Menaklukkan Suami CEO - Bab 13 Aku tidak boleh jatuh pada Liam Alterio
“Aku ingin kalian segera menikah, dan aku juga sudah menyuruh Kim untuk mengatur segalanya.” Dominic Alterio berujar ketika dia selesai menyeka bibirnya.
Liam Alterio hampir saja menyemburkan air yang baru saja dia teguk sampai pada tenggorokannya, sesaat dia mendengar Dominic berujar tentang pernikahan. Tampaknya Dominic sudah tidak sabar agar Liam dan Belle segera menjadi suami-istri, sedangkan Belle dengan tenang duduk di kursinya sambil meneguk air putih.
Ketenangan Belle seperti kolam teratai yang tidak terganggu. Dia sangat santai dan tidak merasa tercengang seperti Liam barusan.
“Sepertinya Liam kita masih tidak dapat menerima pernikahan ini. Aku sudah katakan tidak menerima penolakan dari siapa pun,” kata Dominic tegas.
Setelah Liam menyeka bibir tipis dengan perlahan dia menatap Dominic dan bertanya, “Aku tidak menolak, Kakek. Hanya saja tidak bisakah aku menentukan tanggal pernikahanku sendiri? Kakek mengatur pernikahanku tanpa persetujuanku dan sekarang mengatur tanggal pernikahanku tanpa sepengetahuanku juga. Apakah pendapatku tidak penting bagi Kakek?”
“Baiklah mari kita dengarkan pendapatmu.”
Seulas senyum datang dari bibir Belle. Dia juga sama seperti Dominic, ingin mendengar pendapat Liam, dan yang jelas tidak akan ada penolakan dari Liam.
“Aku tidak menginginkan pesta pernikahan. Bagaimana kalau kita hanya menandatangani surat pernikahan saja? Bukankah itu sudah sah?”
Dominic memperlihatkan wajah ketidaksetujuan. Bagaimana mungkin pernikahan tidak diadakan secara Liam adalah calon pewaris dari Alterio Group? Seharusnya mereka melakukan pernikahan yang megah dan mengundang ribuan orang dari berbagai kalangan atas, sedangkan Liam tidak menginginkan pesta pernikahan, tetapi berita tentang pertunangannya dengan Belle sudah tersebar kepada publik.
“Tapi publik sudah mengetahui tentang pernikahanmu yang akan segera dilangsungkan.”
“Aku tahu Kakek, dan aku tidak pernah menyuruh Kakek untuk membesar-besarkan berita itu. Aku sendiri tidak ingin pernikahan ini diketahui oleh publik, tapi Kakek sendiri dengan antusias memberitahu pada publik. Seharusnya tanya pendapatku lebih dulu Kakek.” Liam bersikeras karena merasa pendapatnya tidak dihargai.
“Liam, ini meja makan bukan arena debat. Semua yang sudah aku putuskan tidak bisa kamu debat dan semua itu sudah terjadi.” Dominic tidak mau mengalah, meski dia tahu telah bersalah karena tidak menanyakan pendapat Liam lebih dulu. Kalau Dominic menanyakan pendapat Liam mungkin saja Liam akan kabur dan tidak ingin menikah dengan Belle.
Belle yang sedari tadi diam, menyaksikan perdebatan kedua orang di depannya. Lumayan menghibur untuk menyaksikan kelanjutan dari perdebatan tadi pagi yang tidak dia dengar sepenuhnya. Terus saja Liam berkutat sampai besok dan besoknya lagi, hingga pria itu lelah dan Belle hanya akan menyaksikan saja karena lucu baginya. Dia melihat Liam berusaha begitu keras, bahkan terlihat dewasa, tapi semua perkataannya seperti masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Tidak ada artinya sama sekali bagi Dominic.
“Kakek, aku tahu kalau Kakek sama sekali tidak mendengar pendapatku. Jadi sudah tidak ada gunanya untukku berkata lagi.” Liam bangkit dari kursinya dengan wajah kesal.
Benar saja dia kesal pada Kakeknya, sebelum melangkah, Liam melirik ketenangan Belle sejak tadi. Perempuan itu hanya memberikan senyum dingin padanya, tanpa ada niatan untuk membuka mulutnya.
“Membosankan,” gumam Liam. Lantas dia keluar dari ruang makan tanpa menoleh.
Sementara itu, Dominic menghela napas, dia melirik pada Belle dan baru menyadari ketenangan Belle. “Kamu tampak tenang sekali. Padahal kamu awalnya juga menolak. Dengarlah, aku melakukan semua ini untuk kalian berdua dan kalian tidak akan menyesal dengan pengaturanku.” Dominic seperti biasa berkata dengan tegas.
“Aku mengerti, Chairman. Anda tidak tidak perlu khawatir padaku.”
Bulu mata Belle bergetar dengan lembut, serta senyum tipis mengembang pada bibirnya setelah dia meletakkan gelas yang berada di tangannya. Dia melirik pada Dominic dan semakin mengembangkan senyumnya.
“Baguslah. Aku tahu kamu anak yang baik dan penurut, tapi kamu tidak perlu terlalu menuruti keinginan Liam di masa depan. Aku berkata seperti ini karena aku sudah menganggapmu sebagai cucuku sejak dulu.”
Tampak sangat jelas kalau Dominic perhatian pada Belle, bukan hanya omong belaka. Meskipun awalnya pria itu berkata menjadikan Belle sebuah perisai bagi Liam, tetapi keduanya tidaklah rugi, meski perasaan belum tumbuh di hati keduanya dan Liam bersikeras mengajukan pendapat. Tidak akan bisa mengubah keputusan Dominic yang sudah bulat seperti bola dunia.
Sebelum Belle dapat mengucapkan terima kasih pada Dominic; tiba-tiba terdengar suara benda jatuh dari depan ruang makan dan suara geram Liam yang tengah mengutuk terdengar oleh keduanya.
Tawa Belle meletus karena dia tahu sedari tadi Liam mendengarkan percakapannya dengan Dominic. Ya, pria itu belum naik ke lantai atas karena dia mendengar Belle yang membuka suaranya. Maka, dia putuskan untuk menguping sebentar. Akan tetapi, dia tidak sengaja menabrak seorang pelayan ketika dia berbalik.
“Terima kasih atas perhatian Anda, Chairman. Apa boleh aku keluar sekarang dan melihatnya sebentar?” Belle bertanya seraya menahan tawanya karena dia tidak mungkin berbicara sambil tertawa.
Dominic memberikan anggukan pada Belle yang artinya memperbolehkan Belle keluar lebih dulu dari ruang makan. Padahal mereka semua sudah selesai makan siang sejak tadi, tapi Dominic masih ingin duduk di sana.
Ketika Belle berdiri dari duduknya, dia kembali merasakan punggungnya yang sakit dan bangkit perlahan sambil mengerutkan kening. Dominic menangkap kerutan pada kening Belle dan memiliki keinginan untuk bertanya, “Apakah kamu sedang sakit? Kita bisa panggil dokter untuk memeriksamu.”
“Aku sangat sehat, tapi punggungku memar karena aku tidak hati-hati ketika di kamar mandi pagi ini. Aku baik-baik saja,” jawab Belle dengan intonasi tenang yang sebenarnya dia sedang berkilah. Kemudian dia keluar dari ruang makan karena sudah tidak sabar untuk melihat wajah kesal Liam. Belle mendapati Liam tengah memarahi pelayan tersebut.
Senyum miring tengah menghiasi ujung bibir Belle saat ini ketika dia berjalan mendekat ke arah Liam.
“Mulai besok tidak usah bekerja di sini lagi.” Teriak Liam dengan lantang, hingga membuat pelayan tersebut menggigil ketakutan.
“Kamu ternyata juga bisa berteriak pada wanita. Aku pikir kamu membuat pengecualian, ternyata aku salah.” Belle berhenti di sebelah Liam dan berkata dengan nada angkuh.
Liam tercengang, bisa-bisanya dia kedapatan tengah memarahi seorang pelayan wanita. Wajah Liam semakin kesal setelah melihat senyum miring Belle semakin tinggi. “Jangan terlalu angkuh hanya karena mendapatkan dukungan dari Kakek. Kamu bukan apa-apa jika tidak ada keluarga Alterio di belakangmu.”
Belle tertawa kecut, tapi Liam Alterio tetap tidak dapat menumbangkannya dengan mudah. Bagaimana mungkin Belle yang memiliki jiwa tangguh akan tumbang hanya dengan perkataan satiris dari Liam Alterio?
“Seharusnya kamu yang mendengar ucapan tadi,” bisik Belle di dekat Liam dan hanya mereka berdua saja yang mendengar. Belle mengalihkan tatapannya pada pelayan yang masih mengigil karena ketakutan dan berkata pada pelayan itu, “cari kepala pelayan dan terima hukuman yang dia berikan.”
“Tapi sekretaris Belle ...” Pelayan itu dengan takut-takut ingin berkata, tapi ketika dia melirik pada Liam yang masih menampakkan wajah kesal, dia tidak berani melanjutkan dan menundukkan kepalanya lebih dalam. “Baik, saya akan mencari kepala pelayan.” Dengan langkah cepat pelayan itu meninggalkan keduanya agar tidak lagi mencari masalah dengan Liam dan membuat pria itu semakin kesal.
“Apa maksudmu tadi, Arabelle Jovanka? Kamu pikir sudah menjadi Nyonya Alterio di rumah ini hanya karena perjodohan itu? Kamu sama sekali tidak menghargaiku di sini rupanya.”
Liam menatap garang pada Belle, matanya menukik seperti sebilah belati tajam yang siap menusuk ke dalam jantung Belle.
Belle merasakan mata Liam semakin tajam, tapi tidak ada rasa takut sama sekali. Dia malah acuh tak acuh dan memutar bola mata malas. Bisa dikatakan di dalam kediaman Alterio, hanya Arabelle Jovanka yang tidak takut pada kemarahan Liam.
Mana mungkin Belle takut karena dia bisa saja membanting Liam seperti tadi malam jika dirasakannya Liam akan bertindak kejam padanya, tapi nyatanya Belle lebih kejam daripada Liam ketika dia sedang marah. Maka dari itu, tidak ada yang perlu ditakuti dari Liam Aletrio.
“Kamu sendiri tidak menghargai orang lain dan hanya ingin dihargai. Bukankah kamu sudah belajar, bahwa dikatakan kalau kita harus menghargai orang lain sebelum ingin dihargai.” Belle mendekat dan memindai Liam dari jarak dekat menyebabkan pria itu mencondongkan dirinya ke belakang. “Apa kamu tidak bercukur selama beberapa hari ini? Janggutmu sudah panjang dan terlihat sangat berantakan. Apa mau aku rekomendasikan tukang cukur janggut untukmu? Hum?”
“A-apa?” Liam menyentuh dagunya yang bahkan tidak terdapat satu janggut pun di sana. “Kamu menipuku!” geram Liam. Wajahnya nampak semakin kesal karena dengan mudahnya dia dipermainkan oleh Belle.
Belle bertepuk tangan di depan wajah Liam, seraya menyemburkan tawa yang tidak dapat dia tahan, dan hal itu membuat Liam naik darah seolah darah dalam venanya sudah naik ke dalam otaknya.
“Arabelle Jovanka!” Liam berteriak lantang.
“Kamu sangat mudah untuk ditipu dan kehilangan fokus. Fokuslah Liam Alterio, sehingga kamu tidak akan menabrak seorang pelayan lagi.” Ujung bibir kanan Belle terangkat dengan indahnya, seolah sedang menertawakan kesalahan Liam barusan yang tidak hati-hati, hingga menabrak seorang pelayan.
Lantas Belle langsung melangkahkan kakinya, tidak menunggu tanggapan Liam lagi yang hanya akan menjadi pertengkaran saja.
Di belakangnya, Liam Alterio dengan kesal memiliki keinginan untuk mengubur Belle hidup-hidup, tetapi itu semua hanyalah sebatas angan karena Liam tidak mungkin menjadi sekejam itu. Dia bukanlah Bos mafia.
***
“Apakah kamu merasa bangga menertawai CEO Liam?” suara seorang perempuan memasuki indra pendengaran Belle ketika dia keluar dari kediaman utama dan akan menuju ke paviliun.
Belle mengenal suara itu dengan jelas, dia berbalik dan melihat pada si pemilik suara yang memperlihatkan seorang perempuan berbusana hitam dengan rambut panjang hitam terurai hingga ke pinggangnya. Bola mata hitam perempuan yang sebaya dengannya itu—melirik tajam padanya.
“Kamu mau mencobanya?” Belle bertanya balik dan pertanyaan itu merupakan sebuah tantangan. “Aku yakin kamu tidak mampu menertawai pria itu.” Lanjutnya.
Perempuan itu melengos kesal. “Kamu terlalu angkuh hanya karena Chairman berada di belakangmu. Eksistensimu sebagai calon istri Liam sangat dibutuhkan saat ini, apa karena itu juga menambah kepercayaan dirimu? Ingatlah bahwa orang angkuh akan jatuh dengan cepat, Belle.”
“Tampaknya kamu sangat kesal padaku, Mary. Entah kesalahan apa yang pernah aku perbuat padamu sampai kamu merasa tersinggung. Jangan katakan kamu tertarik pada Liam dan marah padaku hanya karena Chairman memutuskan pernikahanku dengan Liam, mungkinkah itu benar, Mary?” tanya Belle dengan penuh keyakinan dan bukan lagi asumsi.
Bukan hanya perasaannya saja kalau Mary tertarik pada Liam, tapi kenyataannya memang demikian karena Mary sangat perhatian pada Liam bukan hanya sebagai atasan. Akan tetapi Mary sudah menganggap Liam sebagai belahan jiwanya dan Belle dapat menangkap hal itu. Namun, dia hanya enggan untuk berpendapat dan baru sekarang ketika Mary mendatanginya lebih dulu.
Wajah Mary tiba-tiba memerah dan terlihat jelas sekali kalau dia mengakui memiliki perasaan pada Liam. Perasaan yang tidak dapat perempuan itu utarakan.
“Kamu ... jangan berkata sembarangan. Kamu sangat tidak sopan pada CEO Liam barusan.” Mary berkata dengan terbata-bata dan sedikit gugup. Jadi, dia hanya melemparkan perkataan yang ada dalam pikirannya saja karena tiba-tiba wajah tampan Liam menyerbu pikirannya. Bagaimana kalau sampai dia yang menikah dengan Liam?
Belle menatap malas pada Mary dan dia tahu yang sedang dipikirkan oleh Mary saat ini. Akan tetapi, Belle tidak mau mengganggu lamunan Mary dan dia hanya memperhatikan perempuan yang sedang berbunga-bunga itu, lebih tepatnya Belle sedang memberikan Mary waktu untuk membayangkan orang yang dia sukai sebelum fantasi itu hancur dan menyebabkan sakit hati.
Setelah beberapa saat dan Belle merasa bosan dia bertanya pada Mary yang sudah hanyut pada lamunannya, “Apakah kamu sudah selesai mengkhayal?”
Pertanyaan macam apa yang sedang ditanyakan oleh Belle? Seakan dia adalah seorang antagonis yang tengah mengganggu sang protagonis dengan harapannya bersama protagonis pria.
Mary berdehem, memalingkan muka sesaat karena ketahuan sedang membayangkan Liam. “Kamu salah.” Mary segera mendapatkan fokusnya kembali dan wajahnya kembali tenang. Pengaruh dari membayangkan Liam dengan cepat dihilangkan dari dalam pikirannya. “Tidak ada lagi yang ingin aku katakan, tapi jika aku melihatmu mempermainkan CEO lagi, maka aku tidak akan tinggal diam, Belle. Kamu terlalu angkuh dengan posisimu saat ini. Jangan hilangkan keyakinan bahwa, akan ada yang lebih baik lagi darimu,” kata Mary seraya menyeringai tajam. Lantas dia beranjak dan berjalan menjauh dari Belle.
Belle tetap berdiri di tempatnya dan dia sangat paham dengan perkataan Mary barusan. Meskipun Dominic ada di belakangnya dan mendukungnya sekarang, tetapi jika orang yang lebih baik dan menguntungkan dari dirinya tiba-tiba muncul, dan mungkin saja bisa menggantikan posisinya. Atau bahkan yang lebih buruk lagi, Liam menemukan orang yang tepat untuknya dan jatuh cinta pada akhirnya.
Semua itu adalah kemungkinan yang bisa saja terjadi di masa depan, dan Belle harus menyiapkan dirinya untuk keadaan terburuk yang mungkin menimpanya selama pernikahan mereka nanti.
Walaupun sekarang dia masih bisa bersikap tenang, tetapi tinggal di kamar yang sama dan bertemu dengan Liam setiap hari bukanlah hal yang mustahil untuk tidak jatuh ke dalam perasaan yang bisa menghancurkannya, bukan?
Sehebat apa pun Belle mencoba agar tidak jatuh ke dalam perasaan, dia seorang perempuan yang juga tertarik pada pria.
“Aku tidak boleh jatuh pada Liam Alterio.”
Happy Reading
Aku tidak boleh jatuh hati hanya karena merasa nyaman, semua itu hanya akan menjadi ilusiku. — Red Maple
Novel Terkait
Menaklukkan Suami CEO×
- Bab 1 Checkmate
- Bab 2 Keyakinan Belle
- Bab 3 Liam Alterio
- Bab 4 Arabelle Jovanka
- Bab 5 Pria lemah!
- Bab 6 Berpura-pura bodoh
- Bab 7 Kamu mengambil ciuman pertamaku, bodoh!
- Bab 8 Bangun dengan rasa sakit
- Bab 9 Pulang sendiri
- Bab 10 Penjilat
- Bab 11 Minum Teh Bersama
- Bab 12 Kamu semakin cerewet
- Bab 13 Aku tidak boleh jatuh pada Liam Alterio