Love and Trouble - Bab 23 Kebohongan Demi Kebaikan
“Ayah, apakah kamu membenciku, kenapa kamu tak ingin berduaan saja denganku?” Setelah beberapa saat, Wanda Li akhirnya membuka mulutnya.
“Bukan begitu, kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu?” Dedi Liu langsung menjawabnya.
“Kalau begitu, kenapa kemarin sore kamu terus menghindariku?” Wanda Li langsung bertanya.
Dedi Liu berpikir dan menjawab: “Aku merasa saat Dino meninggalkan rumah, kita seharusnya berbuat sesuatu yang lebih bermoral dan sesuai norma. Dengan begitu akan adil untuknya. Dia itu demi keluarga ini pergi ke luar negeri untuk mencari uang. Kalau dia tahu kita berbuat seperti itu dengannya, dia pasti akan sedih. Dan hatiku juga tak akan tenang seumur hidup. Dan lagi, masalah seperti ini kalau diketahui orang, dan disebarkan, pasti akan tidak baik......”
Wanda Li merasa ucapan Dedi Liu masuk akal, dia terdiam sesaat dan dengan pelan berkata: “Ayah, apakah kamu merasa aku adalah wanita murahan?”
Dedi Liu menggelengkan kepalanya: “Tidak, di hatiku, kamu selamanya adalah wanita yang cantik dan baik.”
“Ayah, aku tahu, ini bukan ucapan hatimu yang sebenarnya, kamu sedang menipuku, agar aku senang saja kan?” Wanda Li dengan wajah sedih bertanya.
“Tidak, yang aku katakan adalah sebenarnya.” Dedi Liu menggelengkan kepalanya: “Kamu adalah menantu perempuanku, kita adalah satu keluarga, kenapa aku harus membohongimu?”
“Kamu sedang menipuku, dan membuatku senang saja kan.” Wanda Li memajukan mulut kecilnya.
“Kenapa kamu bisa berpikir seperti ini?”
Wanda Li dengan keras kepala menjelaskan: “Karena, aku sudah dipermainkan oleh begitu banyak orang, tubuhku juga sudah tak bersih lagi, kamu pasti akan merendahkanku.”
“Kamu itu diancam dan dipaksa orang, bukannya keinginan sendiri. Kenapa aku bisa merendahkanmu? Kamu jangan pernah berpikiran seperti itu.” Dedi Liu menghiburnya: “Tenang saja, walaupun terjadi sesuatu, aku tetap akan menganggapmu sebagai menantu perempuanku. Bahkan kamu akan aku perlakukan sebagai anak perempuanku sendiri!”
“Terima kasih ayah!” Wanda Li tersenyum terhadap orang tua yang sangat baik hati dan pengertian ini, dan berkata: “Ayah, aku ingin minta tolong suatu hal.......”
“Masalah apa?” Dedi Liu melihatnya dengan bingung.
Wanda Li dengan sedih berkata: “Aku diperkosa oleh orang jahat itu, kamu jangan memberitahu Dino Liu, kalau dia sampai tahu, hatinya pasti tak akan enak, dan akan mengganggu hubungan suami istri kita berdua.”
“Aku paham, kamu tenang saja, aku tak akan memberitahunya.” Dedi Liu berkata dengan serius.
“Aihh.” Wanda Li menghelakan napas lega, dan berkata: “Kalau dipikir-pikir lagi, benar-benar tak enak pada Dino Liu dan juga telah menguntungkan para penjahat itu.”
Dedi Liu berkata: “Kamu tenang saja, polisi itu sudah mulai memeriksa kejadian ini, pasti akan mendapatkan hasilnya dengan cepat.”
Wanda Li tiba-tiba terpikirkan sesuatu dan bertanya: “Oh iya, saat polisi mengantarkan aku ke rumah sakit, dia bagaimana bertanya padamu?”
Dedi Liu dengan jujur menjawab: “Karena aku tak tahu kondisimu saat itu, saat itu kamu juga sedang dalam kondisi tak sadarkan diri. Jadi aku hanya memberitahukan kondisimu saat di telepon itu kepada polisi. Polisi itu tak mendapat informasi apapun dariku, jadi dia menunggu setelah kamu sadar dan........”
Dedi Liu belum selesai berkata, lalu ada 2 orang berseragam polisi masuk ke dalam kamar.
Seorang lelaki dan seorang perempuan, Polisi laki-laki itu yang kemarin malam menanyakan kondisinya pada Dedi Liu. Dan yang perempuan itu tak pernah datang ke rumah sakit ini. Seharusnya Polisi laki-laki itu takut menanyakan tentang privasi perempuan, jadi merasa tidak enak, dan membawa seorang polisi wanita untuk mencari informasi.
Polisi laki-laki itu saat melihat Wanda Li terbaring di atas ranjang dengan infus, dia pun bertanya: “Apakah sudah lebih baik?”
“Iya, sudah lebih baik, terima kasih pak polisi!” Wanda Li tersenyum pada polisi laki-laki itu.
Polisi wanita itu berkata: “Kamu coba ceritakan kejadian yang terjadi semalam, semakin jelas, semakin baik. Dengan begitu bisa memudahkan kami untuk memecahkan kasus ini.”
“Baiklah.” Wanda Li sekuat tenaga berpikir dan berkata: “Begini, kemarin malam, setelah aku lembur, dan keluar dari gedung Zhongtian International. Lalu menunggu taksi di pinggir jalan, setelah itu ada 3 orang laki-laki ikut naik ke mobilku.......”
Wanda Li menceritakan kejadian saat dia diperkosa secara bergilir kepada 2 polisi itu secara terbata-bata.
Tentu saja, demi nama baik dia sendiri, dia tidak menceritakan bahwa dia diganggu oleh Leri Shen di kantornya. Dan juga kejadian itu dilihat oleh Selly Zhao. Saat itu dia langsung berlari keluar, dan saat di mobil dia juga menjadi terangsang. Itu tak akan dia ceritakan pada mereka.
Polisi wanita itu bertugas untuk bertanya, dan polisi laki-laki itu bertugas untuk membuat catatan, sepertinya polisi wanita yang cantik itu adalah atasan polisi laki-laki itu.
Setelah memberikan keterangan, polisi laki-laki itu menyuruh Wanda Li untuk tanda tangan dan cap jari. Setelah itu, polisi wanita berkata sesuatu padanya, dan langsung meninggalkan kamar pasien itu.
Tring, tring, tring!
Saat ini, ponsel Wanda Li yang ditaruh di dalam tas yang berada di atas lemari dekat kasur itu berbunyi.
Karena Wanda Li masih tertusuk jarum, hanya bisa bergerak dengan satu tangan, jadi tak terlalu mudah. Jadi Dedi Liu mengeluarkan ponsel itu dari dalam tasnya, dan memberikannya pada Wanda Li.
Wanda Li saat melihat nama dan nomor yang tertera di layar ponselnya, wajahnya langsung menjadi merah, dan tidak tahu harus menjawab apa saat di telepon nanti.
Dedi Liu melihat dia sedikit ragu, dan bertanya: “Siapa yang telepon? Kenapa tak diangkat?”
Wanda Li dengan panik menjawab: “Dino Liu yang telepon, kalau dia tahu aku sedang dirawat di rumah sakit, dan bertanya alasannya, aku harus bagaimana menjawabnya?”
Dedi Liu menjawab: “Kamu tentu saja tak bleh memberitahunya kalau kamu sedang berada di rumah sakit, dan lagi, kamu juga tak boleh bilang bahwa aku sedang bersamamu, kalau tidak, dia pasti akan khawatir.”
“Kenapa?”
“Karena, di jam-jam seperti ini, kamu seharusnya sedang berada di kantor, atau jalan menuju ke kantor. Kalau kamu berkata bahwa kamu sedang bersamaku, dia pasti akan menyuruhku mengangkat teleponnya. Dengan begitu, aku nanti akan berbohong lagi, dan akan terdengar mencurigakan nantinya.” Dedi Liu menjelaskan.
“Ucapanmu ini masuk akal, aku akan bicara sesuai pendapatmu.” Wanda Li menganggukkan kepala, dan langsung menjawab ponselnya yang sudah berbunyi daritadi.
“Istriku, kenapa lama sekali mengangkat telepon, buat aku panik saja.” Dari arah telepon terdengar suara Dino Liu yang panik.
“Oh, ponselku ada dalam tas, aku baru mendengar ada telepon darimu.” Wanda Li berkata sambil membohonginya: “Perjalananmu lancar kan?”
“Lancar, aku sudah naik pesawat selama sepuluh jam lebih. Baru saja turun pesawat dan sudah meneleponmu.” Dino Liu bertanya: “Kemarin setelah aku pergi, tak ada kejadian apapun kan di rumah?”
“Tidak...... tidak ada, kamu juga baru pergi sebentar saja, memangnya bisa terjadi apa?” Wanda Li dengan cepat menjawabnya.
“Ayahku di mana?” Dino Liu bertanya lagi: “Dia kapan perginya?”
“Saat aku pulang ke rumah itu, dia sudah tak ada di rumah.” Wanda Li menjawab dengan setengah berbohong.
“Ayahku badannya tak begitu baik, kamu harus menggantikanku menjaganya, ayahku.......” Dino Liu terus memperingatkannya soal itu.
“Sudah tahu, cerewet sekali.” Wanda Li tahu kalau bicara terlalu banyak pasti akan keceplosan, jadi dia takut kalau berbicara terlalu banyak akan salah bicara nantinya. Jadi dia langsung memotong ucapan suaminya dan berkata: “Aku akan rapat sebentar lagi, apakah masih ada hal lain?”
“Tak ada lagi, kamu pergi sibuk saja!” Dino Liu menjawabnya.
“Baiklah, kamu harus jaga kesehatanmu!” Wanda Li setelah berkata itu langsung memutuskan teleponnya.
Dia bukanlah seorang wanita yang bisa berbohong. Apalagi berbohong di depan ayah mertuanya. Dia merasa tak enak hati, dan wajahnya pun menjadi merah.
Dedi Liu paham maksud hatinya, dan berkata: “Wanda, yang kamu lakukan itu adalah bohong demi kebaikan, jangan.....” Ucapannya belum selesai, dan ponsel di kantongnya pun berbunyi.
Semua orang juga dapat menebaknya bahwa telepon ini berasal dari Dino Liu.
Dedi Liu saat mengangkat telepon itu, Dino Liu langsung bertanya: “Ayah, aku sudah sampai tempat tujuan, baru saja turun pesawat. Sekarang mengabarimu bahwa aku baik-baik saja!”
Dedi Liu merasa bersalah padanya, jadi dia menjawab seperti robot: “Sudah sampai, baguslah, baguslah.......”
Dino Liu berkata: “Ayah, walaupun aku tak ada di rumah, kamu juga harus jaga dirimu dan kesehatanmu. Tunggu saat aku dapat uang banyak dan kembali pulang untuk berbakti padamu.”
Dedi Liu menjawab: “Kamu jangan berkata begitu, asalkan keungan kalian membaik, dan kalian bahagia, aku juga sudah puas. Uang pensiunanku juga sudah cukup kupakai. Tak usah demi berbakti padaku dan membawa uang banyak pulang. Aku sudah paham niatan tulusmu. Aku sangat berterima kasih padamu.”
“Aku tadi sudah menelepon Wanda Li, dan sudah memberitahunya, untuk sering melihat dan menjagamu. Kalau ada masalah apapun, dan bertemu kesulitan apapun, kamu beritahu saja dia. Kita semua satu keluarga, jangan sungkan ya.” Dino Liu berkata.
“Baik.” Dedi Liu melihat Wanda Li yang sedang terbaring di ranjang, dan berpikir tentang kejadian di siang hari saat anaknya sudah pergi. Dia bersama Wanda Li melakukan hal itu di atas sofa di ruang tamu. Dia merasa bersalah, dan dengan cepat berkata: “Niat baikmu aku sudah terima, kamu sekarang di luar sana juga harus menjaga dirimu sendiri, dan bekerja dengan baik, jangan hanya mengkhawatirkanku saja........”
Setelah itu, dia langsung mematikan teleponnya.
Novel Terkait
Pria Misteriusku
LylyWonderful Son-in-Law
EdrickJalan Kembali Hidupku
Devan HardiAsisten Wanita Ndeso
Audy MarshandaBaby, You are so cute
Callie WangMy Enchanting Guy
Bryan WuLove and Trouble×
- Bab 1 Kunci Kamar
- Bab 2 Mengintip
- Bab 3 Merasakan Keanehan
- Bab 4 Suara dari Toilet
- Bab 5 Tidak Rela
- Bab 6 Bus Umum (1)
- Bab 7 Bus Umum (2)
- Bab 8 Proposal
- Bab 9 Mengobrol
- Bab 10 Makan Siang Perpisahan (1)
- Bab 11 Makan Siang Perpisahan (2)
- Bab 12 Musim Semi Tiba Kembali
- Bab 13 Daerah Terlarang
- Bab 14 Pergi Tanpa Pamitan
- Bab 15 Kewarasan dan Perasaan
- Bab 16 Lembur (1)
- Bab 17 Lembur (2)
- Bab 18 Target Lainnya
- Bab 19 Kesialan (1)
- Bab 20 Kesialan (2)
- Bab 21 Tertolong
- Bab 22 Terbangun
- Bab 23 Kebohongan Demi Kebaikan
- Bab 24 Terlalu Beruntung
- Bab 25 Suara dari Dalam Kantor
- Bab 26 Dijaga dengan Sangat Baik
- Bab 27 Bajingan
- Bab 28 Suram
- Bab 29 Keluar Rumah Sakit
- Bab 30 Gosip
- Bab 31 Ada Rahasia Lain
- Bab 32 Selamat Malam (1)
- Bab 33 Malam (2)
- Bab 34 Malam (3)
- Bab 35 Ditangkap
- Bab 36 Semangat Tinggi
- Bab 37 Membunuh Tapi Mengangguk