Pernikahan Tak Sempurna - Bab 3 Siapa?

“Zanna ke mana? Kok rumah sepi?” Deswita kakak kandung Lara datang mengunjungi Lara dan juga Zanna bersama dengan putranya yang usianya tidak jauh diatas Zanna. Kedatangannya memang selalu saja mendadak seperti ini.

Sedangkan Lara yang baru saja membereskan rumah mendekati kakaknya yang sudah dipersilakan duduk terlebih dahulu di ruang tamu. “Zanna dibawa sama Samuel,”

Raut wajah Lara selalu biasa saja ketika membahas tentang Samuel. Entah apa yang dipikirkan oleh adik Deswita ini jika membahas tentang pria tersebut tidak ada ekspresi sama sekali. “Ra, dia masih sama?” nada bicara Deswita sedikit terdengar lebih menyedihkan dibandingkan biasanya.

Siapa pun pasti akan merasakan sakit jika melihat suaminya berselingkuh di depan matanya sendiri. Begitupun dengan Lara yang sudah sering menangkap basah Samuel bersama dengan selingkuhannya, ketika bersama dengan Deswita pun pria itu bersikap sama. Tidak peduli terhadap orang sekitar dan tetap menganggap bahwa orang lain tidak ada apa-apanya.

Yang paling mencolok itu adalah Kesha diantara semua wanita yang didekati oleh Samuel. Namun wanita tersebut seperti tidak tahu diri mendekati suami orang, bahkan pacaran dengan suami orang lain. Namun sikap Lara biasa saja jika berhadapan langsung dengan Kesha ketika wanita itu tidak sengaja di butiknya.

Cukup profesional memang sikap dari wanita itu untuk menganggap Kesha sebagai musuhnya. Toh dia dan Samuel tidak ada apa-apa, hanya menyangkut tentang Zanna saja dan tidak pernah membahas hal serius lagi jika berhubungan dengan rumah tangga.

Lara menyiapkan teh dan juga cemilan untuk kakak dan juga keponakannya. “Kamu kenapa diam?”

Lara tersenyum ketika dia duduk di sofa dan menyilangkan sebelah kakinya. “Seperti yang kakak lihat kalau dia itu sama saja bukan?”

“Kamu nggak pengen pulang ke rumah Papa? Minimal kamu jenguk Papa,”

Lara sudah tahu kalau kakaknya akan memintanya untuk pulang. Akan tetapi dia tidak mau dianggap sebagai pembawa sial lagi oleh keluarganya, “Sementara Zanna dibawa pulang oleh Samuel, minimal kamu ke rumah Papa, mungkin Papa rindu sama kamu,”

Cukup lucu jika papanya merindukan dia. Terakhir kali Lara datang yaitu ketika papanya sakit dengan membawa Zanna yang masih kecil waktu itu. Tapi dengan tega papanya langsung menghina Zanna anak haram.

Sungguh Lara tidak pernah ingin jika anaknya disakiti, hidupnya juga tidak akan pernah menjadi seperti sekarang ini jika tidak bertemu dengan Samuel. “Aku lagi nggak pengen ke sana, kak,”

“Kamu yakin nggak mau cerai sama Samuel?”

Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut kakaknya. Menyedihkan adalah ketika kakaknya menanyakan tentang perceraiannya dengan Samuel. Sedangkan di dalam keluarga besar Pradipta tidak pernah menghalalkan yang disebut dengan perceraian itu. Lebih baik berselingkuh dibandingkan dengan bercerai, begitu yang dijelaskan oleh Samuel ketika Lara ingin membahas hal serius itu.

Padahal belum dikatakan oleh Lara tapi Samuel sudah bisa menebak arah pembicaraan Lara waktu itu. Maka sampai sekarang Lara tidak pernah membahas tentang perceraian lagi dengan Samuel. “Biar begini adanya, Kak. Lagipula Zanna semakin besar,”

“Semakin besar Zanna, semakin besar pula beban kamu untuk nanggung dan menutupi aib Samuel,”

Lara melirik ke arah keponakannya. “Kita bisa bicara diluar kak?” tanya Lara ketika tidak tega membahas tentang perceraian di hadapan keponakannya sendiri.

Deswita menyetujui hal itu lalu mereka berdua pergi ke taman bermain Zanna yang ada di sebelah rumah. Ada ayunan dan juga tempat bermain pasir di sana yang sengaja dibuatkan oleh Lara untuk anaknya sebab Zanna lebih suka bermain sendirian dibandingkan diajak jalan-jalan. Tapi berbeda halnya jika Samuel yang mengajak.

Di rumah yang memang tidak terlalu besar ini Lara dan Zanna hidup dengan tenang, ada satu mobil yang dikendarai Lara setiap harinya yang sudah pasti itu dari Samuel. Meski pria itu terbilang brengsek dan cuek, tapi apa pun yang menyangkut Zanna pasti akan diutamakan. “Kamu nggak bisa begini terus,”

“Aku udah biasa kok kak,” jawab Lara dengan tenang lalu duduk di sebuah ban yang ditanam di taman tersebut lalu kakaknya duduk di ayunan milik Zanna.

Tatapan kosong Lara menatap langit biru yang menghela napasnya dan menghirup udara dengan tenang. Sebegitu tangguhnya Lara menghadapi sikap Samuel yang sudah sangat keterlaluan, jika demi Zanna itu memang sangat baik. Tapi jika itu menyakiti hati Lara, lebih baik berpisah dibandingkan dengan menyakiti hati Lara dan malah membuat wanita itu bersedih sepanjang pernikahan mereka.

Deswita tidak mengerti lagi tentang ketangguhan adiknya ini. “Kakak nggak tahu mau ngomong apa sama kamu. Tapi kalau udah nyangkut Zanna, kamu pasti akan bela dia mati-matian.” Lara memang akan tetap menjadi seperti ini. Bertahan dalam pernikahan tanpa cinta itu karena anaknya yang memang sangat disayanginya.

Beruntungnya dia memiliki kakak yang selalu mendukungnya meskipun orang tuanya sendiri membuangnya. Lara memang sudah terbiasa hidup seperti ini, jadi menganggap Samuel yang brengsek itu juga sudah biasa baginya.

Tak pernah dibayangkan hidupnya akan menderita seperti sekarang. Mengingat usianya yang juga sudah dewasa sekarang butuh pertimbangan yang begitu berat ketika memutuskan untuk meninggalkan Samuel hanya demi kebahagiaannya.

Deswita bangga terhadap adiknya walaupun waktu itu dia bertekad membesarkan Zanna sendirian, tapi beruntungnya Samuel mau bertanggung jawab meski dengan tingkahnya yang keterlaluan seperti sekarang ini. “Kakak sendiri gimana? Kakak bahagia?”

Semua rumah tangga pasti memiliki masalah masing-masing. Akan tetapi sikap Lara yang sekarang ini cukup dewasa menyikapi Samuel yang selayaknya anak yang baru remaja. “Kakak selalu bahagia, tapi kakak iparmu selalu menanyakan tentang Samuel dan rumah tanggamu,”

“Hah kakak seharusnya tidak perlu khawatir seperti itu. Aku tidak apa-apa,”

“Tidak apa-apa bukan berarti baik-baik saja. Karena baik-baik saja adalah hal yang pura-pura, itu yang kamu lakukan sekarang ini. Kamu pura-pura bahagia di depan kakak, sabar hadapi Samuel. Tapi siapa yang tahu dibelakang kamu sedang apa? Kamu nggak bisa seperti itu terus, Lara. Kamu juga wanita, kamu pasti tahu rasa sakit itu,” Deswita mencoba untuk menjelaskan semuanya kepada Lara.

Tapi apa yang bisa dikatakan oleh Lara selain menghela napas panjang menahan semuanya. Dia juga sudah biasa menghadapi sikap cuek dari Samuel. “Apa yang harus aku lakukan tanpa menyakiti Zanna?”

“Tidak ada yang bisa kamu lakukan ketika sedang mencoba untuk menjadi wanita tangguh. Sekarang waktunya kamu abaikan Samuel juga, Lara. Kamu jangan mau diabaikan terus seperti ini. Apa kamu mau dijuluki istri terbuang? Sedangkan dia sedang asyik bersama dengan wanita lain. Terus Kesha dengan bangganya memperlihatkan hubungan mereka di publik. Apa yang harus kamu lakukan? Bukannya kamu harus memenangkan Samuel?”

Lara tertawa dengan nasibnya sekarang ini. “Aku tidak akan pernah merebut Samuel dari tangan siapapun kak. Karena sejatinya dia itu memang bukan milik siapa-siapa, dia hanya milik Zanna. Jika memang Kesha ingin seperti itu, maka silakan saja. Kakak tahu sendiri kalau keluarga besar Pradipta tidak akan pernah menceraikan istrinya. Sesakit apapun, mereka akan tetap membiarkan itu terjadi. Kakak juga sudah tahu seluk beluk keluarga Samuel bukan? Jadi jangan anggap ini hal yang mudah. Kalau aku nuntut Samuel, kakak pikir hak asuh Zanna jatuh ke tangan aku?” Lara mempertegas ucapannya karena sudah tahu kalau Samuel akan melakukan apapun demi mendapatkan Zanna.

Deswita menangkap sebuah ekspresi yang tidak pernah diperlihatkan oleh Lara sebelumnya. Yaitu ekspresi yang terlihat jauh lebih menyedihkan dibandingkan senyuman yang selama ini diperlihatkan oleh Lara. “Kamu mau dibantu sama kakak ipar kamu? Mengenai waktu itu, kakak ipar kamu juga minta maaf atas kejadian ini. Dia juga sudah berusaha untuk mengikuti Samuel. Dia juga berusaha untuk menyadarkan Papanya Zanna,”

“Semua itu akan percuma,”

“Bagaimana hubunganmu dengan keluarganya?”

“Tidak ada yang baik. Dan tidak akan ada yang pernah menjadi keluarga. Yang masuk di dalam keluarga Pradipta hanya Zanna, bukan aku,” tegas Lara sekali lagi mengingatkan jika keluarga besar itu memang baik kepada Lara. Tapi tidak pernah dianggap oleh Lara sebab melihat sikap Samuel dia merasa sedang ditertawakan sendiri oleh keluarga Pradipta semenjak Zanna lahir.

Awalnya mereka semua marah dengan kejadian itu bahkan Pradipta sendiri beserta istrinya pernah memberikan sejumlah uang dengan syarat jika Lara menggugurkan kandungannya. Namun Lara bersikeras mempertahankan sampai akhirnya mereka menerima Zanna dengan baik di keluarga itu. Menerima Lara juga tapi dia sendiri tidak tahu apakah dia benar-benar diterima atau hanya sekadar dijadikan keluarga yang dipajang tanpa ada permintaan maaf sendiri dari keluarga Samuel.

“Kamu pernah merasakan jatuh cinta sama Samuel?”

Lara tertawa geli mendengar itu. Jangankan jatuh cinta, melihat pria itu pun dia jijik dan berharap pada Tuhan jika dia tidak akan pernah bisa bersama dengan Samuel ketika melihat tingkah pria itu yang sudah sering sekali menyakiti hati Zanna dengan janji-janjinya. “Bagaimana mungkin aku melakukan hal menjijikkan yang disebut dengan cinta?”

Deswita masih melihat ada keegoisan pada adiknya. Tidak jarang juga Samuel berkunjung ke rumahnya dan membahas tentang bisnis. Meskipun suaminya sering menyinggung perihal Lara dan Zanna. Tapi pria itu dengan mudah mengalihkan pembicaraan sampai ia dan suaminya cukup terdiam dengan sikap dari iparnya.

Lagipula banyak yang tahu jika sikap cuek Samuel itu memang sudah turun temurun seperti itu. Mulai dari Pradipta. Tapi pria tua itu sudah lebih baik dan malah menerima Zanna dengan baik pula, meski beberapa kali dia memaksa Lara untuk bercerai. Tapi keluarga besar Pradipta akan menyangkal itu semua. Dengan alasan bahwa tidak ada yang boleh menyakiti hati seorang anak.

Tapi mereka lupa menghargai bagaimana caranya untuk mencintai wanitanya—istrinya sendiri. Begitu pula dengan yang dirasakan oleh Lara. Tidak ada cinta, tidak ada hal romantis. Di usia yang ke dua puluh tujuh tahun ini pun adiknya hanya bisa merasakan sebuah kehidupan yang pahit dengan masa lalu yang sangat kelam.

Banyak yang mengatakan mungkin ada Zanna yang lain di luar sana. Tapi Deswita bisa yakin jika Samuel tidak sebrengsek yang diberitakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab atau sengaja merusak reputasinya.

“Aku harap kakak bisa mengerti dengan keputusan ini,” kata Lara dengan senyumannya yang terlihat pura-pura.

Deswita tersenyum dan menyembunyikan rasa sakitnya juga. Jika bukan karena suaminya yang memintanya untuk datang kemari. Dia tidak akan pernah datang, karena tidak pernah sanggup melihat ekspresi adiknya yang seperti ini. “Bagaimana kalau kita ke salon hari ini? Kamu nggak ke butik kan?”

“Hmm, kalau siang sepertinya Zanna pulang. Jadi aku nggak bisa ikut, mungkin ke butik nanti,”

“Lara, ada kalanya kamu berpenampilan yang cantik. Bukan bermaksud untuk menggaet hati pria. Tapi memang harus menjaga penampilan sendiri,”

Samuel adalah pria yang tidak punya perasaan. Tidak pernah peduli walaupun kadang Lara sakit, pria itu tidak akan pernah datang untuk menjenguk atau bahkan hanya menemui Zanna dan pulang begitu saja. Dia sudah pernah mendengar kabar buruk itu bahwa sikap Samuel memang jauh lebih bajingan dari yang diberitakan. Tapi dia masih tidak yakin jika adik iparnya itu memiliki anak yang lain.

Lara berdiri dari tempat duduknya barusan mengajak kakaknya untuk masuk ke dalam rumah menemui keponakannya Lara. “Aku hari ini mau ke butik aja kak. Mungkin Papa Zanna nganterin dia ke sana,” kata Lara mencari alasan.

Itu adalah satu-satunya cara menghilangkan penatnya di rumah ketika tidak ada anaknya untuk bermain bersama. “Ya sudah kalau begitu kakak juga balik. Ohya kakak bawakan kue untuk Zanna, kalau begitu kakak langsung balik ya. Ada mertua kakak juga yang mau ke rumah. Jadi kamu di sini baik-baik! nyetirnya hati-hati jangan ngebut!” peringat kakaknya.

Lara mengangguk pelan lalu keponakannya turun dari sofa mengikuti Deswita yang mengambil tas di atas sofa barusan setelah mereka kembali dari taman.

Keduanya pun pergi begitu berpamitan kepada Lara.

Lara mengambil laptopnya lalu melihat ada beberapa laporan yang masuk ke dalam emailnya yang dikirimkan oleh anak buahnya di butik. Itu adalah barang-barang yang harus segera diisi karena banyak barang kosong yang memang belum sempat di order oleh Lara.

Jarinya yang lentik menggeser mouse dengan sangat lihai, lalu membaca semua isi pesan yang ada di emailnya. Ada pula beberapa laporan pembelian yang dilakukan oleh karyawannya pada beberapa hari lalu. Namun ada sebagian barang yang memang kosong dan belum sempat terbeli.

Jika dilihat dari rumah yang ditempati oleh Lara. Mungkin banyak yang akan menganggap bahwa dia tidak memiliki butik dan juga beberapa toko yang menjual barang-barang mahal lainnya. Penampilannya juga yang kadang terlihat biasa saja itu mungkin bisa direndahkan oleh orang lain.

Tak lama kemudian dia dihubungi langsung oleh Diana yang merupakan leader dari self selling di tempat jam tangan yang juga dikelola oleh Lara yang tidak lama itu. Lara menggeser notifikasi berwarna hijau itu untuk menjawab telepon. “Ada apa, Dee?” dia biasa memanggil Diana dengan sebutan itu.

“Ibu, ada yang datang mencari Ibu di toko. Bisa datang hari ini juga?”

Lara yang tidak pernah berurusan langsung dengan pelanggan di manapun dia mengelola usaha itu. Tapi sekarang dia dicari oleh Diana yang merupakan orang kepercayaannya di sana. Meski ada seorang manager, tapi perihal self selling dia lebih percaya pada Leader. Sebab Leader yang turun langsung.

Novel Terkait

Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu