Pernikahan Tak Sempurna - Bab 10 Butuh Perhatian

Mereka berdua sedang berbincang mengenai kelanjutan nanti bagaimana Lara yang akan diminta untuk menitipkan Zanna di rumah keluarga Pradipta. Bukan karena keinginan mereka membiarkan Lara bekerja. Tapi karena wanita itu memang butuh karir dan juga kesibukan. Meski Zanna yang harus direlakan. Sebenarnya dia juga tidak tega membiarkan cucu satu-satunya dititip pada orang lain. Tapi sadar kelakuan anaknya sudah kelewatan batas. Jadi mau tidak mau dia yang harus mengalah demi kebahagiaan Lara.

Ketika mereka berdua sedang berbincang, Renata datang membawakan minuman untuknya dan juga Julian. “Yan, gimana ceritanya tuh bocah malah ikut kamu? Tahu sendiri kan dia itu susah banget diajak sama orang lain. Apalagi tanpa mamanya, kecuali itu sama Samuel juga,” kata Renata.

Mereka berdua saling tatap satu sama lain. Seolah Julian memberikan kode kepada pamannya untuk mengatakan hal yang sebenarnya bahwa hari ini Lara pergi ke kantor untuk melihat keadaan perusahaan yang akan menjadi tempatnya bekerja. Karena sistemnya mungkin saja tes dan juga interview online. Jadi sangat mudah untuk melamar pekerjaan dari rumah dan juga interview dari rumah.

Julian mengangkat cangkir yang berisi teh. “Papa, Lara mau kerja di perusahaan orang lain. Jadi Papa harap Mama jangan marah ke Lara dengan keputusan ini,” jelas Tuan Pradipta pada istrinya.

Raut wajah Renata langsung berubah mendengar menantunya itu akan bekerja di perusahaan orang lain. Apakah Lara butuh uang untuk menyambung hidupnya? Apakah Samuel tidak pernah memberikan nafkah untuk anak dan juga istrinya sampai Lara mau bekerja di tempat orang lain segala?

Tentu saja itu akan menjadi pertanyaan yang tidak bisa dimengerti oleh Renata mendengar menantunya yang akan bekerja di sana.

Sebenarnya ini adalah hal yang tidak ingin dia dengar. Tapi begitu mendengar pengakuan dari suaminya bahwa menantunya akan bekerja di tempat lain. Dia merasa sulit untuk menerima itu semua.

Renata sendiri tidak percaya jika Lara memutuskan itu sendiri. “Kamu barusan ke sana, Yan?”

Tuan Pradipta mengangkat gelasnya lalu minum teh itu, mencicipinya sedikit lalu mengembalikannya lagi di atas meja. “Tadi Julian mau berkunjung karena Papa suruh waktu itu. Tapi ketika dia tiba di sana, dia mendengar tangis Zanna yang katanya nggak bolehin Lara kerja. Tadi Julian cerita begitu, terus Zanna mau dititipkan ke rumah kakaknya Lara, tapi Zanna nggak mau. Selain nggak mau dititipin, Zanna juga nggak mau kalau Lara kerja, terus besok ini Lara mau masuk langsung di perusahaan orang itu,”

Renata tidak terima jika menantunya bekerja pada orang lain. Mereka itu adalah keluarga terpandang yang bahkan Lara dan Zanna tidak akan pernah kekurangan apapun jika menginginkan sebuah barang mahal sekalipun. Pasti Tuan Pradipta akan menurutinya. “Kita ke rumah Lara nanti, Pa,”

Tuan Pradipta juga berencana ke sana. “Tentu saja kita bakalan ke sana. Nanti sekalian anterin Zanna ke sana. Jadi kalau ada apa-apa nanti Papa yang ngomong, sebenarnya apa tujuan Lara kerja,”

Julian sendiri tahu alasan kenapa kakak iparnya mau bekerja di tempat lain tanpa harus bergantung. Itu semua karena tindakan Samuel yang sudah mengabaikan dan juga merendahkan istrinya sendiri dihadapan orang lain. Tidak sewajarnya jika seorang suami melakukan hal busuk seperti itu.

Apalagi menghancurkan harga diri istrinya di hadapan orang ramai. Jika Julian ada di tempat itu, dia akan membela Lara habis-habisan.

Renata benar-benar marah dengan keputusan satu pihak ini. Tidak pernah dia menginginkan jika menantunya bekerja lalu nanti bisa mengabaikan Zanna. Apalagi akan diurus oleh orang asing. Yang tentu saja di mana cucunya Renata tidak akan betah dengan orang lain.

“Lara memang benar-benar mikirin dirinya sendiri kalau gini caranya,” ucapnya dengan kesal.

Sebenarnya ini yang tidak pernah dia inginkan jika Lara bekerja, apalagi harus membiarkan Zanna tumbuh pada orang lain. Tentu dia akan sangat tidak suka dengan itu semua. Lara sendiri memang wanita yang begitu punya pendirian yang kuat.

“Ma, Mama tungguin Zanna aja sana!”

Renata menolak untuk keluar dari ruangan suaminya karena dia ingin mendengar penjelasan Julian mengenai Lara yang bekerja itu.

Renata mengibaskan tangannya merasa udara tiba-tiba sangat panas mendengar ini semua. Di mana harga diri keluarganya ditaruh ketika mendengar Lara bekerja di tempat orang lain. Sedangkan dia selalu berkumpul dengan orang-orang sosialitanya, tapi tetap saja yang menjadi sumber pembicaraan adalah anak brengseknya yang selalu mempermalukan istrinya di hadapan orang lain.

Begitu pula dengan tingkah Samuel yang sudah blak-blakan mengatakan jika Kesha adalah kekasihnya.

Bagaimanapun juga dia tidak akan pernah setuju memiliki menantu seperti Kesha yang selalu foya-foya. Dia juga tahu bahwa Samuel mengenal wanita itu dari dunia malam, jadi apa yang bisa dibanggakan dari wanita itu jika nantinya dinikahi oleh Samuel ketika berhasil menceraikan Lara.

Namun keluarga besarnya ini tidak bisa lagi dibantah oleh siapa pun. Tak lama kemudian dia mendengar tangis Zanna. Anak itu terbangun dari tidurnya. “Udah sana aja, Ma. Gendong Zanna,”

Julian pun teringat dengan tas yang diberikan oleh Lara tadi yang berisikan susu dan juga perlengkapan Zanna. “Bentar deh tante, tadi Lara sempat kasih aku tas yang katanya ada susu Zanna di sana,” kata Julian yang keluar juga untuk mengambil tas itu di mobilnya.

Sedangkan Bibinya sudah terlebih dahulu menemui Zanna di kamar yang sedang menangis.

Julian membuka tas yang berisikan susu yang sudah ada di dalam botol itu. Dia melihat tantenya keluar. “Sudah ditakar sama Lara ya? Biar Bibi aja yang seduhin,” Renata mengulurkan tangannya untuk meminta botol susu itu dari Julian.

Dengan senang hati dia memberikannya kepada tantenya karena Zanna yang masih menangis mencari keberadaan Lara.

Renata merasa ini sangat menyedihkan ketika cucu satu-satunya akan ditinggal oleh Lara bekerja. Sedangkan belum ditinggal saja Zanna sudah seperti sekarang ini. Apalagi nanti ketika bersama dengan pengasuhnya.

Ia membawa Zanna ke dapur dan menyeduhkan susu itu. Anak tiga tahun itu pun masih dia gendong. Cucunya memang menjadi cucu kesayangan di rumah ini. Tapi tidak dengan di tempat tinggal Lara yang di mana menantu dan cucunya itu tidak bisa diterima dengan baik.

Renata memberikan susu itu untuk Zanna yang sedang dia gendong. “Nek, Mama mana?”

Dia menggendong Zanna ke ruangan kerja suaminya yang di mana di sana ada Julian juga. Sambil menidurkan Zanna lagi, dia masuk perlahan ke ruangan itu dan melihat keduanya sedang menyelesaikan urusannya. “Pa, jadi ini mau gimana? Mau tetap usaha bikin Lara gagal kerja atau biarin?”

Tuan Pradipta yang menutup bolpoinnya dan melihat Zanna yang menempel pada Renata sedikit membuatnya merasa tenang dengan cucunya yang sudah tidak menangis lagi. “Papa rasa biarin aja dia kerja. Kita nggak tahu apa yang diinginkan oleh Lara. Tapi tunggu dulu ya, kabar selanjutnya, apa Lara benar-benar akan bekerja atau gimana. Usaha dia nggak keurus dong? Itu aja yang kita pikirkan sekarang. Usaha Lara itu bukan usaha yang baru kemarin sore lho, dia udah pintar banget promosinya, jadi dia juga nggak mungkin bakalan abal-abal untuk urus usahanya. Sampai tahap ini dia pasti pakai ilmu terbaiknya yang dia dapatkan dari kuliahnya dulu, lihat saja awalnya dia punya butik, dia bisa bikin sendiri toko tas, terus selanjutnya dia katanya mau buka konfeksi gitu,”

Renata bangga dengan menantunya yang memiliki potensi yang begitu besar juga. Tapi sayangnya anaknya tidak pernah bisa melirik sedikit saja ke arah Lara yang di mana anak itu lebih memilih wanita lain untuk menjadi kekasihnya. “Pa, Zanna nyariin Mamanya dari tadi.”

Tuan Pradipta melirik cucunya yang bersembunyi sambil memegang dotnya. “Sini sama Kakek,” pinta Tuan Pradipta tapi dibalas dengan gelengan oleh Zanna.

“Papa mana? Papa kelja lagi? Mama juga kelja, mau ninggalin Zanna kelja ya semuanya. Kakek juga kelja, Uncle juga. Nggak ada teman Zanna main,” kata Zanna lalu bersembunyi dipelukan Renata.

Anak itu menangis namun berusaha ditenangkan oleh Renata lalu mencium cucunya. “Nggak apa-apa sayang, sebentar lagi Mama jemput ke sini,”

Sedangkan mereka sangat kasihan melihat cucu mereka yang menangis ditinggal oleh Lara. Sedangkan Samuel tidak ada di rumah itu. “Lara nggak ada di sini. Jadi ya susah, Samuel juga kalau disuruh pulang pasti nggak bakalan mau,” kata Renata mengingat putranya pergi dari rumah setelah diusir oleh Tuan Pradipta.

Sedangkan Julian mencoba mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.

“Halo Kak. Kakak nggak pulang? Zanna ada di rumah kakak, nyariin kakak dari tadi,” kata Julian ketika kakak sepupunya sudah menjawab telepon itu.

Zanna kemudian mengambil ponsel yang disodorkan Julian. “Papa pulang ya,” kata Zanna.

Samuel yang sedang rapat siang itu mendengar suara anaknya yang sedang terisak lalu mencoba menghela napasnya untuk bisa segera menemui putrinya. “Di mana sekarang?”

“Di lumah Papa,”

Terdengar suara Samuel bicara dengan Zanna karena dispeaker oleh Julian. “Ya udah Papa pulang sekarang, anak Papa udah makan?”

Zanna melirik satu persatu orang di sana. “Udah di lumah, Uncle,”

“Lho kok di rumah Uncle? Mama mana?”

Zanna menangis memegang ponsel itu dengan erat. “Mama kelja, Pa. Papa juga kelja, kenapa Papa tinggalin Zanna sendilian? Hiks,” zanna menangis lagi setelah mengatakan itu.

Semua orang di sana pun terdiam mendengar isakan Zanna. “Ya udah Papa pulang sekarang, Papa belikan es krim,”

Zanna memberikan ponsel itu kepada Julian. “Yan, Lara ke mana?”

“Lara ada urusan, Kak,”

“Bener-bener tuh orang ya. Anak sendiri ditinggal gitu aja,”

Julian sengaja mengatakan itu berharap bahwa Samuel dan juga Lara bisa bertemu nanti ketika mereka pulang. “Mending kakak pulang sekarang ini, deh. Daripada kakak ngomel kayak gitu,”

Samuel memutuskan sambungan telepon lalu Julian tersenyum dan mengusap kepala keponakannya. “Papa mau pulang tuh,”

Satu-satunya cara membuat Samuel datang adalah Zanna. Jika alasannya adalah Zanna, maka pria itu akan berusaha meluangkan waktunya meskipun sangat sibuk ketika berada di kantor dan malah memilih untuk pulang demi menemui putrinya.

Zanna memberikan botol susunya lalu berdiri dari pangkuan Renata dan berpindah ke pangkuan Julian. “Uncle, telepon Mama!”

“Udah sayang. Bentar lagi Mama pulang,” kata Renata mencoba menenangkan Zanna.

Belum ditinggal pun sudah seperti ini. Apalagi nanti kalau Lara benar-benar bekerja meninggalkan Zanna.

Tuan Pradipta juga melihat cucunya yang bersedih karena semua orang meninggalkan dia bekerja. “Zanna, nanti ketemu sama Mama dan Papa ya,” kata tuan Pradipta.

Sedangkan Julian mencoba menenangkan Zanna dan mengajaknya keluar dari ruangan itu. “Aku pamit bentar, Paman. Aku di luar,” kata Julian kemudian menggendong Zanna.

Sedangkan dia dan istrinya berbincang di dalam ruangan itu. “Pa, nanti ketemu sama Lara gimana mau ngomong? Lihat Zanna yang nggak mau ditinggal,”

Tuan Pradipta mengumpulkan berkasnya. “Biarin aja, Ma. Papa sampai pensiun dini juga karena Samuel yang sialan itu. Papa sengaja biar Lara mau tinggal di sini, kalau nanti ada masalah yang nggak bisa kelar. Kita bisa bantu, tapi ya lihat sendiri kan kalau anak kita kayak gitu,”

Renata malah berpikir jika keras kepala Samuel berasal dari suaminya ini. Memang dulu semasa muda suaminya sangat keras kepala bahkan sangat tidak peduli dengan apa pun.

Yang dipikirannya hanyalah bagaimana caranya untuk sukses tanpa memberatkan orang tua. Semua itu bisa dilakukan oleh Tuan Pradipta. Sampai sekarang sumber kekayaan itu pun lancar, bahkan Zanna dan Lara tanpa bekerja pun akan tetap mendapatkan hasil yang luar biasa.

Mendapatkan banyak uang setiap harinya sangat dipikirkan oleh Tuan Pradipta demi kelangsungan hidup anak dan juga cucunya. “Mama nanti ngomong sama Samuel. Bilang kalau Lara kerja gara-gara dia,”

“Papa sendiri?

Tuan Pradipta sedang tidak saling tegur dengan Samuel. Maka dari itu dia tidak bisa bicara langsung dengan Samuel. “Ngerti sendiri lah, Ma. Bukannya Papa nggak mau, tapi Mama sendiri paham bagaimana Papa nggak mau ngomong sama orang itu,”

“Singkirkan ego Papa demi Zanna untuk kali ini,”

“Nggak bisa,”

“Pa,” rengek Renata berusaha untuk membuat suaminya bisa dekat lagi dengan Samuel seperti dulu. Memang jika sudah menyangkut tentang Zanna. Maka apapun bisa dilakukan oleh Samuel. Bisa jadi nanti Lara akan bermasalah jika ketahuan bekerja oleh Samuel.

Renata juga tidak pernah mengira anaknya berani melawan papanya sendiri. tapi ini sudah sangat keterlaluan diluar batas sebagai seorang suami. Dan mungkin saja Lara sangat marah besar dengan tindakan Samuel yang sudah sangat kurang ajar membela wanita lain.

Belum lagi ketika Samuel bertemu dengan wanita lain membawa Zanna. Perjanjian itu diketahui oleh Renata dan suaminya bahwa Lara tidak mau ada yang membawa Zanna ke dalam urusan mereka masing-masing. Begitu pula dengan Samuel yang sudah sangat kurang ajar melanggar janjinya membawa Zanna pergi bertemu dengan Kesha.

“Mama, labrak Kesha! Dengan begitu, nanti Mama bisa menguasai Samuel. Mama kan paling disayangi sama Samuel, bawa Zanna. Bilang sama Samuel kalau dia dan Lara akan segera bercerai dan hak asuh Zanna akan dimenangkan oleh Lara,”

“Pa, apa itu tidak terlalu berisiko? Papa tahu sendiri kalau lingkungan Kesha dipenuhi dengan media, jangan sampai Zanna disorot lagi, Mama nggak mau itu terjadi,”

“Lakukan, satu-satunya cara yang buat Samuel jera adalah. Buat dia hancur.”

Novel Terkait

Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu