Menaklukkan Suami CEO - Bab 2 Keyakinan Belle

“Arabelle.” Alaric memanggil Belle yang masih menatap ke arah pintu keluar. Alaric menghela napas sejenak sebelum dia bertanya pada Belle, “apakah kamu yakin akan menikahi Liam?”

Belle tidak mengalihkan tatapannya pada ayahnya dan tetap memandang lurus ke depan, bukannya enggan untuk melihat wajah pria itu, tatapi Belle hanya sedang membayangkan bagaimana reaksi Liam saat ini. Dia sudah bisa mendengar dentingan gelas menghantam lantai menyapa telinganya. Sungguh terdengar indah suara tersebut ketika Belle memejamkan matanya sejenak sebelum membuka kelopak mata itu kembali, memperlihatkan manik mata cokelat terangnya.

Lantas mengulas senyum ketika menoleh ke arah Alaric yang berdiri di sebelah kanannya. “Aku yakin Ayah.”

“Tapi kamu tidak mencintainya, Belle, kamu yakin bisa menjalani pernikahan ini hanya karena titah Chairman?” Alaric kembali bertanya karena merasa ragu dengan keputusan yang diambil oleh Belle menerima untuk menikah dengan Liam yang sama sekali tidak memiliki perasaan padanya. Mereka sama-sama tidak memiliki perasaan satu sama lain. “Keluarga kita tidak mengapa jika kamu tidak ingin menikah dengan Liam. Ayah juga yakin kalau Liam akan bersikukuh menolak pernikahan ini. Kita bisa keluar dari kediaman ini, Belle ji—”

“Liam tidak akan menolak, Ayah.” Belle segera memotong ucapan Alaric.

Saat ini Belle sudah memiliki keyakinan kalau Liam tidak akan bisa menolak karena pria itu sangat menginginkan posisi sebagai pewaris dan Liam sendiri juga tidak memiliki kekasih untuk dinikahinya. Meskipun, pria itu menikah dengan gadis lain, dia juga tidak bisa menduduki kursi pewaris dengan mudah.

Liam memang merupakan pewaris tunggal dari Alterio Group, tetapi orang-orang yang ingin menjatuhkan Liam dari belakang sangatlah banyak karena itu Dominic memutuskan untuk menikahkannya dengan Liam.

Belle sendiri memiliki kekuasaan sebagai tangan kiri Dominic dan sangat dihormati melebihi Liam.

Dominic telah banyak menerima lamaran dari para pengusaha dengan kekuasaan yang setara untuk menjodohkan putri-putri mereka dengan Liam, tetapi semua ditolak langsung oleh Dominic.

“Apa yang membuatmu begitu yakin, Belle? Liam bisa saja mencari cara lain untuk menduduki kursi pewaris tanpa harus menikah denganmu dan juga ... bagaimana jika kelak Liam bertemu dengan wanita yang dia cintai, bagaimana denganmu, Belle?” terdengar jelas nada kekhawatiran dari Alaric. Tentu saja dia akan merasa khawatir dengan kehidupan Belle di masa yang akan datang. Meskipun demikian, Belle telah memutuskan untuk menerima pernikahan ini.

“Aku menerima pernikahan ini bukan berarti aku menerima Liam, Ayah. Pria angkuh, kasar dan penuh kepura-puraan itu tidak masuk dalam pandangan mataku. Dia hanya membutuhkan perisai, bukan seorang istri. Itulah yang dipikirkan oleh Chairman dan aku bisa menjadi perisai yang kuat bagi Liam dengan kedudukanku saat ini di Alterio Group. Selama menikahi Liam memberikan keuntungan padaku, mengapa tidak? Tidak salah jika kami saling memanfaatkan, ‘kan? Selama kedua belah pihak mendapatkan keuntungan.” Terang Belle.

Alaric nampak memiliki wajah terkejut setelah mendengar pemikiran putrinya yang tak dapat dia tebak. Ternyata pikiran Belle bukanlah kebahagian dalam berumah tangga. Namun keuntungan bagi Belle, bagi keluarga Dhanurendra dan bagi keluarga Alterio juga. Belle tidaklah berkorban dengan menikahi Liam, tapi mengambil keuntungan dari pernikahan ini.

Sejak kecil Belle memang sangat pandai juga lebih cerdik dari anak-anak lain seusianya. Belle dan Liam menempuh pendidikan yang sama di Sekolah Dasar, Belle selalu berada di atas peringkat Liam dan dibanggakan oleh Dominic sendiri.

“Bukankah itu merupakan pemikiran jahat, Belle, pemikiran yang dimiliki seorang antagonis dari sebuah novel?” Alaric tertekekeh karena Belle tidak runtuh akibat hal ini dan malah bersemangat. Dia membawa tangannya ke belakang dan menatap lurus ke depan. “Ayah akan mendukung keputusanmu, apa pun itu nantinya.”

Pria itu melangkah menuju pintu keluar setelah berucap demikian, membuka pintu besar itu dan keluar meninggalkan Belle sendirian di dalam sana.

Setelah pintu menutup, Belle terhenyak ke sofa. Seluruh kepercayaan dirinya barusan telah lenyap dan tergantikan oleh detak jantung yang kian meningkat. Awalnya Belle dipenuhi akan keraguan, tetapi setelah berpikir beberapa saat, dia mengalahkan keraguan itu. Mengalahkan keraguan dalam dirinya, mengalahkan keraguan kalau Liam akan menolaknya.

“Huh,” menarik napas dalam-dalam sebelum dia kembali bangkit, “aku harus bersiap-siap makan malam bersama Liam. Aku ingin tahu bagaimana ekspresi Tuan Muda Liam nanti, pasti akan sangat menyenangkan jika dia membuat sedikit drama seperti sebelum-sebelumnya ketika dia menolak akan sesuatu karena tidak menyukai hal tersebut.” Belle menyunggingkan senyum miring.

Dia mengambil langkah setelah detak jantungnya kembali normal seperti sedia kala. Belle meraih gagang pintu besar dengan kedua tangannya, sebelum membuka pintu tersebut, sekali lagi Belle menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. “Aku akan melihat drama apa yang kamu mainkan kali ini, Liam Alterio.”

Belle keluar dari ruangan tersebut dan suara hak tingginya menggema di koridor yang dia lalui.

Sementara itu, seseorang keluar dari titik buta di suatu koridor yang mengarah ke ruangan tadi. Perempuan dengan busana kantor hitam, rambutnya digerai jatuh hingga ke pinggangnya. Perempuan yang tidak lain adalah Mary—sekretaris Liam—memperhatikan setiap langkah yang diambil oleh Belle. Mary menggertakkan giginya karena Belle telah membuat Liam amat kesakitan barusan. Ya, Liam merasa tertekan dan tersiksa karena Belle menerima pernikahan yang titahkan oleh Dominic sendiri. Dia mengepalkan tangannya, lalu berbalik dan melangkah pergi.

***

Belle memoleskan lisptik berwarna merah cherry pada bibir penuhnya. Bibir atasnya cukup tipis sedang bibir bawahnya penuh. Meskipun Belle tidak suka berdandan belebihan atau mengenakan gaun mewah yang glamor dia tetap cantik dengan pesona membosankannya.

Banyak orang mengatakan kalau penampilan Belle sangat biasa dan membosankan. Maka dari itu, tidak ada pria yang meliriknya selama ini. Terang saja, Belle hanya malas memperlihatkan kecantikannya.

Rambut panjang berwarna cokelat terang senada dengan manik matanya. Dia menatap dirinya di depan cermin mengenakan gaun panjang hijau tua sampai menutupi mata kakinya. Belle menyisir rambutnya ke belakang dan mengikatnya rendah memperlihatkan leher jenjangnya. Akan tetapi tengkuk Belle sedikit tertutup.

Satu sentuhan lagi, maka Belle telah siap makan malam bersama Liam di salah satu hotel milik keluarga Alterio. Jemari lentik Belle mengambil anting bunga kristal berukuran sedang, dia dengan cekatan memasangkan anting tersebut pada telinganya.

Setelahnya Belle mengambil tas tangan berwarna senada dengan gaun yang dia kenakan. Lantas keluar dari kamarnya.

“Kamu terlihat cantik, Nak.” Puji Devina menyapa telinga Belle yang baru saja membuka pintu kamarnya.

“Ibu,”

“Belle, Ibu tidak pernah menyangka bahwa kamu dan Liam akan melangsungkan pernikahan. Sebenarnya Ibu cukup senang karena kamu tidak menolak. Liam sudah Ibu anggap sebagai putra Ibu sendiri sejak Ibu merawatnya ketika dia masih kanak-kanak. Akhirnya anak itu akan menjadi putraku juga. Siapa yang menyangka?” Devina bersyukur ketika menatap Belle. “Cepatlah pergi dan temui Liam.” Dia mendorong bahu Belle dari belakang dengan antusias.

Belle hanya dapat tersenyum melihat ibunya yang nampak bahagia.

***

“Pak CEO, Anda harus segera bersiap-siap.” Peter berucap sembari menunduk, mengingatkan Liam yang masih bermalas-malasan; merebahkan dirinya di atas sofa.

Pria yang kini berpenampilan acak-acakan, rambutnya sudah tidak serapi sebelumnya. Helaian rambut Liam keluar dari tatanannya, serta poni tebal jatuh hingga menutupi alisnya. Meskipun demikian, Liam Alterio tetaplah tampan dengan penampilan awut-awutannya. Dua kancing kemeja Liam terbuka memperlihatkan sedikit kulit putihnya di balik kemeja tersebut.

Liam tak memperhatikan bagaimana rupanya saat ini karena ketika dia berbusana biasa-biasa saja masih tetap terlihat ketampanannya. Apalagi hanya rambut acak-acakan, malah menambah pesona layaknya seorang badboy idaman para remaja dalam drama-drama yang tayang di televisi.

Dia mengamati langit-langit ruangannya; nampak sangat malas dan tidak memiliki keinginan untuk bangkit dari sofa tersebut. Liam meletakkan kedua kakinya di atas sandaran sofa seraya menggoyangkan kakinya pelan.

Mengukir seringai tipis di bibirnya, dia melirik pada arloji berwarna hitam yang melingkari pergelangan tangan kanannya, lalu membayangkan bagaimana wajah membosankan Belle ketika dirinya tak kunjung tiba di hotel tempat mereka makan malam beberapa menit lagi.

Padahal mereka tinggal di dalam satu Manor, tetapi Dominic telah menyiapkan meja di hotel untuk mereka, bahkan menyiapkan kamar untuk keduanya agar mereka menginap di sana.

Saat ini, Liam memutuskan untuk menjadi pembangkang, tak mau mengikuti keinginan Dominic. Dia bahkan terlalu malas hanya untuk mendengarkan Peter, sampai-sampai mengabaikan pria yang masih berdiri dengan sabarnya.

Peter hanya dapat menghela napas melihat tingkah kekanakan Liam, dan memilih untuk diam jika Liam tidak menyahut karena Peter sudah bosan jika dia harus mendapatkan luka lagi pada dahinya yang baru saja diperban.

Bibir Peter bergerak-gerak, nampak ingin berucap. Sesaat kemudian Peter kembali mengurungkan niatnya dan membiarkan Liam tetap bermalas-malasan seperti kemauannya.

“Kamu nampak tidak sabaran, Peter?” Liam mendongak dan menangkap Peter yang kedapatan sedikit geram. Liam memberikan seringai tajam pada Peter, lalu menatap lekat-lekat pada perban yang menempel di dahi Peter. “Kamu tidak ingin menambah perban pada dahimu lagi? Aku menawarimu dengan baik hati. Hahaha~”

Tawa Liam meletus keras seraya bertepuk tangan layaknya orang kehilangan akal sehat.

Ya, mungkin saja saat ini akal sehat Liam telah terlempar jauh setelah mengetahui pernikahannya dengan Belle tidak dapat dibatalkan lagi. Meskipun, Liam menyewa seorang wanita untuk menjadi istri bayaran sekalipun dan mengatakan kalau dia mencintainya. Tetap saja tidak akan mempan terhadap keputusan Dominic.

“Ah,” Liam menghela napas gusar setelah tawanya terhenti dan yang nampak pada wajahnya adalah seulas kesedihan samar, tetapi netra Peter dapat menangkap ekspresi tersebut.

Menghela napasnya lagi, Peter memberanikan diri untuk berujar, “Sebaiknya Anda bersiap sekarang.” Lantas kembali menunduk dan siap menerima apa pun kekerasan yang akan Liam berikan padanya.

Liam menatap nanar pada Peter karena tidak mengindahkan peringatannya barusan, dia menegakkan tubuhnya yang tadi berbaring malas. Kesepuluh jemari Liam saling bertautan, sedang alisnya telah berkerut bak benang kusut tak dapat diluruskan lagi.

Dia menatap lurus ke depan masih dengan alis terajut kuat. Liam kembali merasakan sesak yang menjerat napasnya beberapa saat lalu akan kembali menyerang jika dia terus berpikir dan berpikir tanpa henti.

Perlahan bibir Liam bergerak, “Mengapa harus perempuan itu?” seketika menatap Peter yang tak tahu menahu akan keputusan dari Dominic—sang kepala keluarga Alterio. Hanya Dominic yang tahu kenapa harus Belle menjadi menantu—yang meneruskan garis keturunan Alterio. “Aku paling benci keadaan ini, benci di mana dia dan wajah serius juga penampilan membosankannya selalu lebih unggul dariku.”

Liam Alterio terdengar iri dengan prestasi Belle selalu berada satu tingkat di atasnya. Liam tidak pernah menerima hal tersebut. Apalagi harus menerima tidur satu kamar dengan Belle. Dia masih bisa menerima kalau Belle tinggal di atap yang sama dengannya karena mereka sangat jarang bertemu, dan jika bertemu pun mereka kadang lebih memilih untuk tidak saling menyapa satu sama lain. Seperti saling mengabaikan adalah rutinitas bagi mereka.

Akan sangat aneh jika mereka akhirnya hidup berdampingan, tidur di kamar yang sama dan sarapan bersama setiap pagi. Membayangkan hal itu membuat kepala Liam menjadi sakit seketika.

“Pernahkah Anda berpikir keuntungan yang akan Anda dapatkan dari menikahi Belle?” tanya Peter tanpa ragu membuat Liam menatapnya dengan serius.

Belle? Ucap Liam dalam batinnya.

Liam bertanya-tanya dalam benaknya, apakah mereka sangat dekat sampai-sampai Peter memanggil Arabelle dengan dengan nama pendek. Ada tekanan dalam relungnya tidak menerima kalau Peter menyebut nama Arabelle dengan sebutan ‘Belle’ saja. Liam merasa tidak terima dan tidak nyaman akan hal itu.

“Belle?”

“Iya?” Peter menyahut dengan mempertanyakan mengapa Liam menyebut nama Belle dengan tanda tanya besar nampak pada dahi berkerutnya. Peter tak mengerti dengan tatapan Liam kian tajam saat ini dilemparkan pada dirinya. Apakah Peter telah mengatakan sesuatu yang salah lagi? Peter beringsut, menundukkan kepalanya.

“Kalian sangat akrab?”

Mendengar pertanyaan aneh terlontar dari bibir Liam membuat Peter menatapnya dengan ekspresi aneh pula.

“Kenapa? Apakah pertanyaanku aneh atau kamu kira aku akan memukulmu?” Liam berdiri tidak sabar, lalu melangkah ke depan Peter. “Jawab saja.”

Sepertinya Peter sudah menyadari maksud dari pertanyaan Liam barusan. Sebisa mungkin Peter menjawab dengan tenang, “Jika yang Anda maksud dengan memanggil nama Belle, dapat dikatakan akrab ... maka semua orang yang berada di Manor dan di perusahaan juga akrab dengan sekretaris Araballe karena memang dia dipanggil Belle. Jangan bilang Anda tidak tahu, Pak CEO?”

Liam nampak terkejut, dia menyentuh hidungnya lantaran gugup. Liam terlalu abai sampai hal sekecil itu pun tidak dia ketahui. Bagaimana mungkin dia tahu kalau dia saja tidak pernah memperhatikan Belle?

“Tahu! Tentu saja aku tahu.” Liam berucap bohong dengan beraninya. “Siapkan baju ganti untukku. Sudah waktunya aku menemui perempuan itu. Sungguh kasihan jika aku membiarkannya duduk seorang diri dalam restoran hotel yang khusus di pesan untuk kami. Oh, ya, mengenai keuntungan yang kamu katakan tadi ... kita bicarakan lain waktu.” Pinta Liam dengan sedikit halus kali ini.

“Baik, Pak CEO. Saya akan menyuruh pelayan menyiapkan air mandi untuk Anda.” Sebelum Peter mengambil langkahnya, dia sempat melirik Liam sejenak. Ketika itu, Peter merasakan sesuatu yang aneh sedang dipikirkan oleh Liam. Entah apa pun itu, baik dan buruknya hanya Liam yang tahu, dan yang terpenting saat ini, Liam mau menemani Belle makan malam. Meskipun harus membuat perempuan itu menunggu.

Akhirnya Peter keluar dari ruang kerja Liam, sedangkan Liam memikirkan hal lain dalam kepalanya saat ini. “Belle? Huh, Belle.” Dia menyebut nama Belle berulang-ulang.

Novel Terkait

Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
5 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
4 tahun yang lalu