Half a Heart - Bab 5 Pulang

Setelah lulus S1 di jurusan hukum, Grizelle yang sudah terpisah selama 3,5 tahun dengan keluarganya dipaksa pulang oleh Edward, ayahnya. Ia mencurigai sesuatu dari sikap daddynya, Grizelle melihat sikap yang tidak biasanya ia dapatkan. Seperti biasa, Grizelle pun menuruti kemauan Daddynya.

Setelah 3,5 tahun berada di Belanda, rasanya ia ingin menetap saja, namun itu tidak mungkin. Ia pun memikirkan untuk meneruskan kuliahnya ke jenjang yang lebih tinggi, dan sudah pasti di luar negeri. Jika bekerja, terlebih lagi di Indonesia, maka Grizelle akan tetap tinggal satu rumah dengan Daddy, dan Mommynya, juga adik lelaki yang menjadi kebanggaan Daddy.

Grizelle belum pernah bertemu langsung dengan Theodore atau Teddy adiknya. Dia hanya melihat Teddy dari foto-foto yang ada di sosial media Daddy. Jika ada 10 foto Teddy di sana maka foto Grizelle hanya ada satu. Tentu saja Edward yang gila penghormatan juga selalu membanggakan Grizelle yang sekolah hukum di Universitas Leiden, apalagi hukum Belanda adalah rujukan hukum di Indonesia.

Pemikiran Grizelle untuk meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi harus dikubur. Kecurigaannya akan sikap Edward yang cenderung memaksanya untuk cepat pulang adalah benar. Ada maksud tertentu di balik semua itu, membuat Grizelle benar-benar menyesal pulang ke rumah.

Edward memaksakan Grizelle untuk menikah dengan seorang anak kliennya karena rasa terima kasih karena sudah menyelamatkan perusahaan propertinya dari jerat penggelapan pajak. Grizelle terdiam ketika mendengar niat Daddy itu, ia merasa tak memiliki hak lagi atas hidupnya sendiri.

“Kamu akan bahagia hidup dengannya. Kita akan bertemu dengan keluarga mereka beberapa hari lagi,” ujar Edward.

“Mereka pasti akan membuatmu bahagia,” lanjut Jessica.

Grizelle mengerutkan dahinya, ia tak nyaman dengan ucapan Jessica tentang kebahagiaan. Muncullah pertanyaan di pikirannya tentang apa sebenanrya arti sebuah pernikahan? Jessica menikah karena Edward adalah pengacara terkenal, dan juga kaya, tetapi Grizelle bukan gadis yang seperti itu. Sikapnya yang pendiam membuatnya menjadi realistis saja, banyak faktor untuk kebahagiaan bukan hanya karena mereka adalah keluarga kaya.

Sekali lagi, dengan terpaksa Grizelle menuruti keinginan Edward untuk menikah dengan lelaki yang ia pun tak pernah mendengar namanya. Gadis yang dewasa sebelum waktunya itu pun tak mau berbicara banyak. Untungnya, jika ia menikah, tak harus lagi tinggal di rumah yang sama dengan keluarganya.

Pemikiran sempit itu tercetus karena rasa tidak nyamannya, menikah seperti jalan pintas saja untuk Grizelle. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya biar nanti saja dipikirkan untuk dijalani. Lelaki yang akan dinikahi dengannya juga belum tentu akan setuju dengan perjodohan ini.

*

Grizelle, gadis 22 tahun yang dewasa sebelum usianya membuat dunianya sendiri yang nyaman dan damai. Ia tumbuh menjadi gadis yang dingin, dan mandiri, tak pernah mengenal cinta karena selalu sibuk mengerjakan hal-hal berguna. Di usianya saat ini, seharusnya Grizelle sedang menikmati hidupnya sebagai seorang remaja yang sedang bertumbuh menjadi dewasa.

Ketika hidup sendiri di Belanda, Grizelle yang selalu sendiri sejak Mamanya meninggal, membuat aturan untuk dirinya. Semua hal yang dilakukan haruslah disiplin, baik dalam kuliah maupun bekerja. Kerja keras yang dijalani di Belanja juga membangun pribadinya menjadi seorang gadis yang mandiri dan realistis.

Kadang, teman dekatnya selalu bertanya apa yang ia lakukan setelah kuliah? Grizelle memberitahu apa yang dikerjakan, dan jawaban itu membuat temannya tak menyangka. Grizelle akan bekerja sepulang kuliah di café, dari mencuci piring, hingga menerima orderan. Pulang dari kerja ia akan belajar sedikit, atau memeriksa tugas kampusnya.

Sekarang, Grizelle harus langsung menikah setelah lulus kuliah, seperti tidak sebanding dengan apa yang telah ia jalani selama berada di Belanda. Tak ada teman untuk berbagi cerita membuat Grizelle harus memendam perasaannya sendirian. Grizelle menatap wajah pucatnya di depan cermin, “Menikah? Memikirkannya saja aku tidak.”

Tentu saja, Hidup Grizelle didedikasikan untuk belajar, dan bekerja. Bersenang-senang dengan teman, atau jalan-jalan santai pun tidak, bagaimana bisa memikirkan cinta, dan pernikahan. Grizelle beranjak dari cermin di kamarnya, ia duduk di kasur, dan membuka laptop.

Instrumen musik yang selalu ia dengar ketika sedang belajar atau membaca buku, kembali ia dengarkan. Grizelle tiba-tiba teringat akan tempat yang ia tinggali ketika di Belanda dulu. Biasanya pada waktu seperti ini ia bersiap untuk pulang lalu bersantai di kamar.

Ingatannya itu membawanya kembali ke suasana Belanda yang nyaman. Suasana, pemandangan, arsitektur, tata letak, semuanya membuat Grizelle ingin kembali lagi, dan tidak pulang. Ia mengingat kanal-kanal cantik yang di kelilingi arsitektur bangunan dari masa sebelum 1600-an, museum Van Gogh, dan lainnya. Ia juga mengingat bagaimana toleransi, dan sikap cuek masyarakat Belanda juga salah satu daya tarik yang dirasakan Grizelle. Seperti Belanda adalah negara yang pantas untuk orang-orang seperti Grizelle yang memilih untuk hidup tanpa memikirkan orang lain.

*

Keesokan harinya, Grizelle keluar kamar untuk mengambil minum, selain itu perutnya pun sudah terasa lapar. Tak ada yang mengetuk pintu kamarnya untuk mengajak sarapan bersama, seperti ia tidak ada di rumah ini. Grizelle pun menemui pekerja rumah yang sedang berada di dapur, rumah sudah tampak sepi ia penasaran, dan bertanya.

“Hi, Bi. Kenapa rumah sepi, semua pergi ke mana?” tanya Grizelle.

“Setelah sarapan tadi, bapak ke kantor, dan ibu ada urusan, Non,” jawab pekerja rumah.

“Baiklah.” Grizelle mencari roti, dan juga selai di kulkas.

“Biar saya saja, Non.” Pekerja rumah menghadang Grizelle.

“Tidak apa-apa, Bi, saya juga yang makan. Lanjut saja ke pekerjaan yang lain,” ujar Grizelle.

Pekerja rumah itu terkesan dengan Grizelle, ia tampak sudah menjadi wanita dewasa, bukan gadis lagi. Perantauannya ke negeri jauh membuat kemandirian timbul, sehingga tidak lagi merepotkan orang lain. Pekerja rumah menjadi tidak enak, dan segan kepada Grizelle, ia tampak berbeda dari orang-orang di rumah ini.

Sewaktu dia hendak kembali mengurung diri di kamarnya, Grizelle mendengar suara Teddy. Bocah itu sudah pulang sekolah rupanya. Dia dan Teddy mempunyai selisih umur hampir 14 tahun. Saat ini Grizelle hampir 23 tahun dan Teddy 9 tahun. Dia bersekolah di salah satu sekolah elit di Jakarta. Teddy memanggil namanya dengan riang.

“Kak Grizz…”

Grizelle menatap anak itu dan tertawa. Hanya Teddylah yang bisa membuat dia tertawa di rumah ini. Teddy begitu tampan, yang membuat Grizelle bingung dari mana dia mendapat warisan wajah setampan itu.

“Don’t call me Grizz, kakak tahu kamu sedang senang melihat film kartun itu, Grizz dan teman-teman, panggil kakak Zel, oke?”

Teddy menggangguk. Dia senang ada teman di rumah ini. Kesibukan Daddy dan Mommy di luar rumah membuat Teddy sering merasa kesepian. Walaupun Kakak Zel sangat pendiam, tetapi dia selalu tertawa dengan kelakuan Teddy. Dan Teddy suka akan hal itu.

Setelah bercanda sejenak dengan adiknya, Grizelle kembali menghabiskan waktu di dalam kamar. Di sana, Grizelle mencoba mencari informasi tentang perusahaan hukum, dan juga pekerjaan sebagai seorang pengacara di Indonesia, terutama di daerah kota tempat ia tinggal. Banyak referensi yang bisa dibaca, banyak juga sumber-sumbernya. Ia benar-benar ingin bekerja menjadi pengacara setelah melihat semua sumber-sumber itu.

*

Edward pulang untuk makan siang bersama dengan keluarganya, itu adalah rutinitas biasa di kelaurga itu. Jessica, dan Theodore pun juga ada di sana untuk makan siang bersama, namun yang tidak ada hanyalah Grizelle. Seperti 3,5 tahun terakhir ini, Grizelle tidak pernah hadir di tengah-tengah keluarga itu.

Bahkan mereka dengan santai sampai tak ada yang menyadari jika Grizelle berada di dalam kamar. Sampai makanan mereka beranjak masuk ke saluran pencernaan, dan tampak sepi di piring-piring yang tersaji, Theodore menanyakan keberadaan Grizelle. Edward terdiam, dan memberhentikan kunyahannya, dan memandang lurus ke depan.

“Kak Zel ke mana ya?” tanya Teddy.

“Sudah makan saja, nanti juga kalau lapar ia akan keluar,” ujar Jessica.

Edward memanggil pekerja rumah, dan meminta untuk memanggil Grizelle makan bersama mereka. Namun dia sendiri malah beranjak dari meja dan bersiap kembali ke kantornya. Hanya Teddy yang setia, menunggu Kakak Zel-nya meski dia sudah selesai makan siang.

***

Novel Terkait

Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
5 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu