Menaklukkan Suami CEO - Bab 10 Penjilat
Di sisi lain, dalam ruangan Dominic. Richard berdiri, menghampiri Dominic yang tengah duduk dengan santai di kursinya.
Pria muda itu menundukkan kepala selama dua detik di hadapan Dominic, sebelum dia kembali mengangkat kepalanya dan menatap Dominic dengan mata cerah. Mata itu sangat cerah dan berbinar bagaikan sinar matahari itu sendiri.
Memang agak berlebihan, tetapi mata Richard semakin cerah ketika Liam dan Belle sudah keluar.
“Kakek, aku sangat senang karena akhirnya Liam mau menerima pernikahan yang Kakek atur untuknya, tetapi … apakah Kakek tidak salah menjodohkan pewaris dari Alterio Group dengan seorang putri dari keluarga pengawal? Apakah Kakek sama sekali tidak memandang adikku—”
“Hanya itu yang ingin kamu katakan dengan pagi-pagi datang kemari?” Dominic memotong ucapan Richard sebelum dia selesai berbicara.
Dominic tahu ke mana arah pembicaraan ini. Oleh karena itu, dia memotong ucapan Richard agar tidak berlanjut dan malah membuat Dominic sakit kepala. Masih saja ada yang ingin mempengaruhi keputusannya, dan hal itu bisa membuat Dominic marah.
Richard sadar akan yang dia katakan, dia menelan salivanya pelan karena hampir saja membuat Dominic marah. Dia langsung meminta maaf, “Maafkan aku Kakek. Aku hanya merasa tidak adil saja bagi Liam. Harusnya dengan statusnya, Liam bisa mendapatkan calon istri dari keluarga yang lebih terpandang. Oh, ya, aku ke sini hanya untuk memberi salam pada Kakek karena sudah beberapa hari aku tidak memberi salam, dan juga kebetulan sekali aku bertemu sekretaris Belle di hotel. Aku tidak membawa mobil. Jadi, aku kemari bersama sekretaris Belle.”
Ucapan Richard barusan seperti menyiratkan sesuatu di dalamnya. Namun, apa pun itu, Dominic lebih tua dan lebih licik dari anak bau ingusan seperti Richard.
“Tidak apa-apa. Lain kali bawa mobilmu ketika keluar. Percuma saja kamu mengoleksi banyak mobil mewah, tapi pada akhirnya, hanya bisa menumpang mobil seorang sekretaris. Jadi, kamu beruntung juga karena bertemu Belle di sana.” Dominic berucap sinis seraya mengangkat ujung bibirnya.
Dagu Richard hampir saja jatuh karena dia terlalu tidak tahu diri dengan melawan Dominic yang dianggap rubah tua licik.
Dengan malu-malu Richard berdehem. Dia merasa sudah tidak ada lagi pembahasan yang perlu dia utarakan karena Dominic sudah mencegahnya sedari awal. Awalnya, Richard ingin merekomendasikan adiknya menggantikan posisi Belle sebagai calon istri Liam. Akan tetapi, dia tidak menyangka kalau Diminic telah menangkap basah niatnya sebelum dia dapat menyelesaikan ucapannya.
“Tentu saja Kakek, kemarin aku menginap dengan temanku dan lupa membawa mobilku karena semalam aku berada di mobilnya. Kalau begitu, aku akan keluar dan menemui Liam sebentar sebelum aku pulang. Jaga kesehatanmu, Kakek.” Richard kembali memperlihatkan senyum cerahnya dan binar matanya tetap sama cerahnya.
Dominic memberikan anggukan sebagai tanggapan. Lantas Richard keluar dari ruangan Dominic dan langsung menuju ke ruang belajar Liam. Langkahnya sangat santai juga pembawaannya sangat tenang.
“Maaf Tuan Muda Richard. Saat ini CEO Liam sedang tidak dapat ditemui. Beliau menyuruhku menyampaikan tidak boleh mengizinkan siapa pun masuk ke dalam ruang belajarnya.” Suara Peter mencegah Richard ketika sampai di depan pintu ruang kerja Liam.
“Oh? Begitukah? Bahkan aku sendiri yang merupakan sepupunya tidak boleh masuk ke dalam? Mungkin larangan itu untuk orang lain … dan kamu tahu sendiri orang itu, ‘kan, Peter?” tanya Richard dengan nada menyiratkan sesuatu yang Peter jelas ketahui.
Peter menatap tenang, tanpa ekspresi apa pun di wajahnya. “Bukan begitu, Tuan Muda.”
“Minggir!” Richard menyingkirkan kamuflase pada wajah sumringah dan senyum cerahnya barusan. Telah lenyap dan hilang hanya dalam beberapa detik saja. Kemungkinan Peter telah membuatnya kesal.
“Kenapa sangat ribut di luar!” bentakan dari suara pria muda di dalam ruangan tersebut dengan getaran amarah dan kesal yang terdengar jelas membuat keduanya tersentak.
“Sepupu, pelayanmu ini sangat tidak sopan karena tidak mengizinkan aku masuk. Padahal dia tahu siapa aku dan masih ingat cara dia memanggilku, tetapi masih saja melawanku.” Richard berkata dengan sinis, membuat wajah Peter yang tadinya tanpa ekspresi berubah menjadi dingin.
Peter bukanlah seorang pelayan, dia adalah asisten kepercayaan Liam. Meskipun dia selalu menjadi sasaran dari kemarahan Liam, tetapi Liam tidak pernah menganggapnya sebagai pelayan. Richard sudah keterlaluan dan angkuh.
“Saya hanya mengikuti perintah CEO sebagai tuan saya,” kata Peter tanpa ragu.
“Peter, biarkan dia masuk.” Pinta Liam.
Richard mengurungkan niatnya untuk memberikan pelajaran pada Peter karena dia sudah merasa kesal dan harga dirinya dijatuhkan oleh seorang asisten. Padahal ketika menghadapi seorang perempuan seperti Belle saja, dia masih bisa tenang. Namun, hanya karena seorang asisten tidak membiarkannya masuk dan mengabaikan perkataannya telah membuatnya tidak senang dan memperlihatkan dirinya yang sebenarnya.
“Minggir!” Richard mendorong Peter yang telah membukakan pintu untuknya.
Pria itu sama sekali tidak tahu berterimakasih, hanya karena dia memiliki nama belakang Alterio dan salah satu orang yang berpeluang menyandang kursi pewaris.
“Ada apa?” tanya Liam dengan kasar dari kursinya. Liam sedang berkutat dengan dokumen di atas mejanya.
“Aku hanya ingin berkunjung saja. Wah, sepupuku ini sangat giat sekali bekerja. Bahkan tidak peduli hari libur pun masih tetap bekerja. Kamu memang sangat tepat menjadi panutan.” Richard berujar dengan nada satiris sambil bertepuk tangan.
“Jika kamu hanya ingin basa-basi saja, maka keluarlah karena aku tidak punya waktu untuk menemanimu membicarakan omong kosong.”
Liam memberikan pandangan tidak senang. Mereka tidak punya perselisihan satu sama lain, bahkan hubungan mereka terbilang cukup baik. Namun, Liam tidak suka diganggu saat dia sedang bekerja ataupun sedang kesal. Oleh karena itu, Liam akan berkata kasar tanpa memandang orang itu.
“Jangan kesal dulu sepupu.” Richard melangkah pelan ke arah meja Liam dan duduk di atas meja Liam tanpa meminta ijin.
Pandangan kesal pun di arahkan pada Richard, tapi mau bagaimana lagi, Liam akan tambah kesal kalau Richard tidak mendengarkan perkataannya. Dia melemparkan bolpoin emas di tangannya ke atas meja. Lantas menyandarkan kepalanya ke belakang.
“Apa yang ingin kamu katakan?”
“Santai saja. Ngomong-ngomong aku tidak percaya kalau kamu mau menikah dengan putri dari kepala pengawal itu. Seleramu sungguh rendah. Padahal di kota ini sangat banyak wanita berkelas yang mau mengantri menjadi istrimu.”
Seketika tatapan menghunus di arahkan pada Richard. Tangan Liam terkepal hebat dan entah kenapa dia tidak senang mendengar ucapan itu barusan. Dia merasa tidak senang jika Richard menghina keluarga Belle. Apalagi ibu Belle sudah mengurusnya sejak kecil.
“Aku tidak punya waktu untuk membicarakan hal itu, dan pernikahanku tidak ada hubungannya denganmu.”
“Tentu saja aku tahu dan sangat mengerti karena kamu tidak akan berani menolak perintah Kakek.”
“Seolah kamu sendiri berani,” balas Liam dengan nada sinis.
Liam menemukan pandangan geram di mata Richard dan dia sangat senang akan hal itu, menjadikan hiburan baginya yang sudah suntuk sejak pagi karena berdebat dengan Belle, belum lagi dengan Dominic yang mengatur kehidupan pernikahannya.
Tidak mendapatkan kebebasan untuk memilih pasangan sendiri, mungkin itulah takdir yang harus dijalani oleh Liam. Sekarang sudah bukan zaman perjodohan lagi, tetapi mau tidak mau dia harus menerima hal itu.
“Hah, satu pun dari kita tidak ada yang berani melawan perintah Kakek. Jadi, kamu harus menerima pernikahan yang sudah diatur. Aku harap malam pertamamu tidak akan membosankan seperti wajah membosankan istrimu.” Richard berkata seraya tertawa mengejek.
Memang benar kalau Belle dianggap memiliki karakter yang sangat membosankan. Siapa yang tidak tahu hal itu di keluarga Alterio?
Oleh karena itu, belum ada pria yang mendekati Belle setelah dia kembali dari luar negeri. Melihat wajah membosankannya, mungkin mereka berpikir kalau karakter Belle akan sangat membosankan dan bila menjadikan Belle sebagai istri. Hidup mereka pasti akan sangat membosankan kelak. Setidaknya, itulah yang dipikirkan oleh salah satu orang yang tengah tertawa mengejek dengan santai dan masih berani duduk di atas meja Liam dengan angkuhnya.
Liam menyentuh bibir bawahnya menggunakan jari telunjuknya. Awalnya dia merasa geram atas perkataan mengejek dari Richard dan ingin melempar pria itu dari ruang belajarnya. Namun, tidak jadi karena ingatan semalam terlintas dalam pikiran Liam yaitu, ingatan tentang Belle yang menggunakan busana santai seperti remaja, juga tingkahnya yang bisa dibilang sedikit lucu. Apalagi ketika perempuan itu mabuk, agak menggemaskan sebenarnya, tapi juga menyebalkan. Menyebalkan ketika sudah sadar, tapi malah menuduh Liam memukul kepalanya.
Jika diingat-ingat kembali, semua yang mereka alami tadi malam memberikan kesan yang berbeda pada Liam. Dia tidak pernah melihat sisi lucu Belle seperti semalam dan berharap tidak akan ada orang lain yang melihat sisi itu.
Pandangan Liam mengarah pada Richard yang sudah berhenti tertawa. Kini, giliran Liam yang mengangkat senyum sarkas.
“Tenang saja sepupu karena setelah pernikahanku. Mungkin saja pernikahanmu yang akan diumumkan. Kamu tidak perlu takut, aku akan menyuruh Kakek untuk mencarikan calon istri dari kalangan atas untukmu, bukan putri dari seorang kepala pengawal. Kamu juga tidak perlu kasihan padaku karena calon istriku sangat terampil. Dia sudah lama berada disisi Kakek. Jadi, bisa dibilang kalau aku sangat beruntung, ‘kan?”
Seketika tawa Richard memudar di udara, lenyap bersama dengan hembusan angin dari jendela yang terbuka. Dagunya bahkan bisa jatuh kapan saja sejak ucapan tersebut terlontar dari bibir tipis Liam.
Semanja apa pun Liam dalam keluarga Alterio, tetapi kemampuannya dalam berbicara dan menjatuhkan lawan, sudah tidak diragukan lagi. Meskipun dia tidak selicik Richard dalam menjatuhkan lawannya dengan trik kotor. Liam mengetahui hal itu lantaran dia sudah sering menemukan perbuatan yang telah dilakukan oleh Richard di masa lalu. Akan tetapi, keluarga Alterio selalu dapat menutupi keburukannya.
“Jangan bercanda Liam. Kakek tidak akan melakukan itu padaku karena aku bisa memilih pasanganku sendiri,” ucap Richard dengan nada bergetar yang tidak dapat dia tutupi.
Pria itu turun dengan segera dari meja Liam, dan memperlihatkan wajah geram.
“Kamu pikir bisa menghindar? Berapa banyak wanita yang kamu tiduri dalam seminggu ini? Kamu pikir Kakek tidak akan tahu. Jangan terlalu naif, Richard. Lebih baik sekarang kamu pulang dan mandi sekali lagi.”
Dengan tatapan angkuh penuh kemenangan, Liam memberikan senyum miring pada Richard yang semakin geram.
Sudah tidak ada gunanya lagi bagi Richard untuk memanas-manasi Liam. Dia sama sekali tidak terpengaruh, malah Liam membuat Richard keki, hingga bergetar.
“Huh!” Richard menarik napas perlahan, dia tidak mau merusak suasana hatinya bertengkar dengan Liam. “Kita hentikan perdebatan ini sampai di sini saja sepupu. Aku harus bertemu dengan seseorang siang ini. Jadi, aku tidak akan berada di sini untuk makan siang, dan selamat atas pernikahanmu. Ngomong-ngomong, wajah istrimu cukup cantik, jika di lihat dari samping ketika aku berada dalam satu mobil dengannya.” Richard mengembangkan seringai tajam. Lantas tanpa berucap lagi, dia melangkahkan kakinya dan keluar dari ruangan Liam.
“Sial!” umpat Liam kesal.
Dia memukul meja dengan kepalan tangannya. Sama sekali tidak merasakan sakit. Mata sengit pria itu menatap lurus ke depan pada pintu yang baru saja tertutup.
Seketika Liam dipenuhi oleh rasa kesal mengetahui bahwa, Belle dan Richard berada dalam satu mobil. Dia mengerutkan kening tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Mengapa dia harus marah akan hal itu? Mereka hanya berada dalam satu mobil dan Liam harusnya sama sekali tidak peduli karena dia sendirilah yang meninggalkan Belle di hotel.
Lagi pula Belle bersama siapa pun bukanlah urusannya. Akan tetapi, ada rasa penolakan yang memuncak ketika calon istrinya dilirik dan dipuji oleh pria lain. Meskipun Liam tahu, kalau Richard hanya ingin memanas-manasinya saja.
“Aku tidak peduli akan hal itu. Terserah padanya, tetapi ketika dia sudah menjadi istriku. Aku jamin hidupnya akan berbeda.”
Masih belum bisa ditebak apa yang sedang direncanakan oleh Liam dalam pikirannya. Dia kembali melirik tumpukan berkas di atas mejanya, tiba-tiba merasa bosan melihat benda-benda itu. Jadi, dia putuskan untuk bangkit dari kursinya. Kemudian berjalan ke luar dari ruangannya, menuju ke arah ruang utama.
Kediaman Alterio sangat besar dan berliku-liku. Ada banyak ruangan di sana. Namun, kamar Belle tidak berada dalam rumah utama. Belle memiliki kediamannya sendiri, tapi tentunya masih dalam lingkungan kediaman utama.
Tanpa Liam sadari sejak tadi dia berjalan, bukanlah mengarah ke ruang utama, tetapi ke arah rumah yang tidak terlalu besar di belakang taman. Rumah itu adalah tempat tinggal Belle dan keluarganya.
“Kenapa aku datang kemari?” gumam Liam ketika dia sadar sudah berjalan ke arah yang salah, dan langsung menghentikan langkahnya.
Pandangan Liam menerawang ke sekitar rumah tersebut. Meskipun tidak sebesar dan semewah rumah utama, tapi rumah itu terlihat sangat hangat. Setidaknya, begitulah yang dapat Liam rasakan. Walaupun tidak pernah masuk ke dalam sana. Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Oleh karena itu, dia hampir lupa kalau ada rumah di sana, dan ada orang yang tinggal di sana.
Ketika Liam kehilangan fokus karena pandangannya masih terarah pada rumah itu. Terdengar suara langkah kaki tidak terlalu jauh darinya. Segera mengalihkan pandangannya ke asal langkah kaki, yang memperlihatkan seorang wanita dengan rambut diikat tinggi, riasan wajah tipis, dan busana formal santai.
Wajah dan penampilan yang sangat familiar dalam pandangan Liam. Ya, siapa lagi kalau bukan Arabelle Jovanka saat ini sedang berjalan dengan santai ke arah Liam.
“Ada perlu apa kamu datang kemari?”
Novel Terkait
The Winner Of Your Heart
ShintaStep by Step
LeksAdore You
ElinaDewa Perang Greget
Budi MaInventing A Millionaire
EdisonMenaklukkan Suami CEO×
- Bab 1 Checkmate
- Bab 2 Keyakinan Belle
- Bab 3 Liam Alterio
- Bab 4 Arabelle Jovanka
- Bab 5 Pria lemah!
- Bab 6 Berpura-pura bodoh
- Bab 7 Kamu mengambil ciuman pertamaku, bodoh!
- Bab 8 Bangun dengan rasa sakit
- Bab 9 Pulang sendiri
- Bab 10 Penjilat
- Bab 11 Minum Teh Bersama
- Bab 12 Kamu semakin cerewet
- Bab 13 Aku tidak boleh jatuh pada Liam Alterio