Half a Heart - Bab 1 Kesedihan Si Gadis Kecil

Grizelle tergesah berjalan menuju ke ruang guru, tak biasanya seperti ini. Jantung gadis berusia 12 tahun itu berdegup kencang, ia terus berpikir kesalahan apa yang telah diperbuat. Sejauh ini ia telah menjadi anak yang baik, tak satu pun masalah yang menghampirinya karena kedudukan ayahnya sebagai pengacara terkenal membuatnya harus menjaga sikap.

Satu kelas terus saja membicarakan Grizelle, semuanya heran, dan bertanya apa yang terjadi? Grizelle yang cerdas dan berprestasi tidak mungkin melakukan kesalahan fatal sampai ia dipanggil ke ruang guru. Gadis yang saat berada di kelas VIII mencoba untuk tenang, ia meyakinkan dirinya tidak akan terjadi apa-apa.

“Kenapa Grizelle?” ujar teman-teman di kelas.

“Tidak tahu, ada apa ya?” Semuanya terdengar bersahutan menanyakan hal yang sama.

“Tidak mungkin dia melakukan hal yang tidak baik, seorang anak pengacara terkenal.” Itu lah kalimat yang selalu terucap untuk Grizelle jika terjadi pembicaraan tidak enak tentang dirinya.

“Pasti hanya hal biasa saja.” Satu kelas menjadi ricuh.

Banyak pertanyaan yang timbul, dan tak tahu kejelasan jawabannya. Teman-teman dekatnya berusaha membela jika mendengar sesuatu hal tidak baik tentang Grizelle. Guru yang masuk pun menenangkan kelas yang ribut itu.

Pelajar kelas kembali dimulai tanpa Grizelle, ia diberikan kelonggaran karena ada hal yang lebih penting. Guru meminta semua murid membuka halaman 52 untuk pembelajaran lebih lanjut. Raut wajah Bu Guru tampak berbeda, ada kekhawatiran yang diperlihatkan, mungkin saja itu tentang Grizelle.

“Kalian pelajari dulu ya, lalu kerjakan yang ada di halaman berikutnya,” ujar Bu Guru.

“Baik, Bu ….” Serentak murid-murid menjawab.

Bu Guru keluar dari kelas dengan tergesa, ia benar-benar mengkhawatirkan Grizelle, murid berprestasinya itu. Bu Guru melihat dari kejauhan Grizelle sudah masuk ke ruang guru, dengan sebelumnya memegang dadanya. Gadis itu tampak sangat gugup, ia pasti ketakutan karena sebelumnya tidak pernah terlibat masalah apa pun.

Bu Guru dengan berjalan cepat menuju ke ruangan guru, ia ingin sekali mendampingi Grizelle. Sebagai wali kelas, sudah semestinya Bu Guru melakukan itu di saat seperti ini. Ia berharap Grizelle dapat menerima apa yang terjadi.

*

Grizelle tertunduk berdiri di ruang guru, Bu Guru memegang pundak Grizelle yang sedang menunggu Kepala Sekolahnya. Ia tampak semakin gugup, dan ketakutan, entah masalah apa yang ia buat sehingga Kepala Sekolah ingin menemuinya. Grizelle kembali menarik nafas panjang, dan berusaha untuk tenang.

Bu Guru sangat sedih melihat raut wajah gadis kecil itu. Grizelle anak baik, ia pasti sangat ketakutan karena belum pernah dipanggil sebelumnya. Bu Guru berusaha untuk menenangkan Grizelle.

“Tidak apa-apa, sayang. Kamu tidak melakukan apa-apa,” ujar Bu Guru.

Grizelle terdiam karena masih gugup, dan takut, ia masih menunduk. Kepala Sekolah pun datang ke ruangan, Grizelle diminta untuk duduk. Dengan sedikit senyuman ketika melihat Kepala Sekolah Grizelle kemudian duduk.

Grizelle mulai bersuara setelah terdiam cukup lama, ia menatap dalam Kepala Sekolah, dan juga gurunya. Gadis itu seperti tak tahu apa yang ia berbuat sehingga harus ada di dalam ruangan guru ini. Semua orang terlihat sedih, dan mencoba menenangkan Grizelle.

“Grizelle, sekarang bisa siap-siap untuk ke rumah sakit. Kamu bisa melihat Mama dulu,” ujar Kepala Sekolah.

Grizelle yang panik menatap Kepala Sekolah dengan mata berkaca. Ia sangat menyayangi Mamanya, dan sangat takut ada sesuatu yang terjadi. Kepala sekolah mencoba menenangkan Grizelle dengan cara apa pun.

“Mama kenapa, Bu?” tanya Grizelle dengan bibir bergetar.

“Mama, Mama saat ini sedang dalam kondisi kurang baik. Mama dikabarkan kritis, dan membutuhkan Grizelle,” lanjut Kepala Sekolah.

Grizelle langsung keluar dengan air mata menetes di pipinya, ia berlari ke kelas untuk mengambil barang-barangnya. Semua orang di jalan yang mengenal Grizelle melihatnya berlari sambil menangis. Semua kembali bertanya, ada apa dengan Grizelle sebenarnya? Setelah dari ruangan guru, ia menangis.

Grizelle bergegas membereskan semua buku-buku, dan juga barang-barnagnya. Tak lama supir keluarganya datang untuk menjemput Grizelle. Teman-teman baiknya tak satu pun yang berani bertanya melihat keadaan Grizelle yang seperti terguncang.

Semua tampak mengerti, Grizelle membutuhkan waktu sendiri. Dalam kondisi seperti itu siapa pun pasti tidak ingin ditanyai. Kelas seketika menjadi hening mengiringi kepergian Grizelle dari kelas.

*

Sesampainya di rumah sakit, Grizelle berjalan cepat mencari ruangan di mana Mamanya berada. Air mata senantiasa menemani langkahnya, dan perasaan yang tidak karuan itu. Entah ia akan bisa tersenyum atau tidak ketika bertemu dengan Mamanya. Grizelle seperti tidak ingin menunjukan kesedihan mendalamnya.

Supirnya pun mengejar Grizelle, dan setelah menemui gadis itu, ia mengantarkan ke ruangan tempat perawatan mamanya berada. Di depan pintu perawatan intensif Grizelle berdiri sejenak, ia mengambil nafas dan ancang-ancang untuk masuk. Air mata juga dihapusnya, ia tak ingin terlihat bersedih.

“Ma, ayo sembuh, Grizelle menunggu,” ujar Ayah Grizelle, yang dipanggilnya Daddy.

Grizelle mendengar rintihan Daddynya, ia tak ingin juga membuat sedih Daddy karena kondisi Mamanya. Grizelle perlahan memasuki ruangan, ia melihat Daddy memegangi tangan Mamanya dengan penuh kasih. Sungguh, air matanya tak bisa tertahankan lagi untuk keluar, semua yang telah ditampung keluar begitu saja tanpa aba-aba.

Daddy tampak sangat sedih melihat kondisi Mama, ia terus memegangi tangan Mama, dan menguatkan Mama menghadapi kondisi kritis itu. Grizelle yang tak bisa berbicara, dan berusaha terus mendekat mulai mencoba untuk memanggil Mamanya, namun rasa sedih membuatnya tetap bungkam. Ia melihat semua alat-alat yang ada di ruangan itu terpasang pada Mamanya.

“Mama,” bisik Grizelle memaksa diri tersenyuman kecil.

Suara alat bantu jantung terlihat tidak biasa dari saat Grizelle masuk ke ruangan itu. Ia terus memandangi semua alat-alat yang berbunyi. Sampai akhirnya, tiiiit ... bunyi panjang yang sering ia lihat di televisi pun keluar dari alat itu.

Grizelle tahu, dan juga paham apa maksudnya itu. Saat semua orang masuk ke ruangan untuk membantu mama, gadis kecil itu tidak mampu lagi menyangga tubuhnya. Kaki Grizelle sangat lemah, begitu lemah, kepalanya berat, sampai akhirnya dia terjatuh, dan menutup matanya.

*

Grizelle pun dibawa keluar dari ruangan intensif, dan dibawa pulang oleh supir pribadinya. Sementara Daddynya mengurus segala sesuatu di rumah sakit. Ia meminta supirnya membawa Grizelle beristirahat di rumah saja. Supir pribadi kelaurga Grizelle pun menggendong gadis kecil, cantik, berkulit putih itu ke mobil, dan membawanya pulang.

Saat Grizelle terbangun, ia sudah berada di rumah. Ia senang karena apa yang ia lihat tadi hanyalah mimpi buruk. Ia bangkit dari tempat tidurnya, dan pergi keluar kamar untuk mencari Mama. Dia lapar, dan sangat ingin makan bersama mamanya. Dengan senyum riang Grizelle memanggil Mama, dan mencari malaikatnya itu.

“Ma, Mama …” Grizelle keluar dari kamarnya, memanggil dengan suara kencang, dan mencari ke arah dapur.

Rumah sudah ramai terutama di area dapur, semua orang tengah sibuk membuatkan hidangan dengan pakaian berwarna senada, hitam. Senyum Grizelle pun sirna, ia kembali tak berdaya, salah seorang kerabatnya memeluk dengan penuh cinta. Grizelle berusaha ditenangkan dengan apa yang telah terjadi.

Grizelle tersadar, apa yang ia lihat di rumah sakit itu bukanlah mimpi. Apa yang dilihat adalah benar adanya. Alat bantu jantung yang menunjukan garis datar seperti di televisi itu benar terlihat pada alat yang ada pada Mamanya. Grizelle kembali tersedu-sedu, semua orang yang melihat menjadi sangat iba, gadis kecil itu tampak sangat sedih dan terpukul.

Grizelle kembali terjatuh, salah seorang kerabat masih memeluknya, dan ikut dalam tangisan Grizelle. Semua orang paham apa yang dirasakan oleh Grizelle, dan mereka tidak dapat berkata banyak, hanya pelukanlah yang bisa diberikan. Kata-kata menghibur dan menenangkan tidak berarti saat ini. Grizelle pun berteriak memanggil Mamanya sesaat setelah ia jatuh ke lantai.

“Grizelle, sayang, tenanglah. Mamanya telah kembali ke sisi Tuhan, dan sudah tenang tanpa merasakan sakit. Apakah Grizelle tidak suka? Mama sudah tidak merasa sakit….” Grizelle melihat ke arah suara yang berbicara kepadanya dengan lembut. Daddy. Dia berlutut di hadapan Grizelle. Meskipun jasnya begitu licin sempurna, wajah Daddy tidak dapat menyembunyikan dukanya.

***

Novel Terkait

Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
5 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu