Pernikahan Tak Sempurna - Bab 1 Mimpi Buruk
Empat tahun lalu adalah sebuah kesalahan.
Empat tahun lalu adalah sebuah kejadian yang tidak pernah diinginkan untuk terjadi. Dan empat tahun lalu adalah mimpi buruk bagi seorang Calista Lara Damaris. Di usia dua puluh tiga tahun waktu itu menjadi sebuah mimpi buruk yang harus dia telan sendirian.
Hamil diluar nikah oleh seorang pria teman baik dari kakak iparnya sendiri waktu pesta dari teman baik kakak iparnya itu. Namun menjadi bencana bagi Lara yang harus merasakan sakit hati di kala pria itu mabuk lalu melakukan hal yang tidak sepantasnya untuk dilakukan.
Lara waktu itu diajak oleh kakak perempuannya untuk ikut ke acara pesta tersebut karena mungkin setelah lulus kuliah dia bisa dikenalkan dengan beberapa orang yang menjadi teman dekat kakaknya. Memang kakak iparnya memiliki banyak kenalan yang selalu datang ke rumah. Tapi satupun tidak ada yang dikenal oleh Lara.
Namun malam itu adalah menjadi malam yang masih membekas di dalam ingatannya. Pria itu mabuk lalu menyeretnya masuk ke dalam sebuah kamar hotel yang ditempati oleh pria itu. Lara tidak bisa berbuat apa-apa ketika menghadapi seorang pria dengan tubuh kekar dan juga cengkramannya yang teramat kuat. Hanya ingatan dari masa lalu itu yang kini masih terngiang di kepalanya.
Saat ini dia berada di dalam sebuah kamar dengan putri kecilnya yang berusia tiga tahun itu. Tidak ada yang bisa menyangkal bahwa ini adalah hasil dari satu malam itu.
Lara yang dibuang oleh orang tuanya setelah kejadian yang menimpanya. Tidak ada yang mau mengakuinya sebagai anak karena sudah mempermalukan nama baik keluarga. Bahkan dia pun diminta untuk mengganti nama belakangnya.
Ketika hamil, dia berusaha keras untuk meminta pertanggung jawaban ke kantor Samuel Brian Pradipta—teman kakaknya yang sudah menghamilinya itu. Beruntungnya pria itu belum menikah di usianya yang ke tiga puluh tahun waktu itu. Namun tetap saja membuat Lara sakit hati dengan sikap yang ditunjukan oleh pria itu sampai sekarang.
Lulus dengan jurusan data science tidak langsung mendapatkan pekerjaan seperti yang orang-orang bayangkan. Walaupun jurusan itu termasuk jurusan yang sangat sulit. Tapi tidak mudah bagi seorang Lara mendapatkan pekerjaan. Kejadian itu justru membuatnya harus menanggung beban yang teramat berat.
Lahirnya Zanna Xaviera Pradipta waktu itu memberikan warna bagi kehidupan Lara.
Meminta pertanggung jawaban pada Samuel tidak semudah yang dibayangkan. Pria itu terus menyangkal dan menolak untuk menikah. Tidak ada pernikahan di dalam hidupnya apalagi harus bertanggung jawab karena menghamili seorang perempuan bodoh seperti Lara waktu itu.
Sampai perut Lara sedikit membuncit, barulah Samuel mau menikahi Lara tanpa adanya pesta yang begitu mewah. Hanya dihadiri oleh keluarga terdekat mereka berdua. Sempat dipaksa untuk menggugurkan kandungannya di kala Samuel menolak untuk menikah pada waktu itu. Tapi Lara bersikeras mempertahankan kandungannya yang akhirnya pernikahan itu disetujui walaupun tidak semewah yang diharapkan.
Walaupun sudah menikah, tidak ada yang bisa diandalkan oleh Lara.
Mereka tinggal terpisah dari Samuel. Pria itu memilih untuk tinggal di rumahnya bersama orang tuanya. Sedangkan Lara tinggal di rumah yang diberikan oleh Samuel dan hidup bersama dengan anaknya di sana tanpa ada orang lain lagi yang menemani mereka berdua. Hanya ada Lara dan juga Zanna.
Kekurangan sedikitpun uang tidak pernah dirasakan oleh Lara. Banyak sekali yang menganggap bahwa dia seorang jalang yang berusaha merebut hati seorang pengusaha muda yang memiliki begitu banyak perusahaan dan juga beberapa mall. Bahkan sekarang Lara juga mengurus salah satu butik yang tidak jauh dari rumah mereka untuk bisa mengisi waktu kosongnya. Itu semua diberikan oleh Samuel sebagai bentuk tanggung jawabnya. Meski ia sebenarnya punya toko yang lain juga.
Tidak ada perceraian di keluarga Pradipta. Itu adalah alasan kuat mengapa Samuel masih mempertahankan pernikahan walaupun sebenarnya batin Lara sudah lelah dengan semua sikap dan juga berita-berita miring yang disebabkan oleh Samuel ketika dia sibuk bersama dengan kekasihnya. Sedangkan Lara, harus berusaha menutupi berita itu agar anaknya tidak tahu tentang kelakuan Samuel di luar sana.
Sikap cuek Samuel akan jauh lebih lembut ketika berada di depan Zanna. Sikapnya yang dingin akan menghangat jika di depan anak mereka. Kadang Zanna juga menjadi alasan mereka berdua bisa dekat. Tapi tidak pernah bisa ngobrol berdua dengan tenang. Mereka saling mengabaikan satu sama lain. Sebab Samuel akan tetap menganggap bahwa pernikahan mereka berdua hanyalah sebuah cangkang yang isinya Zanna di dalamnya.
Tidak ada kebahagiaan yang pernah diberikan oleh Samuel. Yang ada hanyalah harapan-harapan kecil yang masih sering diberikan oleh Samuel pada anaknya. Mungkin bagi Lara itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mengecewakan anaknya sendiri. sakit hati Lara bisa ditahan, tapi tidak bisa untuk anaknya yang dijanjikan oleh Samuel untuk jalan-jalan.
Anaknya memang sangat suka dengan jalan-jalan. Tapi tidak untuk harapan palsu dari Samuel.
“Ma, Mama udah telpon Papa?” lamunan Lara akhirnya kacau oleh anaknya.
Zanna yang membereskan mainannya karena sore ini akan dijemput oleh Samuel untuk pergi jalan-jalan ke mall berdua. Setiap kali mereka pergi, pasti Lara akan menghabiskan waktunya untuk tidur dan membereskan rumah.
Rumah dengan dua kamar tidur dan juga satu ruang tamu. Tidak terlalu besar namun cukup untuk mereka berdua tinggali. Tinggal di kawasan perumahan yang biasa saja mungkin menyenangkan bagi Lara karena tidak ada yang mengganggunya bersama dengan Zanna.
“Mama kok nggak jawab?” anaknya begitu lucu dengan pipi tembemnya yang menggemaskan. Jika Samuel menyangkal Zanna adalah anaknya, siapa pun bisa melakukan tes DNA untuk membuktikan. Lagipula Zanna merupakan duplikat Samuel namun dalam versi perempuan. Sulit untuk menyangkal ini semua.
Lara tersadar dari lamunannya lalu melihat balasan dari Samuel yang mengatakan dia sedang diperjalanan membelikan makanan untuk Zanna.
Jika sudah seperti itu pasti Samuel tidak akan menepati janjinya pergi jalan-jalan. Karena pria itu akan beralasan bahwa dia sibuk bekerja. “Ma, tas Zanna mana?” Zanna terlihat sangat bersemangat ketika mengetahui bahwa Samuel akan datang beberapa saat lagi.
Namun itu akan berakhir menjadi kekecewaan ketika nanti Samuel mengatakan jika tidak bisa menemani Zanna.
Terdengar suara mobil yang ada di depan berhenti dan juga suara gerbang dibuka. Zanna berlari melihat ada Samuel dari jendela rumahnya yang baru saja menutup gerbang dan berjalan membawa kantong plastik. “Ma bukain pintu!” Zanna begitu ceria melihat kedatangan Samuel.
Pria itu berdiri di depan pintu dan mengetuk pintu beberapa kali sampai Lara membukakan pintu untuk Zanna dan juga Samuel. “Papa,” sambut Zanna dengan ceria lalu mencium Samuel.
Samuel juga akan bersikap hangat di hadapan anaknya. “Cantik banget anak Papa,” puji pria itu pada anaknya.
“Iya Pa, kan Papa jemput mau jalan-jalan,”
Raut wajah Samuel berubah ketika mendengar anaknya berkata demikian. Dia tidak bisa menemani Zanna jalan-jalan.
Sebelum Lara menikah dengan Samuel tidak pernah dia rasakan sesuatu yang mengganjal seperti ini setiap kali bertemu dengan suaminya sendiri. Tapi bagi Lara sendiri bahwa ini adalah hal yang sudah biasa terjadi. Melihat sikap cuek Samuel maka dia juga harus tetap cuek. Tidak mungkin jika dia memohon dan membuat pria itu untuk bertahan dengannya. Sedangkan Samuel sendiri juga memiliki kekasih yang sudah diketahui oleh Lara.
Semua ini demi kebahagiaan Zanna. Lagipula dia yakin jika Samuel tidak akan menikah dengan kekasihnya yang manapun itu. Sebab di keluarga besarnya sangat mengharamkan yang namanya perceraian. Jadi mau tidak mau dia membiarkan sikap suaminya yang brengsek itu. Tapi tetap jika berhadapan dengan Zanna di dalam keadaan apapun Samuel akan menjadi sosok ayah yang sangat hangat.
Makanan yang dibawa oleh Samuel itu kemudian dibuka di ruang tamu lalu menyuapi anaknya. Sementara sikap Lara tetap berusaha biasa saja karena tidak mungkin langsung pergi dan menimbulkan luka dihati Zanna. Walaupun tidak terlihat begitu jelas. Maka dia bisa berpura-pura di depan anaknya.
“Pa, nanti kita jadi pelgi kan?”
Samuel yang menyuapi anaknya tersenyum kemudian mencium pipi anaknya. “Pasti sayang,” ucapnya. Dia sudah mematikan ponselnya berharap tidak akan ada yang mengganggunya bersama dengan Zanna untuk kali ini.
Setiap kali dia berjanji pasti akan berakhir dengan mengecewakan Zanna. Tapi tidak untuk sekarang ini. Dia ingin memenuhi janjinya karena melihat si kecil yang penuh harap untuk hari ini. Sebenarnya Samuel sudah memiliki janji dengan seorang wanita untuk bertemu. Tapi dia urungkan itu semua. Beberapa wanita yang dekat dengannya sudah tahu dia sudah menikah. Tapi tidak ada yang peduli dengan status Samuel yang sudah memiliki istri dan anak. Lagipula mereka sudah tahu bahwa pernikahan itu adalah hubungan yang salah.
Zanna terlihat begitu cantik, jika dia mengatakan jika ini bukan darah dagingnya maka dia akan salah besar. Sebab Zanna itu benar-benar anaknya yang dia dapatkan dari kebodohannya yang mabuk kala itu. “Harus makan yang banyak biar nanti puas mainnya ya!”
Anaknya mengangguk cepat. “Iya dong, Pa. Nanti dibeliin mainan juga nggak?”
Zanna memang tidak pernah dia belikan apa pun. Jalan-jalan pun baru kali ini Samuel bisa memenuhi janjinya. “Habis ini sikat gigi terus kita berangkat ya?!” ajaknya.
Diseberang sana ada istrinya yang sedang fokus dengan tayangan televisi. Tapi tidak diindahkan sama sekali oleh Samuel. Keadaannya memang begini, tidak pernah ada yang berubah semenjak dia bertanggung jawab untuk anak yang lahir dari rahim Lara ini.
Lara memang tidak pernah kekurangan uang. Apa pun yang dibutuhkan oleh wanita itu selalu dituruti oleh Samuel.
Namun bagi Samuel bekerja adalah tujuan utamanya. Jika dia dilahirkan dari rahim seorang ibu yang luar biasa. Maka dia juga akan menghargai ibunya. Namun sekarang dia malah mengecewakan orang tuanya dengan kehadiran Zanna dan juga Lara.
Orang tua mereka tahu hubungan mereka hanya untuk tanggung jawab. Bukan untuk membangun cinta.
Di rumah yang memang tidak besar ini Lara menghabiskan waktu bersama dengan anaknya setiap hari. Tidak ada asisten, tidak ada barang mewah kecuali mobil yang diberikan oleh Samuel. Kerap kali ditolak oleh Lara namun dengan alasan Zanna tidak boleh panas-panasan, wanita itu mau menerima pemberian Samuel.
“Makanannya sudah habis. Anak Papa memang pintar,” puji Samuel kepada anaknya yang menghabiskan semua makanan yang dibawakan oleh Samuel tadi.
Zanna turun dari sofa lalu menghampiri Lara yang sedang menonton acara televisi itu. “Ma, ayo sikat gigi. Zanna mau pelgi sama Papa,” ucapnya sambil menarik tangan Lara yang tidak sabar untuk pergi.
Samuel sadar jika selama ini hanya memberi harapan kosong pada Zanna ketika dia sudah berjanji pada anaknya tapi ada saja yang dia lakukan di luar sana bersama dengan wanita lain.
Samuel membuang sampah bekas makan Zanna barusan yang tidak lama kemudian melihat anaknya keluar dari kamar. “Papa, ayo pelgi Pa!”
Tingkah lucu Zanna selalu mampu membuat lelah Samuel hilang setiap kali bertemu dengan anaknya. “Ma, Zanna sama Papa pelgi dulu ya,” pamitnya lalu mendekati Samuel. Sekecil itu Zanna sudah tahu bahwa Lara tidak akan diajak oleh Samuel pergi.
Keduanya keluar dari rumah. Samuel memasangkan sabuk pengaman untuk si kecil. “Senang pergi sama Papa?”
Zanna terlihat sangat riang. “Senang Pa,”
Samuel tersenyum melihat anaknya yang begitu aktif. Banyak sekali proses Zanna yang tidak dia temani. Ketika Zanna mulai belajar duduk, merangkak dan juga berjalan. Bahkan dia tidak menemani Zanna ketika belajar bicara. Samuel yang pernah mencoba menghindari anaknya itu sebab masih tidak bisa mengerti dengan perasaannya. Sejujurnya dia masih merasa sangat hampa. Meskipun kelahiran putrinya itu pernah membuat Samuel begitu terharu ketika pertama kali melihat buah hatinya lahir ke dunia. Tapi semua proses kehamilan Lara tidak dia temani.
Untuk Zanna pun sudah pernah berusaha dia jauhi agar tidak mengingat-ingat putrinya. Tapi nalurinya sebagai seorang ayah tidak bisa mengatakan tidak untuk si kecil.
Zanna yang baru pertama kali diajak jalan-jalan ke mall oleh Samuel itu terlihat sangat kagum begitu mereka masuk ke dalamnya. Zanna sendiri tidak mau digendong oleh Samuel dan memilih berjalan kaki sambil menggandeng tangan pria itu.
Biasanya Lara selalu mengajak Zanna ke tempat bermain dan juga beberapa tempat hiburan lainnya. Itu adalah berita yang diketahui dari beberapa anak buahnya yang kadang dia minta untuk mengikuti ke manapun istri dan anaknya pergi.
Melihat Zanna yang ceria membuatnya ikut tersenyum bahwa kebahagiaan Zanna begitu sederhana. “Mau beli es krim yang besar nggak?”
Zanna mendongakan kepalanya. “Emang boleh, Pa? Tadi kan Zanna udah makan, terus kata Mama nggak boleh beli es nanti gigi Zanna sakit,”
Samuel ber oh ria lalu menggandeng tangan Zanna mencari es krim. Tidak mengapa jika sesekali mengajak anaknya untuk beli es krim. Lagipula tidak ada Lara disekitarnya.
“Kita ke sana,” tunjuk Samuel pada putrinya di sebuah tempat jualan es krim yang begitu ramai di dalam mall itu. “Papa gendong ya,” dia mengangkat tubuh Zanna dengan ringan lalu mengajak si kecil membeli es krim.
“Kapan mainnya, Pa?”
“Nanti, nanti kita main bareng. Yang penting sekarang kita belanja dulu. Nanti kita beli mainan juga buat Zanna. Memangnya mau beli apa?”
Zanna yang berada di gendongan Samuel terlihat berpikir. “Hmm, little pony, Pa,”
“Oh Zanna suka itu? Nanti kita beli yang banyak,”
Anak itu menyeringai lalu mencium pipi Samuel ketika mereka sudah tiba dan memesan es krim yang akan dibelikan untuk Zanna.