Love and Trouble - Bab 11 Makan Siang Perpisahan (2)
“Oh, aku sudah salah.” Wanda Li buru-buru menjelaskannya: “Maksudku adalah, kita semua adalah satu keluarga, tidak perlu sungkan-sungkan, aku hanya memberi contoh yang kurang tepat saja, jangan berpikir aneh-aneh ya?!”
Dino Liu merasa penjelasan istrinya tidak begitu cocok, dan dia juga melihat ayahnya sangat canggung, dan dia pun langsung mengangkat gelas birnya, memberi hormat pada ayahnya.
Dedi Liu melihat anaknya memberikannya muka, langsung bersulang terhadap kedua suami istri itu.
Setelah beberapa teguk itu, wajah Wanda Li mulai kemerahan, tubuhnya yang indah itu juga bergerak tak karuan, dadanya yang berisi itu juga berdiri tegak. Kelihatannya sangat menggoda.
Dedi Liu juga sedikit tergoda melihatnya, dia melihat menantu perempuannya yang begitu menggoda, dan teringat lagi saat dia pantatnya menungging ke atas, dan tanpa busana berbaring tengkurap di atas ranjang, dan akhirnya melakukan hubungan itu dengan suaminya. Saat memikirkan pemandangan itu, dia menjadi sangat gembira, dan sesuatu yang ada di celananya mulai bergerak.
Dino Liu tidak melihat adanya hal yang aneh, dan terus bersulang dengan ayahnya. Dia berharap sebelum pergi, dapat minum bersama ayahnya dan membuatnya senang.
Dedi Liu melihat anaknya begitu mantap, dan menantu perempuannya juga semakin ramah. Jadi dia tak memikirkan apapun lagi, dan langsung mengangkat gelasnya untuk minum lagi, dan minum dengan sangat bahagia.
Suasana di atas meja mulai mencair, semakin lama semakin panas.
Suara tertawa juga terdengar, sangatlah bahagia, dan terlihat sangat ramah.
Tring, tring, tring!
Tiba-tiba terdengar suara bunyi dari ponsel di saku celana Dino Liu.
Dino Liu mengeluarkan ponselnya, dan melihat ternyata adik Qian supir perusahaan yang meneleponnya, lalu dia mengangkat teleponnya.
Dari ponselnya terdengar suara dari adik Qian yang familiar itu: "Tuan Liu, aku sudah berada di bawah rumahmu, barangmu sudah beres semua?"
"Sudah jam berapa?" Dino Liu bertanya dengan bingung.
"Sudah jam 1." Adik Qian menjawabnya: "Bukankah pesawatmu jam 2.30? Aku takut jalanan macet, jadi menjemputmu lebih awal."
"Baiklah." Dino Liu menjawab dengan terburu-buru: "Aku akan segera ke bawah, kamu tunggu aku di bawah."
Setelah berkata seperti itu, Dino Liu langsung mematikan teleponnya, dan menaruh sumpit dan mangkuknya, lalu ia berkata pada ayahnya: "Ayah, aku jalan dulu, kalian lanjut makan saja."
"Buru-buru sekali?" Dedi Liu jjuga menaruh mangkuk dan sumpit yang ada di tangannya, dan berkata: "Aku akan antar kamu."
"Tak usah." Dino Liu menggelengkan kepalanya dan berkata: "Supir perusahaan kami, sudah menungguku di bawah, aku langsung naik mobil menuju ke bandara juga sudah boleh."
Wanda Li juga menaruh sumpit dan mangkuknya, lalu berdiri dari kursinya, dan berjalan menuju ke kamarnya. Dia pun mengambilkan koper Dino Liu yang sudah dipersiapkannya dari semalam, dan berkata:
"Suamiku, aku antar kamu ya."
"Tak usah." Dino Liu melambaikan tangannya, dan berkata: "Aku juga bukan pertama kalinya pergi bekerja di luar, untuk apa diantar? Kamu tinggal saja di sini menemani ayah untuk makan."
Wanda Li berpikir sesaat dan langsung berkata: "Aku antar kamu sampai bawah, dan melihat kamu naik mobil, boleh kan?"
Sambil berkata begitu, dia menyerahkan koper ke tangan suaminya dan bersamanya pergi ke bawah.
"Dino, kamu tunggu sebentar." Dedi Liu bangun dengan terburu-buru, dan dari sofa mengambil makanan khas daerah setempat yang dia beli tadi, lalu menyerahkannya ke tangan anaknya, sambil berkata: "Ini ayah belikan khusus untuk kamu, ini hanya sekedar niat dari ayah, kamu bawa pergi ya."
"Ayah, terima kasih banyak, kamu harus jaga kesehatan di rumah, kalau perlu bantuan, kamu cari Wanda Li saja."
"Baiklah, kamu tenang saja di sana, jangan terlalu mengkhawatirkanku, harus sering telepon ke rumah." Dedi Liu mengingatkannya lagi.
"Baiklah ayah, jaga dirimu!" Dino Liu berkata dengan berterima kasih.
Dedi Liu berdiri dan mengantar anaknya sampai pintu depan, dan melihat anak dan menantu perempuannya berjalan ke bawah membawa koper dan makanan khas setempat yang dia berikan, lalu dia merasa ada kehilangan sesuatu.
Ada sebuah pepatah, anak pergi berkelana, orang tua yang khawatir.
Dedi Liu sejak kecil sudah mengurusi Dino Liu, dia merupakan sosok ayah sekaligus sosok ibu baginya, jadi saat melihat anaknya ingin berpergian jauh, dia sangatlah khawatir.
Saat melihat bayangan kedua orang itu menghilang dalam kegelapan, dia baru menutup pintu dan diam-diam mengelap air matanya yang keluar. Lalu dia berlari sampai ke jendela di ruang tamu, dan melihat ke arah bawah.
Dia melihat kedua orang itu sudah di bawah, dan berjalan ke depan mobil Nissan itu.
Supir mobil itu turun ke bawah, dan mengambil koper dan makanan khas itu, setelah itu menaruhnya di bagasi mobil. Setelah anaknya melambaikan tangan pada menantu perempuannya itu, dia langsung masuk ke dalam mobil, dan air matanya terus bercucuran.
Sampai anak yang berada di dalam mobil itu sudah pergi jauh, dan menghilang dari pandangan matanya, dia terus berdiri di depan jendela, dan terbengong sambil melihat ke arah bawah. Pandangannya menjadi putih kosong, dan tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya.
Klek!
Tiba-tiba suara kunci membuka pintu terdengar.
Dedi Liu langsung sadar kembali, dan melihat ke arah pintu masuk. Setelah itu melihat menantu perempuannya juga sangat bersedih, dan terus berdiri di depan pintu masuk, sambil bertanya:
"Dino sudah pergi?"
"Iya, sudah pergi." Wanda Li setelah masuk ke dalam rumah, dia langsung menutup pintu, dan berkata: "Ayah, kenapa tidak makan?"
"Aku......" Dedi Liu saat melihat menantu perempuannya yang sangat menggoda itu, dia memikirkan lagi kejadian tadi pagi, dan wajahnya pun memerah, sambil berkata dengan terbata-bata: "Aku..... aku menunggu kamu untuk.... makan bersama."
"Baiklah." Wanda Li tertawa dengan senang, dan berkata: "Dino Liu sudah pergi, kita lanjut makan saja."
Sambil berkata begitu, dia duduk di atas kursi dan mengangkat sumpit dan mangkuknya dan mulai makan.
Dedi Liu juga bergerak menuju tempat duduknya, dan makan bersama menantu perempuannya.
Ini adalah pertama kalinya Dedi Liu makan bersama menantu perempuannya, perasaannya sedikit kacau. Dalam hati keduanya sangatlah jelas, hanya saja tidak enak untuk menyebutkan masalah yang ada.
Suasana di meja makan cukup canggung, dan sangat tegang.
Jadi, keduanya hanya menundukkan kepala tanpa berucap apapun, sambil mengambil mangkuk dan sumpit dengan diam-diam.
Walaupun Wanda Li tidak melihat langsung bahwa dia sedang diintip, tapi, di dalam pikirannya masih terbayang pemandangan kejadian dia dan suaminya di kamar sedang melakukan hal itu, dan ayah mertuanya mengintip dari luar.
Setiap membayangkan hal memalukan itu, Wanda Li seperti seekor rusa yang kaget, hatinya terus berdegup kencang.
Lalu dia merasa celana dalamnya ada sedikit basah, dia merasa semangat tapi juga sedikit panik. Jadi dia langsung merapatkan kedua kakinya, dan tidak dapat merasakan rasa dari masakan ayah mertuanya lagi.
"Ayah, kamu minumlah kuah!" Demi menutupi perasaannya yang kacau itu, Wanda Li berdiri dengan terburu-buru dan membungkukkan badannya, dan mengambilkan semangkuk kuah untuk ayah mertuanya.
Karena kancing kemeja Wanda Li yang pertama tidak terkancing, saat dia membungkukkan badannya itu, semuanya terlihat jelas, bagian dadanya yang putih dan berisi itu, terlihat di matanya.
Dedi Liu tentu saja tak akan melewatkan kesempatan yang begitu baik itu, kedua bola matanya terus melihat ke arah dadanya yang berisi itu, di dalam pikirannya langsung terbayangkan kejadian tadi pagi di saat anaknya sedang melakukan hal itu dengan menantu perempuannya. Dia melihat pemandangan kedua gunung itu yang terus bergerak naik turun, dan merasakan bahwa ia ingin mimisan rasanya.....
Novel Terkait
Blooming at that time
White RosePejuang Hati
Marry SuJalan Kembali Hidupku
Devan HardiBaby, You are so cute
Callie WangMy Secret Love
Fang FangKing Of Red Sea
Hideo TakashiThat Night
Star AngelLove and Trouble×
- Bab 1 Kunci Kamar
- Bab 2 Mengintip
- Bab 3 Merasakan Keanehan
- Bab 4 Suara dari Toilet
- Bab 5 Tidak Rela
- Bab 6 Bus Umum (1)
- Bab 7 Bus Umum (2)
- Bab 8 Proposal
- Bab 9 Mengobrol
- Bab 10 Makan Siang Perpisahan (1)
- Bab 11 Makan Siang Perpisahan (2)
- Bab 12 Musim Semi Tiba Kembali
- Bab 13 Daerah Terlarang
- Bab 14 Pergi Tanpa Pamitan
- Bab 15 Kewarasan dan Perasaan
- Bab 16 Lembur (1)
- Bab 17 Lembur (2)
- Bab 18 Target Lainnya
- Bab 19 Kesialan (1)
- Bab 20 Kesialan (2)
- Bab 21 Tertolong
- Bab 22 Terbangun
- Bab 23 Kebohongan Demi Kebaikan
- Bab 24 Terlalu Beruntung
- Bab 25 Suara dari Dalam Kantor
- Bab 26 Dijaga dengan Sangat Baik
- Bab 27 Bajingan
- Bab 28 Suram
- Bab 29 Keluar Rumah Sakit
- Bab 30 Gosip
- Bab 31 Ada Rahasia Lain
- Bab 32 Selamat Malam (1)
- Bab 33 Malam (2)
- Bab 34 Malam (3)
- Bab 35 Ditangkap
- Bab 36 Semangat Tinggi
- Bab 37 Membunuh Tapi Mengangguk