Half a Heart - Bab 2 Pemakaman

Setelah disemayamkan di rumah duka, Mama pun akhirnya dimakamkan. Grizelle dengan wajah sembabnya masih hanyut dalam pelukan kerabat. Ia melihat Mama masuk ke liang kubur, dan perlahan ditutupi dengan tanah.

Suasana duka sangat terasa, pemuka agama membacakan doa, namun Grizelle tampak tidak fokus dengan apa yang diucapkan. Sedangkan Daddynya hanya menatap ke arah makam Mama. Setelah doa dilakukan, para pelayat yang mengantarkan Mama pun pergi.

Grizelle masih ingin berada di makam Mamanya, ia terus memandangi nisan yang tertancap bertuliskan nama Mama. Tak lama, Daddynya datang untuk mengajak Grizelle pulang, namun ajakan itu tidak diindahkan. Seorang wanita muda datang untuk membujuk Grizelle, ia merasa iba kepada gadis kecil itu.

“Grizelle sayang, ayo kita pulang,” ujar wanita itu.

Jessica, adalah staf yang bekerja di kantor pengacara milik Edward, Daddy Grizelle. Sedari tadi ia mencoba mendekatkan diri pada gadis kecil itu. Bahasanya sangat lembut, ia mencoba berbicara dengan sangat pelan kepada gadis kecil yang sedang rapuh itu. Jessica berusaha dengan sangat keras agar mendapatkan perhatian dari Grizelle.

“Kasihan Daddy, sudah menunggu kita,” lanjut Jessica lagi.

Grizelle yang masih dalam dukanya merasa tak enak hati dengan ucapan Jessica, ia merasa wanita itu terlalu ikut campur. Grizelle dengan matanya yang berkaca melihat ke arah Jessica tanpa berkata apa pun. Tatapannya memiliki banyak arti, ia sangat terganggu karena masih ingin menghabiskan waktu bersama Mamanya.

Akhirnya, Grizelle pun beranjak, dan pergi menuju Daddynya yang sudah berjalan ke arah mobil mereka lebih dulu. Dengan pelan langkahnya meninggalkan makam Mama, berkali-kali ia melihat ke belakang. Jessica masih memegangi Grizelle, takut gadis itu terjatuh.

“Aku bisa sendiri,” ujar Grizelle melepaskan dirinya dari pegangan Jessica.

Jessica pun melepaskan Grizelle, dan berhenti sejenak. Ia melihat gadis yang sedang rapuh itu berjalan menuju mobil. Jessica mengambil napas panjang, lalu melanjutkan langkahnya menuju ke mobil yang sama.

*

Setelah kepergian Mama, Grizelle menjalani hari dengan kehampaan. Semenjak Mamanya berada di rumah sakit, Daddy jarang sekali di rumah. Ia lebih sering langsung ke Rumah Sakit. Namun, saat ini, untuk menghibur Grizelle, Edward kembali sering berada di rumah.

Anak gadis satu-satunya itu benar-benar terlihat rapuh setelah kepergian Mama. Edward pun mencari cara agar Grizelle tidak larut dalam kesedihannya. Ia juga berharap gadis kecilnya bisa semakin membuka diri.

Grizelle terlihat sering menutup dirinya, ia semakin mengisolasi diri, sehingga teman-teman sekolahnya perlahan mulai menjauh. Edward khawatir, anaknya akan semakin tidak mau bertemu dengan siapa pun setelah ini. Kadang Grizelle tidak keluar kamar sama sekali setelah kepergian Mamanya.

Gadis pendiam, dan tertutup itu semakin menutup dirinya, sifat introvertnya semakin mengkhawatirkan. Ia tenggelam dalam kesedihan yang berlarut, sampai semua orang mengkhawatirkannya. Edward mulai mencari cara untuk menghibur Grizelle agar mau keluar kamar, dan kembali seperti dulu.

Tapi, sepertinya Grizelle lebih nyaman berada di kamarnya, dan tidak mau bertemu siapa pun. Edward berusaha untuk dekat dengan Grizelle kembali dengan sering makan malam di rumah. Ia berharap dengan begitu Grizelle bisa dekat dengannya.

“Grizelle, ayo makan.” Edward mengetuk pintu, dan mengajak anaknya makan malam bersama.

Tak lama, Grizelle membukakan pintu. “Iya, Dad, nanti Grizelle menyusul.”

“Daddy tunggu ya.” Edward pun meninggalkan kamar anaknya, dan kembali ke meja makan.

Grizelle pun keluar dari kamarnya, dan menghampiri Daddy. Wajah murung masih terlihat dari wajah gadis berusia 12 tahun itu. Edward berusaha untuk menghibur dengan bertanya banyak hal tentang Grizelle.

“Apakah ada minat yang sedang kamu tekuni? Daddy lihat kamu sering di kamar,” tanya Edward.

“Tidak ada, hanya merasa nyaman saja di kamar, Dad,” jawab Grizelle.

“Sesekali mari kita keluar bersama. Makan ice cream mungkin?” ujar Edward.

Grizelle tersenyum tipis, dan menganggukan kepalanya. Ia tampak menghargai ajakan Daddynya, walaupun tidak begitu dekat. Grizelle sadar yang ia punya hanyalah Daddynya sekarang, lebih baik bersikap baik saja.

*

Setelah beberapa waktu sering berada di rumah, Edward kembali pergi sesuka hati seperti tidak ada orang lain yang menunggunya. Terkadang ia juga tidak pulang ke rumah dalam beberapa hari. Grizelle sesekali menanyakan ke pekerja yang ada di rumah tentang keberadaan Daddynya, namun kadang tidak ada yang tahu ke mana Daddynya pergi.

Setelah beberapa waktu Edward berada di rumah, Grizelle sudah mau sesekali keluar kamar. Tetapi setelah Edward jarang di rumah lagi, gadis itu merasa ia dilupakan. Grizelle pun kembali membuat dunianya sendiri di dalam kamarnya.

Terkadang berandai-andai lebih menenangkan untuk Grizelle, dari pada menghadapi kehidupan nyata. Namun, itu juga tampak tidak bagus untuknya karena semakin larut dalam kesedihan karena kepergian Mama. Ia masih mengharapkan Mama ada di sampingnya menemani setiap saat, kenyataannya itu tidak akan terjadi lagi.

Saat Grizelle berada di dalam kamar, ia mendenagr suara seorang wanita yang tak asing di telinganya. Ia ingin memastikan apakah dugaannya benar atau tidak. Grizelle mengintip dari kamarnya, namun tidak terlihat pemilik suara tersebut.

“Kamu mau minum apa?” tanya Edward pada wanita itu.

“Apa saja. Grizelle di mana?” Wanita itu seperti sudah mengenal Grizelle sebelumnya.

“Sepertinya di dalam kamar,” jawab Edward.

Grizelle yang mendengar wanita tersebut menanyainya semakin penasaran, namun ia enggan untuk keluar. Ia lebih baik menyimpan rasa penasarannya dalam-dalam daripada harus keluar kamar bertemua dengan orang-orang. Tak lama ketukan pintu terdengar, Edward memanggil Grizelle.

“Grizelle, apa ada di dalam?” tanya Edward dari balik pintu.

Grizelle beranjak dari duduknya, ia membukakan pintu untuk Daddynya. “Ya, Dad.”

“Kamu sudah makan? Ayo ... keluar, ada Tante Jessica,” ujar Edward.

Dugaan Grizelle sebelumnya memang tepat sekali, suara itu adalah milik Tante Jess. Ia merasa kemalasannya untuk keluar kamar, dan bertemu dengan orang-orang semakin bertambah besar. Seperti mengulur waktu, atau menghindari, Grizelle berkata sedang mengerjakan PR, dan belajar untuk ulangan besok.

Edward pun tidak bisa berkata banyak karena pendidikan itu penting. Ia hanya berpesan, jika sudah selesai dengan PR, dan juga belajar bisa menemui Tante Jess. Edward juga berkata jika Jessica datang untuk bermain, dan menemani Grizelle.

*

Keesokan harinya, Tante Jess kembali muncul di rumah Grizelle. Ia menjadi curiga dengan hubungan Daddynya dengan wanita itu. Jika tidak ada hubungan apa-apa, tidak mungkin Tante Jess sering berada di rumah mereka.

Grizelle pun terus diminta untuk menemui Jessica karena sudah jauh-jauh datang. Edward sangat berharap dengan adanya orang baru dapat mengobati rasa kesepian Grizelle. Namun, nyatanya gadis itu tidak begitu nyaman dengan Jessica.

Kali ini kedatangan Jessica tidak dapat dihindari oleh Grizelle, ia tidak memiliki alibi apa-apa lagi. Grizelle benar-benar menemui Jessica. Bahkan dia pura-pura membawa buku pelajaran ke hadapan perempuan yang bekerja untuk Daddynya itu. Ia lebih suka, dan nyaman untuk belajar, dari pada berbicara dengan Jessica.

“Grizelle rajin sekali ya,” ujar Jessica sedikit memuji.

“Beginilah dia, sangat terobsesi dengan belajar,” lanjut Edward.

“Tidak apa-apa, itu sangat baik. Tetapi harus seimbang dengan hal lainnya ya, sayang.” Ucapan yang diberikan Jessica memiliki banyak makna, salah satunya adalah agar ia bisa dilihat oleh Grizelle.

“Benar kata Tante Jess, sayang. Bagaimana kalau kita makan malam bersama di luar hari ini?” ajak Edward, dengan memandang bahagia ke arah Jessica.

“Ide yang bagus,” ujar Jessica.

Grizelle langsung melihat Daddynya, ia sungguh tidak mau dekat dengan wanita itu, dan pergi ke tempat ramai. Grizelle yang tertutup tak bisa mengungkapkan perasaannya, alhasil ia harus menerima makan malam bersama itu. Hubungan ini tampak seperti bukan hubungan pekerjaan lagi.

Grizelle seperti sadar jika Jessica berusaha masuk ke dalam kehidupan dia dan Daddynya. Membuat rasa takut posisi Mamanya digantikan pun timbul. Ia benar-benar tidak ingin Jessica menjadi Mama tirinya.

Ketidaknyamanan Grizelle kepada Jessica membuat dirinya tidak bisa dekat dengan wanita itu. Hal itu timbul karena kepribadian yang tertutup menolak adanya orang baru dalam kehidupan Grizelle. Jika Jessica sampai menjadi ibu sambung untuknya, maka sudah dipastikan Grizelle akan sulit untuk menerimanya.

***

Novel Terkait

Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu