Half a Heart - Bab 7 Harapan yang Salah

Setelah perbincangan, dan perkenalan yang cukup singkat, Grizelle kembali mencoba fokus, dan masuk ke dalam obrolan. Aliando yang melihat senyum Grizelle melihat calon adik iparnya itu tampak baik-baik saja dengan perjodohan ini. Namun sebaliknya, Adrian, adiknya tampak sangat tidak menyukai perjodohan ini.

Kedua orang tua mereka masih berbincang mengenai kasus yang sebelumnya terjadi di perusahaan Syahreza. Terlihat jelas jika kasus itu bukanlah kasus biasa, membuat keduanya sempat hanyut dalam urusan bisnis. Namun istri Syahreza mencoba mencairkan suasana kembali santai dengan menanyai Grizelle.

“Grizelle baru pulang dari Belanda? Bagaimana di sana?” tanya istri Syahreza.

“Benar, Tante. Cukup membuat betah,” jawab Grizelle tersenyum.

“Adrian bukankah lulusan dari Australia?” tanya Edward.

Adrian yang sedang tampak bosan hingga menopang kepalanya, tampak kaget dengan pertanyaan Edward yang mendadak. Akhirnya, Ibunyalah yang membantu menjawab pertanyaan dari calon mertuanya itu. Syahreza memberikan wajah masam kepada anak bungsunya, dan melihat ke arah Aliando.

“Iya benar sekali, sama seperti Grizelle,” ujar istri Syahreza.

Grizelle tampak tidak tertarik dengan pembicaraan, dan juga hal tentang Adrian, ia pun menunggu orang tuanya menanyai Aliando. Sudah pasti, Grizelle berharap Aliando adalah lelaki yang akan dijodohkan kepadanya, sehingga ia ingin mengetahui banyak tentang lelaki itu. Jika memang tidak ada yang menanyai Aliando, rasanya ia ingin menanyainya sendiri saja.

“Kalau Aliando bagaimana?” tanya Jesicca dengan senyuman manis kepadanya.

Grizelle tampak tersenyum sesaat Mommynya menanyai tentang Aliando. Lalu, lelaki itu pun menjawab dengan senyuman yang hangat, dan melihat ke arah Grizelle. Grizelle pun menjadi semakin melayang jauh sampai meninggalkan bumi.

Tidak seperti Adrian yang tampak bosan, Aliando malah sangat bersemangat, dan sikapnya sangat ramah. Lelaki itu memang sangat membuat Grizelle terpikat, namun ia tak bisa terang-terangan mencuri pandang. Grizelle pun tak sabar mendengar secara resmi jika Aliando lah yang akan menjadi suaminya.

Perbincangan masih terus dilakukan oleh Syahreza, dan Edward, hingga mulai mengerucut ke pembahasan perjodohan anak mereka. Syahreza menanyakan kesediaan Edward memberikan putrinya untuk anak lelakinya yang lajang. Perbincangan kedua kepala rumah tangga ini tampak santai juga menengangkan.

“Setelah pertemuan ini, apakah kesepakatan kita tetap berlanjut?” ujar Syahreza dengan bercanda.

“Tentu, tentu saja berlanjut. Grizelle pasti akan bahagia bersama putramu,” jawab Edward sedikit meninggikan posisi Syahreza.

“Bisa saja. Kami akan berusaha membuat putrimu satu-satunya bahagia, bukan begitu, Ma?” ujar Syahreza memandang istrinya.

“Benar, Pa. Pak Edward tidak perlu khawatir,” lanjut Istri Syahreza.

Edward melihat ke arah Adrian, ia pun menanyakan kesediaan Adrian menerima Grizelle. Adrian hanya tersenyum tipis, dan menyetujui apa yang dikatakan Edward karena tidak ada pilihan lain. Ia juga tidak bisa menolak apa yang dikehendaki orang tuanya untuk pernikahan ini bisa terjadi.

Grizelle yang mendengar ayahnya menanyakan kesediaan menerima dirinya sebagai istri Adrian membuat Grizelle bingung, dan juga kaget. Ia melihat ke arah Daddynya, dan juga Mommy Jess, seketika badan Grizelle menjadi lemas. Bagaimana tidak, ternyata yang akan menikah dengannya adalah adik dari lelaki yang sedang membuatnya melayang, melambung tinggi ke udara.

Saat itu Grizelle merasa dunia itu tidak adil, dan tidak ada yang berpihak kepadanya, bahkan keadaan. Mulai dari kehilangan Mama kandungnya, mendapatkan Ibu sambung yang tidak ia suka, dibuang ke Belanda, dan sekarang dinikahkan, ia menerima saja. Tapi, tak bisakah ia menikah dengan orang yang disukainya? Grizelle benar-benar putus asa.

Mommynya yang bertatapan dengan Grizelle hanya tersenyum saja, setidaknya perjodohan ini akan berlanjut ke jenjang yang lebih jauh. Mommy Jess memberikan semangat dan merangkul putri tirinya itu, ia turut berbahagia. Namun sejujurnya, tak ada kebahagiaan yang dirasakan oleh Grizelle sama sekali.

Grizelle terduduk lemah, dan berusaha menahan dirinya, ia merasakan sakit yang cukup dalam hati mendengar kebenaran. Grizelle melihat ke arah Aliando, lalu tertunduk, ia melihat lelaki itu seperti terbang jauh meninggalkannya ke alam semesta yang entah di mana.

Grizelle yang sedikit memperhatikan Adrian sedari ia keluar dari kamarnya, dan bertemu dengan keluarga itu. Adrian terlihat sangat tidak ramah kepada dirinya, dan juga situasi ini, bahkan ia menyambut Grizelle dengan sikap tak peduli. Sikapnya memang terlihat jika ia tidak menyukai perjodohan ini, dan ingin protes, namun tidak bisa. Lelaki yang tampak seumuran dengannya itu seharusnya bisa lebih bersikap baik walaupun tidak suka.

Tidak seharusnya sikapnya itu diperlihatkan ke muka umum, Grizelle menganggap Adrian seperti kekanak-kanakan dalam mengambil sikap. Jika memang ia tak suka, mengapa harus menerima perjodohan ini, ia lelaki seharusnya lebih bisa menolak dengan memberontak. Grizelle juga ingin berkata, jika memang ia tidak suka. Memangnya, Grizelle menyukainya? Namun ucapan itu tidak bisa ia sampaikan juga, karena masih memikirkan sikapnya kepada keluarga Syahreza dan nama baik Daddynya.

Grizelle tampak benar-benar ingin marah saat mendengar nama Adrian disebut sebagai calon suaminya. Ia menahan diri cukup keras untuk tidak mengambil tindakan bodoh seperti marah-marah di depan umum. Namun pembicaraan Daddy, dan Syahreza sudah tidak bisa menahan Grizelle.

“Adrian akan menjaga Grizelle dengan baik, nantinya,” ujar Syahreza dengan senyuman penuh keyakinan.

“Ya, jika tidak, saya langsung yang akan menjewernya,” ujar Istri Syahreza sembari tertawa kecil.

“Pastinya akan seperti itu. Kami sangat percaya jika Adrian adalah lelaki yang baik hati,” ujar Jessica basa-basi, dan berusaha untuk akrab dengan keluarga pengusaha property itu.

“Ya, Adrian pasti tidak akan mengecewakan. Sama seperti Pak Edward yang tidak mengecewakan,” ujar Syahreza tertawa.

Grizelle merasa percakapan mereka sungguh tidak bisa ditoleransi, dan membuatnya sama sekali tidak nyaman. Akhirnya, Grizelle mengepalkan tangannya, memejamkan matanya, tanpa pikir panjang ia berlari ke kamar. Tindakan emosional itu seperti bentuk protes kecil yang tak bisa lagi ia tahan.

Aliando melihat calon adik iparnya itu berlari, dan seperti tahu apa penyebabnya. Namun, sedari tadi, ia berusaha untuk menahan diri, dan sekarang pertahanannya goyah. Aliando pun bertanya-tanya, apakah Gizelle akan baik-baik saja?

Tentu saja Grizelle tidak baik-baik saja dengan tindakannya yang seperti itu. Grizelle menangis di tengah-tengah pelariannya ke dalam kamar, ia sempat berniat untuk kabur saja dari rumah.

*

Di kamar, Grizelle melihat ke arah cermin, ia menghapus dandanannya, mengacak-acak rambut yang tertata rapi, lalu ia duduk di kasur. Ia mencoba menenangkan dirinya, namun masih menyalahkan keadaan yang tidak adil. Grizelle menangis, dalam diamnya, dan memeluk bantal yang selalu menemaninya bersedih.

“Kenapa tidak ada yang adil?” gumam Grizelle. “Tak bisakah sekali saja nasib berpihak kepadaku?”

Memang benar, takdir seperti tak pernah berpihak kepada gadis cerdas ini dari ia masih berumur 12 tahun. Wajar saja saat ini ia bersedih ketika harapannya yang dibangun sesaat, juga hancur sesaat karena tidak sesuai. Setidaknya ia berharap dijodohkan dengan orang yang menerima, dan menyambutnya dengan penuh ketulusan, dan hangat, itu sudah cukup. Ia tidak menginginkan lebih.

Grizelle pun berpikiran tak mau lagi bertemu dengan keluarga itu, dan berpikir untuk memberontak saja, dan menolak perjodohan ini. Terserah saja apa yang akan dikatakan Daddynya, jika ia akan dibuang lagi ke negeri tak bertuan pun Grizelle sudah siap menerimanya. Lebih baik ia pergi sejauh mungkin dari pada menerima perjodohan ini.

Emosi telah membawanya untuk tidak berpikiran rasional lagi, nyatanya ia masih memiliki hati yang bisa tersakiti. Tak selalu apa yang ia terima adalah dari dalam dirinya, terkadang keterpaksaan timbul hanya agar tidak ada masalah yang lebih rumit. Nyatanya sekarang masalah hidupnya semakin rumit karena ia menerima saja.

Grizelle kembali mengingat Mamanya, ia melihat foto yang terpajang di meja kamar. Mungkin saat ini, jika perjodohan ini terjadi, Mama akan memeluknya, dan mendukung untuk membatalkan saja. Atau, mungkin jika Mamanya masih ada Grizelle tidak akan merasakan perjodohan ini.

“Andai Mama di sini. Rasanya semua ini tidak akan terjadi, Ma.” Air mata Grizelle semakin deras menetes.

Grizelle pun berbaring sambil memeluk bingkai foto itu, ia memejamkan mata agar dapat membayangkan Mama tercinta. Terlihat sekarang memang tidak ada yang mempedulikannya, dan tak ada yang bertanya bagaimana kondisinya, perasaannya. Klien dan kekayaan itu lebih penting bagi keluarga Grizelle, dibandingkan perasaan anaknya sendiri.

***

Novel Terkait

Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
3 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
3 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu