Pernikahan Tak Sempurna - Bab 11 Di mana Zanna?
Sorot mata tajam Samuel terhadap anaknya yang turun dari pangkuan Julian lalu berlari mengarah padanya. Dengan emosi yang teramat tinggi, ditambah lagi dengan ketidakbecusan Lara mengurus Zanna dengan baik sudah membuatnya cukup emosi. Wanita itu harusnya menjaga Zanna di rumah. Bukan malah keluyuran di luar sana.
Samuel menggendong tubuh kecil Zanna yang langsung memeluknya. “Ikut Papa pergi,” ajak Samuel yang tidak mau menginjakkan kaki lagi di rumah ini setelah pengusiran yang dilakukan oleh Tuan Pradipta terhadapnya.
Setelah mengalami banyak hinaan dari pria tua itu. Samuel sendiri sudah enggan untuk pulang ke rumah ini lagi. Yang dipedulikan hanyalah Zanna, bukan keluarga besarnya yang tidak tahu terima kasih ini. Beruntungnya padahal Samuel mau tanggung jawab dan juga mengurus Zanna dengan baik. Walaupun tidak melibatkan Lara di dalam kehidupan baik itu.
Jika ia dan Lara bercerai, itu akan menjadi berita yang teramat buruk dan juga seperti yang selalu dia katakan bahwa mentalnya Zanna akan terganggu ketika dia mengabaikan buah hati yang ia hasilkan dari perbuatan bejatnya waktu itu. Andai bisa menyesal, Samuel ingin kembali ke empat tahun silam dan tidak akan mabuk lalu menyeret gadis yang tidak tahu apa-apa dan sekarang justru menjadi istri sahnya... dan akan tetap seperti itu.
Keluar dari ruang kerja Tuan Pradipta yang cukup besar dengan sofa mewah, lengkap dengan hiasan guci-guci mahal berjejer di sana, disertai juga dengan lukisan yang sangat indah dengan harga yang cukup fantastis. Mungkin orang lain akan berpikir untuk membeli lukisan semata. Akan tetapi Tuan Pradipta itu adalah pecinta seni yang teramat tinggi.
Kaki jenjangnya menuruni anak tangga dengan lantai dasar marmer dan juga ada pembatas tangga yang berwarna keemasan menjadikan rumah ini nampak begitu semakin mewah. Sesuai dengan apa yang tergambarkan dari luar sana.
Ia melewati ruang tamu yang didominasi dengan warna keemasan, langkahnya tak terhenti sampai di situ. Ia menuju mobilnya yang sudah terparkir di depan sana. Tidak sudi untuk memasukkan mobilnya ke dalam pelataran kediaman orang tuanya yang sudah tega mengusirnya karena membela Lara yang berstatus sebagai istri terabaikan Samuel.
Zanna berpegangan padanya, alasannya masih bisa bertahan hanya karena tidak mau menyia-nyiakan si kecil yang sekarang sudah semakin ia sayangi. “Papa ajak ke mall lagi mau nggak?”
Anak yang tadinya sesenggukkan karena menangis itu mengangguk. “Mau, Pa. Nanti beli es klim lagi, kan?” pertanyaan si kecil khas dengan cadelnya yang teramat lucu.
Samuel rela meninggalkan pekerjaannya demi mengambil Zanna dari kediaman orang tuanya waktu itu. “Iya Papa beliin. Kita main kayak waktu itu lagi,”
Zanna melepaskan pelukannya mendongakan kepalanya terhadap Samuel. “Papa nggak kelja?”
“Nggak, Papa mau main sama Zanna,” jawabnya berbohong. Padahal dia sangat sibuk hari ini. Tapi karena tidak tega mendengar tangis si kecil yang tidak ada Lara disamping anaknya. Mau tidak mau ia membawa anaknya pergi.
Keluar dari pintu utama Samuel melewati pilar yang menjulang tinggi sebagai bukti bahwa dia merupakan orang dengan kehidupannya yang teramat mewah. Sepatu pantofel hitam milik Samuel terlihat mengkilap ketika terkena cahaya matahari, dibukanya pintu mobil lalu memasangkan sabuk pengaman untuk Zanna.
Baru sekarang dia merasa bahwa dirinya adalah orang tua yang bisa mengurus Zanna dengan baik. Tidak seperti dulu yang selalu mengabaikan anaknya dan malah bersenang-senang, sekarang ia bisa menghargai waktu bersama si kecil.
Di dalam mobil ia melihat ke arah anaknya yang menoleh kepadanya. “Kenapa?” Samuel menyeka air mata Zanna dengan ibu jarinya. “Nggak boleh cengeng ya, Papa ajakin main sampai puas. Mandi bola juga hari ini, terus kita makan malam. Nanti bobok sama Papa,”
Zanna langsung murung. “Nggak pulang ke lumah, Mama?”
Dengan berat hati dia akan membawa Zanna ke apartemen yang sekarang dia tinggali karena Lara sedang sibuk entah dengan urusan apa. Yang jelas dia tidak akan memberitahukan di mana keberadaan Zanna sebagai efek jera dari wanita itu tidak menitipkan Zanna pada keluarga Samuel lagi. “Mama besok jemput,” ucapnya mengelus kepala si kecil sampai Zanna mengangguk.
Di Perjalanan ketika sedang macet, Zanna menyanyikan lagu The Wheels On The Bus sambil bertepuk tangan. Samuel hanya cukup mendengarkan celoteh anaknya ketika sedang bernyanyi meskipun Samuel tidak tahu lagu ini, tapi dia cukup senang mendengar anaknya bernyanyi.
Sampai mereka tiba di mall, Zanna berhenti bernyanyi dan mencoba melepaskan sabuk pengamannya sendirian. “Kita udah sampai, Pa?”
Dengan sabar pria itu membuka sabuk pengaman untuk anaknya lalu turun dari mobil dan mengeluarkan Zanna dari pintu mobil sebelahnya untuk menggendong si kecil. “Papa jangan kelja lagi ya!”
Sebelah alisnya terangkat. “Kalau Papa nggak kerja, nanti Zanna beli mainan pakai apa?”
Anaknya berpegangan pada lehernya Samuel. “Mama kelja, Papa juga kelja. Zanna main sama siapa?” tanya anaknya.
Raut wajah Samuel sekarang menjadi dingin yang masih tidak mengerti jalan pikiran istrinya, tapi sekarang bukan waktunya untuk marah terhadap Lara yang sedang pergi entah ke mana untuk hari ini.
Mendengar cerita dari Zanna sendiri tentang Lara yang pergi bekerja, rasanya Samuel ingin memarahi istrinya. Tapi dia dan Lara bertengkar di toko waktu itu yang sudah cukup mengesalkan bagi seorang Samuel karena ulah istrinya. Tidak seharusnya Lara melawannya dan seolah menantang waktu ketika ia bersama dengan Kesha.
Ia memasuki mall bersama dengan Zanna yang ada digendongannya. Mereka melihat ada pameran mobil keluaran terbaru. “Papa beli itu ayo Pa!” tunjuk Zanna pada mobil yang sedang dipamerkan untuk diperkenalkan karena keluaran terbaru. Sebuah mobil suv yang namanya sudah tidak asing lagi dipasaran.
Tidak pernah seumur hidupnya Zanna bocah ini meminta untuk dibelikan mobil. “Mau mobil?”
Zanna mengangguk, “Yang putih, Pa,” tunjuk zanna. Ketika mereka sedang berjalan, anaknya meminta diturunkan dan berlari ke arah mobil itu. “Pa yang ini ya, Pa,” tepuk Zanna pada mobil pilihannya.
Seorang karyawan mendekati Zanna dan berjongkok di depan Zanna. Lalu Samuel dijelaskan semua kelebihan yang ada di mobil ini. Di rumahnya sangat banyak sekali mobil yang bahkan tidak terpakai, tapi untuk jenis suv tentu saja tidak ada sebab dia lebih suka dengan mobil sport.
Anaknya yang melompat di dekat mobil sambil berharap Samuel membelikannya. “Yakin mau beli mobil?”
Zanna mengangguk dengan ceria, “Ada yang warna merah nggak?” tanya Samuel ketika melihat warna putih yang dipajang di sana.
Anaknya malah mendekat, “Nggak Papa, Zanna mau yang putih,”
“Kita beli dua deh, satu buat Zanna satu buat Papa. Jadi nanti kalau Papa jemput ke rumah Mama. Papa pakai yang warna merah, terus kalau Zanna mau pergi ke manapun sama Mama. Zanna yang pakai warna putih,”
Anaknya mengangguk dengan cepat. “Boleh Pa? Zanna mau yang putih,”
Samuel mendekati karyawan dari dealer itu. “Boleh kuminta alamat dealernya?”
Karyawannya dengan senang hati mengambil brosur lalu menjelaskan tentang mobil itu ditambah lagi dengan alamat yang tertera di sana. “Zanna, kita ke dealer langsung ya!” ajaknya.
“Itu apa, Pa?”
Samuel menggendong anaknya. “Nggak tau dealer?”
Zanna menggeleng, “Tempat kita beli yang Zanna mau,”
Anaknya terlihat semringah. “Oh gitu, Pa. Nanti balik nggak ke sini? Mau ayam krispi,”
Samuel mengajak si kecil ke parkiran lagi.
Mereka akan pergi ke dealer seperti yang dijanjikan oleh Samuel kepada anaknya. Dilihat dari harga mobil itu juga tida masalah bagi Samuel sebab ini adalah anak satu-satunya yang tidak akan bisa dia gantikan dengan apapun.
Lagi seperti sedang dejavu, si kecil bernyanyi lagi ketika mereka sedang menuju ke dealer yang dijanjikannya barusan.
Mereka tiba di sana setelah Samuel melihat ke arah kirinya tempat dealer tadi.
Dengan wajah yang sangat bahagia anaknya turun dari mobil ketika dia baru saja membuka sabuk pengaman yang di mana Zanna turun sendiri dari mobilnya lalu berlari ke dalam. “Zanna jangan lari, Nak! Nanti jatuh,” peringat Samuel yang tidak diindahkan oleh anaknya.
Justru anaknya dibukakan pintu kaca yang langsung menampilkan berbagai macam jenis mobil di sana.
Zanna berkeliling sendiri sedangkan ia mengikuti anaknya. “Zanna jangan lari, Nak!” panggilnya yang akhirnya dihadang oleh karyawan itu sampai Samuel menyerah melihat putri kecilnya yang sangat aktif.
Tetap pada pilihannya Zanna tetap memilih mobil yang dipilihnya tadi waktu di mall. Dia dilayani dengan baik kemudian pintu mobil dibuka untuk Zanna. “Dicoba dulu!”
Zanna langsung masuk ke dalam begitu saja, sedangkan Samuel mengawasi dari luar. Dia sudah dijelaskan mengenai mesin mobil ini dengan detail tadi. Namun ia ingin mencari warna lain.
Tidak lama kemudian Zanna keluar dari mobil itu. “Papa benelan ya beliin ini buat, Zanna?”
Samuel menganggukkan kepalanya lalu menggandeng tangan anaknya. “Yakin nggak mau yang lain?”
Banyak pilihan di sana tapi tetap saja anaknya sudah memilih satu mobil yang menurutnya sangat bagus. Bisa dibilang jika Samuel juga tertarik dengan mobil ini, “Yang warna putih satu dan juga warna merah itu satu,” tukas Samuel ketika menunjuk warna yang ada di dalam sana.
“Diantar langsung ke alamat Tuan ya?”
“Keduanya di alamat berbeda,” jawab Samuel ketika sedang melakukan pembayaran.
Anaknya duduk mengayunkan kakinya. “Pa, pengen main,”
Satu urusan belum selesai tapi Zanna sudah meminta diajak bermain yang tadinya niat mereka adalah pergi ke mall untuk ke tempat permainan. “Mandi bola ya, Pa,” rengek anaknya.
Samuel tersenyum. “Sebentar, ini Papa lagi selesaikan pembayaran. Katanya tadi pengen mobil. Sekarang pengen main,” kata Samuel yang sebenarnya kesal karena dia juga lelah menyetir. Jika setiap hari dia bersama dengan Zanna sudah dipastikan dia gila mendadak.
Mereka pulang dari dealer lalu pergi ke mall lagi untuk mengajak Zanna mandi bola seperti yang dijanjikannya barusan. Dia mengajak Zanna ke mall yang tidak jauh dari sini.
Sampai di sana anaknya malah tertidur di mobil.
Samuel hanya bisa menghela napas tidak bisa berkata apa-apa lagi karena dia sendiri tidak sadar tadi jika anaknya tertidur. Seharusnya sebelum tiba di mall Zanna sudah tidur agar bisa diajak pulang ke apartemen langsung.
Samuel memilih untuk ke apartemen, ia menggendong Zanna masuk ke dalam kamar yang ditempatinya.
Setibanya di sana dia merasa sangat lelah untuk hari ini. Tentang mobil yang dibelinya tadi, Samuel meminta diantarkan besok karena sudah pasti Lara ada di rumah besok ketika dia mengantar Zanna pulang. Tapi untuk malam ini dia akan membiarkan Zanna di apartemennya untuk menginap.
Di ruang tengah dengan sofa yang berbentuk L di sana. Samuel berbaring karena merasa sangat lelah setengah hari saja bersama dengan anaknya.
Tapi satu hal yang dia lupakan, yaitu botol susu dan juga susu untuk Zanna nanti ketika anaknya bangun yang pasti akan mencari susu.
Dia mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi Kesha. "Sha, kamu lagi di mana?”
Wanita dari seberang telepon itu menjawab. “Aku lagi mau ke apartemen kamu, biasanya jam segini kamu sudah pulang, kan?”
Kebetulan sekali wanita ini hendak ke apartemennya untuk mengunjunginya. “Sekalian kamu beli susu sama botol susu untuk Zanna. Dia lagi di apartemen, popok dan juga baju untuk dia ya, aku transfer uangnya,” pinta Samuel.
“Oh, oke deh. Kirim juga gambar susu yang diminum Zanna dan popoknya!”
Samuel ingat merk susu yang diminum oleh Zanna karena pernah diminta membelikan susu itu oleh Lara waktu dia hendak berkunjung. Ia membuka internet lalu membuka foto susu yang dimaksudkan itu. Meskipun hanya dipakai satu kali, tapi tidak apa baginya asal anaknya tetap bisa minum susu.
Cukup lama dia berbaring di sofa sampai Kesha datang dan duduk di dekatnya. “Kamu capek banget,” tanya Kesha meletakkan semua barang yang dibelinya untuk Zanna.
“Susu udah, kan?”
“Sudah kok.... untuk baju aku beneran nggak tahu mau beliin yang bagaimana. Setahu aku ya Zanna pakai rok, jadi aku belikan yang pakai rok,” kata wanita itu.
Samuel ber oh ria lalu menghadap ke samping. “Sumpahh aku kelelahan jagain Zanna,”
Mata wanita itu menyipit ketika meletakkan tasnya di atas meja. “Lara ke mana?”
“Aku nggak tahu, tapi Zanna tadi bilang kalau Lara kerja. Entah apa yang di otaknya sampai mau kerja segala. Padahal apa yang dia inginkan selalu aku berikan,”
‘Dia tidak pernah meminta, Samuel’ jawab Kesha di dalam hati sambil memegang kepala Samuel “Mungkin dia mau kerja terus bisa cari uang sendiri. Setelah itu dia ceraikan kamu begitu saja,”
“Bagus kalau dia yang menceraikan, jadi aku tidak perlu susah lagi mengurus hidupnya,”
“Zanna?”
“Tetap jatuh ke tanganku,” jawab Samuel dengan nada seraknya khas baru bangun dari tidurnya.
Karena sampai kapan pun Samuel akan tetap mempertahankan hak asuh anak yang akan dimenangkan olehnya nanti. “Samuel, kamu tidak bercanda, kan? Bagaimana denganku nanti dan juga Bibi Renata apa menerimaku?”
“Urusan Mama sangat mudah bagiku. Begitu Lara meminta cerai, aku punya alasan menikah denganmu,”
Mereka sedang bercumbu mesra lalu ponselnya Samuel berbunyi dan melihat ada nama Lara di sana. Kesha mengangkat sebelah alisnya. “Jawab!”
Dengan malas Samuel menggeser layar ponselnya. “Ada apa?”
“Katakan di mana, Zanna?!”
Samuel bangun dari tempat tidurnya. “Aku tidak tahu,”
“Kamu berbohong Samuel, katakan di mana Zanna sekarang juga!” bentak Lara dari ujung sana.
Samuel geram dan berbalik melihat Kesha sibuk dengan ponselnya lalu dia menjawab. “Jika kamu peduli terhadap Zanna. Kamu tidak akan pernah menitipkan dia ke orang lain. Tapi kamu sendiri malah mikirin diri kamu sendiri tanpa mikirin bagaimana perasaan dia yang nangis nyariin kamu," bentaknya terhadap Lara.
Tapi wanita di sana tidak mau mengalah. “Lalu apa yang kamu lakukan untuk Zanna? Apa kamu juga lakukan itu untuk Zanna? Bahkan kamu sendiri...”
Samuel menutup teleponnya lalu melemparnya ke atas sofa dengan kesal.