Love and Trouble - Bab 10 Makan Siang Perpisahan (1)
“Wah, mewah sekali, sungguh wangi!” Wanda Li berpura-pura seolah tidak terjadi apa-apa, dia menutup pintu rumah, dan langsung menuju ke samping meja makan dengan cepat, lalu mengendus dengan hidungnya beberapa kali, dan tertawa sambil berbicara pada Dedi Liu: “Ayah, kamu hebat sekali, sekali buat langsung membuat banyak sekali sayur, sepertinya siang ini bisa makan sampai kekenyangan ini.”
Ini tidak sama dengan apa yang dibayangkan oleh Dedi Liu sebelumnya, menantu perempuannya tidak bermuka masam terhadapnya, dia juga tidak menyalahkan ataupun bertanya soal masalah tadi pagi itu.
“Apakah mungkin dia tidak tahu masalah tentang aku mengintip mereka berdua dan masturbasi tadi pagi?” Dedi Liu saat melihat menantu perempuannya tersenyum bahagia, hati yang tegang seketika menjadi lega, dan berkata padanya: “Aku tidak tahu apakah ini cocok dengan lidah kalian, tunggu Dino Liu pulang, kita langsung mulai makan saja, atau, kamu mau mencobanya duluan?”
“Boleh juga.” Wanda Li langsung menaruh tasnya di atas kursi, dan mengambil mangkuk dan sumpit, setelah itu mulai mencoba rasa makanannya, sambil mengunyah, dia sambil memuji: “Ayah, rasanya enak sekali, mantap!”
“Kalau enak, makan lebih banyak ya!” Dedi Liu berbicara sambil tertawa.
“Boleh juga, nanti saat Dino pulang, aku akan makan dengan sepuasnya.” Wanda Li tertawa sambil berkata: “Aku pikir, Dino juga pasti akan sama sepertiku, setelah makan sayur buatanmu, pasti tak ingin pergi.......”
Ucapannya belum selesai, tapi pintu sudah terbuka dari luar.
Dino Liu berdiri di depan pintu, dan tertawa: “Istriku, apakah kamu berbicara hal buruk tentangku di depan ayah, kenapa aku merasa telingaku menjadi panas?”
“Cih, Aku tidak berbicara begitu tuh.” Wanda Li memajukan bibirnya, dan tertawa terhadap Dedi Liu, sambil berkata: “Ayah, aku tadi bilang Dino Liu pasti suka masakan buatanmu kan?”
“Benar, benar, benar.” Dedi Liu terus menganggukkan kepalanya dan berkata pada Dino Liu: “Dino, kamu sudah pulang, kalau begitu cepat kita cuci tangan dan mulai makan, kalau tidak nanti sayurnya keburu dingin.”
Dino Liu di mata Dedi Liu selamanya adalah anak yang belum dewasa. Saat berbicara dengan Dino Liu, Dedi Liu selalu berbicara dengan sikap menyuruh-nyuruh.
Sikap seperti ini, bisa memperkecil jarak antara ayah dan anak, hal ini membuat Dino Liu merasakan kehangatan di hatinya.
“Baiklah.” Dino Liu menganggukkan kepalanya, menutup pintu dan langsung berjalan ke samping meja makan. Dia duduk di atas kursi, dan melihat sayur yang begitu banyak di atas meja. Lalu dengan sangat puas berkata: “Ayah, terima kasih, aku tak menyangka, sebelum ke luar negeri, dapat memakan masakan buatanmu.”
“Anak bodoh, jangan bilang begitu.” Dedi Liu berkata dengan serius: “Dari kecil sampai dewasa, kamu mana pernah tidak makan sayurku? Selama badanmu terus sehat, masalah kalian juga lancar-lancar, aku juga menjadi tenang!”
Wanda Li saat melihat ayah mertua dan suaminya sedang berbicara, dia terpikir lagi masalah tadi pagi itu. DI dalam hatinya masih terasa canggung, jadi dia langsung berbalik badan dan menuju ke toilet.
Dino Liu mengingat bahwa ayahnya itu selama ini juga menjadi ibu baginya, dan terus mengurusnya sedari kecil, dalam hatinya sangatlah terharu. Di matanya itu sudah mulai basah, dan keluar beberapa tetes air mata.
“Kamu ke luar negeri hanya dua tahun saja, dan juga bukannya tidak pulang lagi, untuk apa menangis sampai seperti itu?” Dedi Liu langsung menggunakan nada menyalahkan sambil berbicara: “Cepat cuci tanganmu dan makan, siang ini temani aku minum beberapa gelas!”
“Baiklah!” Dino Liu mengelap air matanya dengan tangannya, dan berkata dengan cepat: “Siang ini, aku pasti akan bersulang untukmu, dan juga menunjukkan rasa hormatku dan terima kasihku selama ini padamu.”
“Sudahlah, jangan menjijikkan lagi, cepat!” Dedi Liu berbicara sambil menyuruhnya cepat.
Dino Liu dengan cepat bangun dan berlari ke arah toilet.
Wanda Li setelah membersihkan tangannya di toilet, dan mengelapnya dengan bersih, dia pergi ke kamarnya untuk mengganti bajunya. Dia mengganti baju kemeja yang cukup lebar, dan panjang lengannya bisa sampai pinggulnya.
Sepasang dada yang yang sangat berisi berdiri dengan sangat tegak, terkadang muncul, terkadang hilang, lalu dia memakai rok putih yang simpel, dan kedua kaki putihnya itu terlihat jelas.
Setelah itu dia langsung duduk di depan ayah mertuanya, dan menyadari bahwa ayah mertuanya terus melihat ke arah dadanya. Terlihat sangat tak nyaman, dia langsung berpikir masalah tadi pagi, hatinya pun langsung menjadi semangat.
Saat ini, Dino Liu baru selesai mencuci tangannya dan kembali ke meja makan. Dia dan Wanda Li duduk bersebelahan.
Dedi Liu tiba-tiba tersadar dan langsung mengangkat gelas dan mengocoknya sebentar, setelah itu menaruh sedikit sprite ke dalam minumannya.
Dino Liu tidak tahu apa yang terjadi, dan dia langsung mengangkat gelasnya pada ayahnya dan berkata: “Ayah, sebelum aku pergi, aku akan bersulang arak ini untukmu, karena kamu sudah merawatku sedari kecil dengan sangat baik sampai sekarang, dan aku juga mendoakan semoga kamu terus sehat, dan baik-baik saja!”
Dedi Liu juga mengangkat gelasnya dan langsung didentingkan ke gelas anaknya, dan berkata: “Baiklah, semoga kamu selamat dalam perjalanan!”
Sambil berkata begitu, ayah dan anak itu meminum birnya.
Dino Liu mengangkat botol bir dan menuangkannya ke gelasnya dan gelas ayahnya juga, lalu ia juga menambahkan sprite ke dalamnya sedikit.
Wanda Li juga mengangkat gelasnya dan mendentingkan gelasnya ke Dedi Liu dan berkata: “Ayah, semoga kamu sehat selalu, dan semakin lama semakin muda, cheers!”
Setelah itu, dia langsung meminum habis gelasnya itu.
Dedi Liu tidak enak hati saat melihat wajah menantu perempuannya. Dia mengangkat gelasnya, dan meminum isi gelasnya sampai habis juga.
Wanda Li juga mengikuti gaya suaminya untuk menuangkan bir itu ke gelas masing-masing.
“Mari, semuanya makan sayurnya.”
Setelah minum bir itu, Dedi Liu mengambil sumpitnya, dan mengambilkan makanan ke mangkuk anaknya dan menantu perempuannya. Setelah melihat anaknya dan menantu perempuannya makan dengan sangat lahap, dia pun menjadi sangat senang, hatinya juga menjadi sangat hangat.
Namun, saat dia terbayang adegan tadi pagi itu, dia langsung merasa tidak enak, dia malu sampai wajahnya menjadi merah.
Wanda Li paham pemikiran ayah mertuanya itu, dan berkata sambil melihatnya: “Ayah, kenapa tak makan?”
“Sedang...... sedang makan kok......” Dedi Liu dengan panik mengambil sayur dengan sumpitnya, dan langsung memasukkannya ke mulutnya. Dia mencari alasan untuk menutupi kepanikan di hatinya.
“Ayah, kita kan satu keluarga, tak usah malu-malu ya.” Wanda Li tersenyum dengan menawan dan berkata: “Lagipula, hal yang baik tidak perlu disebarkan pada orang luar, Anda jangan malu-malu ya?”
Dedi Liu setelah mendengar perkataan menantu perempuannya itu, dia lebih merasa malu lagi, wajahnya memerah, dia menundukkan kepala, dan tidak berani melihatnya.
“Kamu sedang berbicara apa, kenapa kamu bilang hal yang baik tidak perlu disebarkan pada orang luar?” Dino Liu merasa perkataan istrinya itu sangatlah aneh.
Novel Terkait
Loving Handsome
Glen ValoraCinta Seorang CEO Arogan
MedellinePernikahan Kontrak
JennyYama's Wife
ClarkHis Soft Side
RiseAfter Met You
AmardaWanita Yang Terbaik
Tudi SaktiMy Only One
Alice SongLove and Trouble×
- Bab 1 Kunci Kamar
- Bab 2 Mengintip
- Bab 3 Merasakan Keanehan
- Bab 4 Suara dari Toilet
- Bab 5 Tidak Rela
- Bab 6 Bus Umum (1)
- Bab 7 Bus Umum (2)
- Bab 8 Proposal
- Bab 9 Mengobrol
- Bab 10 Makan Siang Perpisahan (1)
- Bab 11 Makan Siang Perpisahan (2)
- Bab 12 Musim Semi Tiba Kembali
- Bab 13 Daerah Terlarang
- Bab 14 Pergi Tanpa Pamitan
- Bab 15 Kewarasan dan Perasaan
- Bab 16 Lembur (1)
- Bab 17 Lembur (2)
- Bab 18 Target Lainnya
- Bab 19 Kesialan (1)
- Bab 20 Kesialan (2)
- Bab 21 Tertolong
- Bab 22 Terbangun
- Bab 23 Kebohongan Demi Kebaikan
- Bab 24 Terlalu Beruntung
- Bab 25 Suara dari Dalam Kantor
- Bab 26 Dijaga dengan Sangat Baik
- Bab 27 Bajingan
- Bab 28 Suram
- Bab 29 Keluar Rumah Sakit
- Bab 30 Gosip
- Bab 31 Ada Rahasia Lain
- Bab 32 Selamat Malam (1)
- Bab 33 Malam (2)
- Bab 34 Malam (3)
- Bab 35 Ditangkap
- Bab 36 Semangat Tinggi
- Bab 37 Membunuh Tapi Mengangguk