur setengah kilonya di jual 2 Yuan, bukan? Dan harga grosir harusnya lebih murah, kalau bisnisnya bagus, bukankah untungnya bisa ratusan Yuan sehari?
Ini tentu jauh lebih mudah daripada memindahkan batu bata, kan?
Howard Lin sedikit tertarik, orang lain saja bisa menjualnya, lalu kenapa dia tidak?
Ini tidak membutuhkan teknologi atau etalase, tidak perlu nama izin atau apapun, asalkan rasanya lewat, sudah bisa kan?
Memikirkan hal ini, Howard Lin berjalan ke pasar sayur terdekat, membeli beberapa kilo kentang dan mie dingin, dan berencana untuk bereksperimen sendiri.
Novel Terkait
The Revival of the King
ShintaAfter The End
Selena BeeLove And War
JaneGaun Pengantin Kecilku
Yumiko YangIstri Pengkhianat
SubardiStep by Step
LeksMy Lady Boss×
- Bab 1 Bos Wanita
- Bab 2 Tersesat
- Bab 3 Berani Sekali
- Bab 4 Kamu Laki-Laki Atau Bukan
- Bab 5 Tugasnya Gagal
- Bab 6 Pinjam Uang
- Bab 7 Benci
- Bab 8 Hubungan Intim!
- Bab 9 Dia Telah Melakukan Sesuatu Yang Buruk
- Bab 10 Membalas Budi
- Bab 11 Melarikan Diri
- Bab 12 Lebih Baik Untuk Bersikap Lembut
- Bab 3 Berdamai?
- Bab 14 Diadu Lagi
- Bab 15 Memberi Bantuan
- Bab 16 Bekerja
- Bab 17 Kuli
- Bab 18 Saling Membantu
- Bab 19 Gadis Yang Ceroboh
- Bab 20 Hiperaktif
- Bab 21 Berhenti
- Bab 22 Memasak
- Bab 23 Kamu Dalam Mara-Bahaya
- Bab 24 Tubuhmu Tidak Sanggup
- Bab 25 Pertemuan Tak Terduga
- Bab 26 Menghiburnya
- Bab 27 Kita Hanya Bertemu Dan Tidak Saling Mengenal
- Bab 28 Perjamuan
- Bab 29 Penjelasan
- Bab 30 Ada Pekerjaan
- Bab 31 Tidak Tahan Lagi
- Bab 32 Kehidupan Yang Kuinginkan
- Bab 33 Meminjam Uang
- Bab 34 Resep Rahasia
- Bab 35 Tidak Tahu Malu
- Bab 36 Tidak Tahu Malu
- Bab 37 Tidak Bertenaga
- Bab 38 Bisnisnya Bagus
- Bab 39 Manajemen Kota
- Bab 40 Gerobak Kios