Menaklukkan Suami CEO - Bab 6 Berpura-pura bodoh
Liam Alterio baru saja membuka pintu kamar mandi ketika mendengar suara Belle yang mengatai dirinya. Handuk di atas kepalanya sudah terlempar ke lantai. Liam merasa geram karena dikatai lemah oleh seorang wanita. Apalagi, wanita itu adalah Belle—perempuan yang akan menjadi teman sekamarnya malam ini.
Tatapan tajam juga dia arahkan pada Belle, yang artinya mereka saling menatap tajam. Liam mengepalkan jemari tangan kanannya, rahangnya mengeras seketika melihat senyum miring yang tengah terulas pada ujung bibir kanan Belle.
Liam masih ingat dan merasakan sakitnya saat dibanting oleh Belle barusan. Punggungnya masih terasa nyeri. Dia tidak menyangka kalau Belle memiliki kemampuan judo, yang bahkan mengalahkan dirinya.
Putri seorang kepala pengawal, tetaplah putri seorang kepala pengawal. Tentu saja, dia sudah memiliki kemampuan bela diri yang sudah diajarkan padanya dari kecil. Liam menggerutu dalam benaknya.
Mungkin inilah hal yang ditakutkan oleh Peter sehingga pria itu tidak ingin meninggalkan Liam sendirian. Baru saja Liam berpikir kalau ada baiknya tidak membiarkan Peter pulang dan membawanya ikut ke dalam kamar, maka hal ini tidak akan pernah terjadi.
Namun, sudah terlambat dan dia sudah merasakan sakitnya dibanting oleh Belle. Liam tidak akan membiarkan siapa pun tahu hal ini karena reputasinya sebagai pria tidak ramah dan ditakuti oleh bawahannya, pasti akan runtuh dan dia sendiri akan menjadi bahan tertawaan oleh sepupu-sepupunya.
Kondisi fisik Liam cukup lemah dibandingkan dengan sepupu-sepupunya, tapi Liam berlagak kuat menjadi orang bengis.
“Arabelle Jovanka, kamu terlihat sangat senang hanya dengan membanting tubuh mahalku ini? Jika kakek tahu bagaimana kelakuanmu padaku, apa kamu berpikir dia akan mengampunimu?” Liam tersenyum sinis.
“Coba saja adukan perbuatanku pada Chairman Dominic dan kita lihat bagaimana tanggapannya setelah mengetahui kalau cucunya sangat lemah sampai bisa dikalahkan oleh seorang wanita.” Belle membalas ucapan Liam dengan lebih sinis.
Liam tahu kalau Dominic pasti akan membela Belle. Jadi, apa yang perlu diadukan pada Dominic, jika nantinya hanya akan membuatnya malu sendiri? Liam mengulas senyum dangkal, sambil mengutuk Belle dalam pikirannya.
Pria itu hanya mengenakan mantel mandi berwarna putih, memperlihatkan sedikit dada bidang di bawah mantel mandi yang membalut tubuh tingginya. Dia berjalan mendekat ke arah Belle yang masih diam di tempatnya.
Nampak dari mata Liam, perempuan berambut panjang itu sudah berganti menjadi busana santai yang dikenakannya. Liam belum pernah melihat Belle memakai busana santai sebelumnya, dia hanya tahu kalau Belle sering mengenakan pakaian kerja berwarna hitam seperti agen mata-mata dan sejenisnya.
Oh, dia lupa lagi kalau Belle adalah putri dari kepala pengawal kediamannya. Tidak salah kalau gaya busananya akan nampak seperti Alaric—ayah Belle. Liam memperhatikan Belle dengan intens sambil berjalan pelan dan berhenti di depan Belle.
Perempuan itu mengenakan kaos oversize bermotif Doraemon dan celana pendek. Kaki putih Belle terlihat sangat jelas dan mulus. Dalam pandangan Liam saat ini, Belle terlihat sangat lucu dan imut. Apalagi, dengan gaya rambut cepol dan bando bunny.
Sial! Dia terlihat lucu sekarang, dan kenapa mataku tidak bisa aku alihkan? Liam membatin.
“Aku tidak akan melakukan hal kekanakan seperti itu karena aku tahu kakek pasti akan mendukungmu selama kamu masih berguna bagi keluarga Alterio. Baiklah, aku berhenti pura-pura karena berpura-pura manis padamu hanya membuatku mual.”
Liam melengos, dan berjalan ke arah almari dalam kamar suite tersebut. Pakaian untuk dikenakannya sudah disiapkan pastinya. Liam sangat pemilih dalam urusan pakaian dan hanya akan memakai kemeja dari merk-merk terkenal. Dia sedang memilah-milah kemeja yang akan dia kenakan, dan sesekali dia melirik pada Belle yang tengah bergeming menatapnya sedari tadi dengan tangan terkepal.
“Kamu saja mual dengan kepura-puraanmu. Apalagi aku? Aku sungguh muak dan tidak berselera makan dengan senyum palsumu, Liam Alterio.” Balas Belle tak ragu melontarkan kata muak pada Liam.
Liam menghentikan tangannya ketika akan mengambil sebuah kemeja yang sudah dia pilih. Dia berpikir kalau Belle sudah sangat berani dan tidak menyaring perkataannya lebih dulu. Beruntung hanya ada mereka berdua di dalam kamar tersebut, kalau orang lain juga mendengarnya, Liam mungkin berencana untuk melempar Belle keluar dari jendela kamar suite mereka. Gagal sudah rencana-rencana yang ada di kepala Liam karena dia tidak bisa lagi pura-pura manis dan baik pada Belle.
“Muak dan tidak selera makan?” dia bertanya dengan nada tidak percaya ketika melihat jejeran piring kosong di atas meja sofa. “Lantas siapa yang menghabiskan semua makanan yang aku pesan? Ah?” Liam kembali bertanya geram. Jika saja Belle adalah seorang pria, dia pasti akan menantang Belle bertarung di ring tinju. Sayang sekali karena Belle seorang perempuan dan Liam tidak mungkin menjadi iblis dan menyakiti seorang perempuan. Meskipun dia sendiri pernah di sakiti oleh seorang wanita—yang tidak lain adalah ibu kandungnya sendiri.
“Ah, entahlah aku tidak lihat siapa yang makan tadi. Sudahlah, berdebat tidak jelas denganmu hanya menghabiskan tenagaku saja,” jawab Belle dengan malas.
Liam menoleh pada Belle yang sedang berjalan ke arah sofa. Perempuan itu duduk di atas sofa dengan nyaman, detik kemudian Belle mengangkat kakinya dan bersila di atas sofa sambil memainkan ponselnya.
Liam mengernyitkan dahi seketika itu juga melihat tingkah Belle yang lagi-lagi belum pernah dia lihat karena dalam pandangan orang, Belle adalah wanita yang cukup anggun, tapi membosankan.
“Hei, Belle, kamu seorang perempuan, tapi … lihatlah cara dudukmu itu tidak seperti perempuan sama sekali. Turunkan kakimu!” Liam menegur Belle yang asyik memainkan ponsel dan tidak memedulikannya.
Belle mengacuhkan Liam dan masih setia memperhatikan benda pipih di tangannya itu. “Terserah padaku. Aku nyaman seperti ini. Jika kamu tidak suka, maka pergilah dan biarkan aku tidur dengan tenang di sini!” ujar Belle dengan nada kesal, untuk pertama kalinya dia ditegur oleh Liam.
“Baiklah, terserah kamu saja. Bukan urusanku juga.” Liam mengambil kemeja dari dalam almari dan melepaskan mantel mandi yang dia kenakan. Tubuh Liam yang tinggi dan kurus nampak atletis, di tambah dengan delapan roti sobek yang terlihat pada perutnya.
“Apa-apaan kamu, Liam Alterio? Mengapa melepaskan mantel mandimu di sini? Apakah tidak ada kamar mandi untuk ganti baju?” teriak Belle dengan kencang sampai-sampai hampir memecahkan gendang telinga Liam. Belle memejamkan matanya, sekaligus menangkupkan pada kedua lututnya. Namun, perempuan itu tidak tahu, kalau dia telah memperlihatkan pahanya yang hanya memakai celana pendek.
Kemeja yang akan Liam kenakan seketika jatuh. Apel adam pria itu naik turun ketika menelan salivanya. Sementara, dia sendiri hanya mengenakan pakaian dalam. Liam melihat ke bawah dan benda itu sudah berdiri.
“Sial! Harusnya aku pergi saja.”
Dari kelopak mata yang sedikit terbuka, Belle melihat Liam bergegas membawa pakaiannya ke kamar mandi. Dia menghela napas ketika pintu kamar mandi sudah tertutup dan pada saat itulah dia melihat ke bawah yang mana pahanya terlihat sangat jelas.
Belle membeku dan tidak mampu berkata-kata setelah mengetahui kebodohannya. Liam bukan lari karena mantel mandinya luruh, tetapi karena dirinya. Belle yang memperlihatkan kaki mulusnya membuat pria itu merasakan getaran dari seorang pria.
“Aku bodoh sekali!” Belle mengumpati dirinya, dia meraih rambutnya dan menggeleng intens seperti orang tidak waras. Lantas membeku kembali ketika suara pintu kamar mandi terbuka dan memperlihatkan Liam yang sudah rapi mengenakan kemeja dan celana panjang hitam.
Pria itu mendelik tajam pada Belle, sedang Belle memalingkan wajahnya dan berpura-pura bodoh.
Aha! Berpura-pura bodoh saja karena orang bodoh matinya akan lama.
Selain kesal pada dirinya, Belle juga terkikik dalam hati ketika memutuskan untuk berpura-pura bodoh. Dia bangkit dari sofa dan berjalan kaku ke arah ranjang bak robot yang digerakkan oleh remote control.
“Apa kamu akan tidur di ranjang atau di sofa? Ranjang hanya ada satu dan aku adalah perempuan. Jadi, aku sarankan agar kamu tidur di sofa saja.” Belle naik ke atas ranjang dan segera mengambil selimut untuk dirinya saja. Dia melihat ke arah Liam yang tidak memberikan respon dan tengah menggulung lengan kemejanya. “Aku anggap kamu setuju tidur di sofa,” ucap Belle lagi.
Akan tetapi, Liam Aterio mana mungkin mau tidur di sofa. Belle menutup sebagian wajahnya dengan selimut dan masih memperhatikan Liam.
“CEO Liam, anggur merah anda sudah tiba.”
Mendengar suara di pintu masuk, Liam mengulum senyum licik. Belle menyaksikan pria itu berjalan ke arah pintu dan membukanya. Di luar sudah berdiri seorang pelayan membawakan satu botol anggur merah dan dua gelas anggur.
“Berikan padaku.” Liam mengambil botol dan gelas anggur dari pelayan membuat kedua tangan Liam penuh. “Pergilah, setelah membereskan meja sofa.” Titah Liam dengan nada dingin tidak ramah.
Pelayan itu menunduk sedalam-dalamnya, lalu dengan segera membersihkan meja sofa. Lantas melangkah mundur dan pergi.
Pandangan Liam dan Belle bersirobok, disertai senyum licik Liam membuat Belle mengerutkan keningnya.
Belle membuka selimutnya, dan menegakkan badan. “Jangan bilang kamu akan minum semalaman?! Apa kamu tidak puas di restoran tadi?” Belle tahu kalau Liam telah minum anggur merah di restoran ketika dia pergi dan baunya sangat menusuk indra penciumannya. Dari dulu, Belle memang tidak menyukai bau anggur merah. Apalagi meminum minuman tersebut. Dia hanya minum air putih sepanjang hari.
“Mengapa? Apa aku tidak boleh minum?” tanya Liam, dengan nada ketus. Liam duduk di sofa dan menaruh botol anggur merah serta kedua gelas itu di atas meja sofa. Dia kembali berucap tanpa melihat ke arah Belle, “Kakek sengaja memesan kamar ini untuk kita dan malam yang bahagia ini tentu harus di rayakan dengan anggur merah. Kamu tidak akan mabuk hanya dengan minum satu gelas.” Liam telah membuka penutup anggur merah. Kemudian menuangkannya ke dalam kedua gelas di atas meja sofa tersebut.
Apa yang dia katakan? Merayakan? Apa yang patut dirayakan dari pernikahan yang dia anggap bencana?
Belle melengos, ujung bibir kanannya berkedut kesal, sedangkan bola matanya berputar malas.
“Aku tidak minum anggur.” Tolak Belle tegas.
Dari ekor matanya Belle melirik Liam meneguk anggur merah dalam gelasnya. Dia hampir saja membangunkan api yang ada dalam tubuh Liam atau mungkin dia sudah membangkitkannya. Belle tidak ingin tahu lagi karena dia merasa malu.
Liam Alterio menurunkan gelas anggur dari bibir seksinya, dia menjulurkan lidahnya dan menyapu bibirnya. Aksi spontan Liam menyebabkan Belle menelan salivanya.
Wajah Belle tiba-tiba panas ketika lidah Liam menyapu bibir seksi itu, bagaimana kalau lidah itu juga menyentuh bibirnya? Saliva Belle hampir saja keluar dari tempatnya, jika dia tidak cepat sadar.
Meski aku tidak pernah pacaran tapi aku tetap saja perempuan normal yang tidak akan tahan kalau melihat pria tampan dan seksi. Tunggu! Apa tadi aku mengatakan kalau Liam tampan? Tidak, maksudku bukan dia. Iya, dia.
Belle kelimpungan dalam kepalanya. Tidak mampu berpikir jernih.
“Coba saja satu gelas dan kamu tidak akan menyesal.” Lagi-lagi Liam menyapukan lidahnya pada bibir tipis nan seksi miliknya. “Kupikir karena kamu sering menghadiri acara besar dengan Kakek, kamu akan sering minum. Lantas apa yang kamu minum saat di pesta? Air putih?” Liam bertanya mengejek. Kemudian dia terkekeh, tetapi tawanya segera terhenti ketika mendapati wajah Belle sudah berada di depannya. Perempuan itu bersimpuh di depan meja sofa.
Kedua telapak tangan Belle menumpu dagu lancipnya. Pandangan mata Belle seperti dihipnotis oleh sapuan lidah Liam pada bibirnya sendiri. Sesekali Belle menelan saliva. Pandangan aneh Belle membuat Liam membeku dan mengerutkan kening di saat yang bersamaan.
“Kamu … kamu … apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Liam malu-malu. Wajah Liam berubah merah berkat cara Belle memindainya. Liam mejadi gelisah dan memalingkan wajahnya ke kanan dan kiri tanpa alasan yang jelas, dia juga menutup wajahnya dengan tangan yang sedang memegang gelas anggur. “Hentikan! Kamu membuatku risi, Arabelle!”
Siku Belle terpeleset dari atas meja sofa, dagunya hampir jatuh. Namun, dengan cepat Belle tersadar dan bangun dari kebodohan lainnya.
Dengan cepat Belle berdalih, “Ah, aku rasa anggur merah yang kamu minum memang kelihatan enak.” Tangan Belle agak gemetar, dia memegang botol anggur dan menuangkan isinya ke dalam gelas kosong yang sengaja disediakan untuknya. Tersenyum canggung ketika bau anggur merah menyeruak ke dalam hidungnya. Terasa agak pusing setelahnya, tapi demi menghindari pertanyaan yang mungkin sudah ada di ujung lidah Liam, dia menatap pria yang masih terbengong menyaksikan tingkahnya. “Mungkin … mungkin satu gelas ini, tidak akan apa-apa, ‘kan?”
Liam membatu, sesekali ujung bibir pria itu berkedut heran. “Tapi, tanganmu bergetar saat ini. Apa kamu yakin bisa meminumnya?” dia menaruh gelasnya yang sudah kosong di atas meja. Kemudian, menuangkan kembali isi dari anggur merah tersebut.
“Iya, aku yakin.” Sahut Belle memandangi gelas berisi anggur merah pada tangannya yang bergetar. Bau anggur dalam gelas sudah membuatnya cukup pusing saat ini. Belle sama sekali tidak pernah minum anggur selama 27 tahun hidup di dunia ini.
“Ngomong-ngomong, tadi kamu … memandangiku seperti orang kelaparan yang melihat makanan lezat di hadapanmu.” Dia mengangkat gelas anggurnya, lalu mengembangkan senyum licik. “Eh, kalau kita akur seperti ini, bagus juga,” kata Liam lagi, seketika mengalihkan pandangan Belle.
“Apa? Akur katamu?” Belle mengedikkan bahu, “tidak mungkin. Oh, ya, aku melihat anggur merah dalam gelasmu. Bukan melihatmu!” dalihnya lebih keras lagi.
Lantas Belle membawa gelasnya dan menenggak anggur merah tersebut.
“Hei!”
Bersambung
Novel Terkait
Blooming at that time
White RoseBeautiful Lady
ElsaMy Lifetime
DevinaYama's Wife
ClarkTen Years
VivianHalf a Heart
Romansa UniverseSee You Next Time
Cherry BlossomMy Enchanting Guy
Bryan WuMenaklukkan Suami CEO×
- Bab 1 Checkmate
- Bab 2 Keyakinan Belle
- Bab 3 Liam Alterio
- Bab 4 Arabelle Jovanka
- Bab 5 Pria lemah!
- Bab 6 Berpura-pura bodoh
- Bab 7 Kamu mengambil ciuman pertamaku, bodoh!
- Bab 8 Bangun dengan rasa sakit
- Bab 9 Pulang sendiri
- Bab 10 Penjilat
- Bab 11 Minum Teh Bersama
- Bab 12 Kamu semakin cerewet
- Bab 13 Aku tidak boleh jatuh pada Liam Alterio