Menaklukkan Suami CEO - Bab 3 Liam Alterio

Tampak memukau mengenakan stelan suit berwarna merah maroon terkesan gaya vintage dari pria yang sedang berdiri di depan cermin berukuran 190 centimeter di hadapannya tersebut.

Liam Alterio memperhatikan dirinya yang sudah rapi dalam busana vintage seperti sebelum-sebelumnya. Tidak lupa dia mengenakan kancing manset terbuat dari emas putih di kedua lengan kemejanya.

Selama beberapa saat dia masih mengamati pantulan dirinya pada cermin. Rambut hitam legannya di sisir ke belakang. Memperlihatkan dahi datar miliknya tak satu helai rambut pun menghalangi keindahan dahi Liam Alterio.

“CEO Liam, mobil sudah siap.” Peter menunduk ketika memberitahu Liam yang tak kunjung bergerak dari depan cermin sejak setengah jam lalu.

Kaki Liam sangat kuat berdiri hingga setengah jam hanya untuk memperhatikan dirinya sendiri. Memperhatikan ketampanannya sedemikian rupa.

Punggung Liam diperhatikan dengan tatapan geram oleh Peter. Peter pasti berpikir kalau dirinya akan bergegas karena dia sudah terlambat dan Belle sudah berangkat ke hotel lebih dulu. Peter hanya merasa iba untuk Belle yang saat ini sedang menunggu sendirian di hotel.

Entah apa yang akan dilakukan oleh Belle ketika Liam sampai di hotel nanti karena setiap kali mereka bertemu pasti akan saling diam atau saling menatap garang.

“Aku sudah siap. Apa yang sedang kamu pikirkan?” Liam tiba-tiba bertanya setelah dia selesai memperhatikan dirinya dengan begitu teliti. Dia memperhatikan kuku-kuku pada jemarinya, setelahnya mengelih pada Peter. Lantas kembali berucap dengan arogansinya, “jangan-jangan kamu merasa iba karena aku membiarkan perempuan itu menunggu di hotel sendirian. Ha ..., semoga saja dia tidak merasa keram karena menungguku. Salah sendiri dia terlalu bersemangat hanya sekadar makan malam bersamaku.”

“Sekretaris Belle sudah menunggu Anda di hotel selama kurang lebih 30 menit sejak Anda memperhatikan diri Anda di depan cermin.” Peter selalu mengucapkan apa pun yang ada dalam pikirannya ketika dia kesal pada Liam. Namun, dia akan diam dan memilah-milah perkataan ketika Liam membuatnya merasa takut, Peter menunduk sembari bergumam pelan, “dengan sengaja.”

“Ayo berangkat!”

Liam Alterio berjalan keluar dari kamarnya setelah merasa semua siap dan cukup membuat Belle menunggu lebih lama lagi sebelum dia sampai di hotel. Kira-kira totalnya Belle akan menunggu kurang lebih selama satu jam.

Bibir Liam menyunggingkan senyum kemenangan. Dia tampak bahagia setelah membuat Belle menunggu akan kehadiran dirinya. Merasa bangga sekaligus bersemangat melihat rupa dari ekspresi Belle nanti. Sekarang ini, Liam malah tidak sabar untuk melihat wajah membosankan itu, juga penampilan membosankan dari perempuan itu.

“Peter, Kakek sudah menyiapkan kamar untukku dan perempuan itu, ‘kan?” nada Liam terdengar antusias ketika bertanya pada Peter yang mengikuti di belakangnya.

“Iya, Pak CEO Liam. Hanya satu kamar yang di pesan oleh Chairman Dominic untuk Anda berdua,” jawab Peter jengah. Peter memutar bola mata malas, sebabnya Liam sudah tahu akan hal tersebut karena sebelumnya dia telah memberitahu pria dalam balutan setelan merah maroon itu.

Akan tetapi, Liam kembali bertanya hanya untuk memastikan lagi atau mungkin saja dia memiliki rencana lain dalam pikirannya.

Belum diketahui pastinya mengapa Dominic sengaja memesankan kamar untuk mereka. Namun sudah pasti keinginan Dominic telah ditangkap oleh keduanya. Walaupun, Dominic tidak memberitahu hal apa yang harus dilakukan oleh keduanya karena mereka sudah dewasa dan sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan. Tidak ada hal lain yang akan terjadi ketika dua orang berada di dalam satu kamar. Meskipun demikian, kembali lagi pada kedua orang itu, bagaimana mereka akan menanggapi hal tersebut.

“Peter, nadamu terdengar kesal. Apa kamu sedang mengutukku sekarang?” Langkah Liam terhenti. Dia menengok ke belakang tanpa membalikkan badannya, dan memperhatikan Peter dari ekor matanya. Lantas kembali berujar, “kenapa bukan kamu saja yang menggantikanku menikah dengan Arabelle? Kamu nampak tidak bahagia ketika aku menyia-nyiakan anak dari kepala pengawal itu.” Liam Alterio kembali melangkahkan kakinya.

Peter memperhatikan punggung Liam di depannya dengan tatapan kesal. Tentu saja Peter sedikit kesal karena Liam bermaksud untuk, atau bahkan sedang menyia-nyiakan Belle saat ini. Hal tersebut lantaran Peter sendiri memiliki seorang adik perempuan. Dia hanya merasa sedih bagaimana jika adiknya yang berada di posisi Belle saat ini. Bukan hanya sedih, tapi juga kesal dan murka pada pria yang telah menyia-nyiakan adiknya. Beruntung adiknya masih aman dalam perlindungannya saat ini.

“Bukan maksud saya untuk membuat Anda tidak nyaman Pak CEO. Namun saya tidak hanya merasa iba pada sekretaris Belle yang sudah lama menunggu Anda, dan juga terima kasih atas tawaran Anda. Akan tetapi, saya tidak bisa menikah dengan sekretaris Belle. Meskipun Anda memaksa karena saya sudah bertunangan.” Tukas Peter dengan tegas.

Liam tak bisa berkata-kata lagi. Sesaat Peter menjadi sangat berani padanya dan sesaatnya lagi pria itu akan takut padanya. Padahal tadi sebelum dirinya memutuskan untuk bersiap-siap pergi ke hotel, Peter sangat takut sampai-sampai beringsut. Sekarang dengar dan lihat betapa beraninya Peter membuat dia bungkam.

“Sudahlah. Jika kita terus mengobrol kapan kita akan sampai di hotel?” Liam melonggarkan dasi yang melingkari lehernya. Kemudian berseru, “cepat jalan!”

Peter hanya dapat menghela napas menghadapi sikap kekanak-kanakan Liam. “Baik, Pak CEO.”

Meskipun Peter terkadang berani, terkadang getir ketika menghadapi Liam saat pria itu berubah menjadi orang bengis, tetapi saat ini di mata Peter; Liam seperti anak-anak yang sedang merajuk karena kalah berdebat.

Tentunya Dominic dan semua orang di kediaman Alterio berharap agar Belle mampu membimbing Liam untuk ke depannya. Sebengis apa pun seorang Liam Alterio tidak akan dapat mengalahkan kemurkaan dari Arabelle Jovanka ketika sedang mengkal hati.

***

“Silahkan masuk, Pak CEO.” Dengan sopan Peter membukakan pintu untuk Liam seraya menundukkan kepalanya.

“Hm.”

Liam masuk ke dalam mobilnya, tidak lupa melirik pada arloji yang melingkar pada pergelangan tangan kanannya.

Tawa ringan terdengar meletus dari bibir tipisnya. Hal tersebut di tangkap oleh Peter yang sedang menyalakan mesin mobil.

Peter memutar bola mata malas ketika menatap lurus ke depan dan segera melajukan mobilnya keluar dari kediaman Alterio.

“Kamu tidak bertanya mengapa aku tertawa, Peter?” dia melihat Peter melalui kaca spion depan pada mobil tersebut. Lantas mengalihkan pandangannya ke luar, “kamu pasti tahu kalau aku sedang menertawakan kesayangan Kakekku; Arabelle Jovanka. Kami seperti air dan api sangat berlawanan dan tidak pernah akur. Apalagi saling menyapa saja jarang. Meskipun kami berada dalam satu kediaman dan satu perusahaan. Aku jadi ingin tahu kenapa perempuan membosankan itu menerima permintaan Kakek?”

Liam Alterio memiliki banyak pertanyaan dalam benaknya kini. Apakah Belle memiliki rencana lain di balik menerima pernikahan ini?

“Aku harus mencari tahu malam ini,” gumam Liam seraya mengulas seringai.

***

Jemari lentik tanpa tambahan aksesoris yang melingkar pada jari-jari tersebut. Nampak teramat ramping dan menawan ketika mengambil gelas air putih di atas meja.

Belle membawa gelas air putih tersebut pada bibirnya yang dipoles dengan lipstik merah cherry. Air putih tersebut di teguk oleh Belle sekali lagi setelah dia menunggu sekitar 45 menit di restoran hotel.

Sangat sabar menunggu kedatangan Liam Alterio yang tak kunjung tiba. Belle sempat yakin kalau Liam tidak akan datang malam ini, dan Belle tidak mempermasalahkan hal itu. Dia bisa saja pulang dan tidak perlu mengadu pada Dominic tentang malam ini, serta menganggap tidak terjadi apa-apa.

Belle sangat tahu kalau Liam tidak suka melihatnya. Hanya sekadar berpapasan saja dengannya sudah membuat wajah Liam berubah malas. Begitu pula dengan dirinya yang acuh tak acuh tatkala bertemu dengan lelaki yang penuh kepura-puraan menurutnya.

Makan malam ini hanya akan menjadi sebuah angin lalu, atau malah menjadi pertengkaran jika sampai Liam datang nanti. Belle lebih memilih agar Liam tidak usah datang sekalian.

“Sekretaris Belle, apakah Anda ingin makan malam dihidangkan? Anda telah menunggu selama 45 menit.” Manajer hotel menghampiri dan bertanya dengan ramah pada Belle.

Kedua bola mata Belle menerawang ke seluruh penjuru restoran. Setiap meja dalam restoran tidak memiliki pengunjung karena dipesan khusus untuk dirinya dan Liam. Namun sampai saat ini Liam masih belum menunjukkan batang hidungnya.

“Tunggulah 15 menit lagi.” Ujar Belle singkat.

Jika dalam 15 menit Liam Alterio tak juga menampakkan wujudnya, maka dapat dipastikan kalau pria itu tidak akan datang. Belle tahu akan hal itu karena dia mengenal Liam sedari kecil dan mengetahui setiap drama yang dimainkan oleh pria itu. Seperti saat ini, sebelum Liam memutuskan untuk datang ke restoran hotel—pria itu pasti sedang bermalas-malasan seperti perempuan yang sedang mengalami datang bulan.

Kalaupun dia akan datang, tentu Liam sudah berada dalam perjalan kemari. Belle sekali lagi mengangkat gelas air putihnya. Lantas meneguk air putih tersebut dan diperhatikan oleh manajer tadi.

“Anda sejak tadi hanya minum air putih. Apakah mau saya bawakan kopi untuk Anda?” tawar sang manajer.

“Tidak, terima kasih. Aku tidak minum kopi.” Belle mengangkat bahunya. “Aku hanya minum air putih saja.”

“Baiklah kalau begitu. Saya akan kembali ke belakang. Jika Anda membutuhkan sesuatu panggil saja saya.” Manajer menundukkan kepala, berlalu dari meja Belle. Meninggalkan suasana sepi di sana.

Belle duduk sendiri seraya menghela napas beberapa kali dalam hamparan meja dan kursi kosong dalam restoran itu.

“Tidak masalah, Belle, tidak masalah. Kamu pasti akan mendapatkan kesempatan untuk membalas pria itu.” Belle mengingatkan dirinya untuk lebih sabar lagi menghadapi perlakuan Liam Alterio saat ini.

Jika Belle bisa menjambak rambut rapi Liam dan membenamkan wajahnya ke dalam kolam teratai. Akan sangat memuaskan kemurkaan yang tengah membakar Belle saat ini.

Kesepuluh jemari Belle membentuk kepalan tangan dan suara dentuman dari setiap detik pada jam yang ada di dalam sana dapat terdengar dengan jelas oleh indra pendengarannya.

“Liam Alterio!” Belle berseru geram ketika mendengar suara pintu restoran yang terbuka lebar-lebar saat ini. Meskipun dia tidak menengok ke arah pintu, tetapi dia tahu siapa yang datang.

Parfum beraroma chypre menguar dari arah pintu. Parfum yang selalu melekat pada tubuh Liam Alterio karena itulah tanpa mengeluarkan suara pun aroma khas dan unik dari Liam sangat mudah untuk dikenali olehnya.

“Wah, aku tidak menyangka kalau sekretaris Belle akan menungguku tanpa bergerak sedikit pun dari kursinya.” Telinga Belle langsung diserbu oleh Liam yang berkata demikian dengan nada keras. Dia berencana untuk mempermalukan Belle dengan setiap perkataan yang keluar dari mulutnya. Wajah kemenangan nampak halus terpancar dari wajahnya, senyum miring tengah terukir pada bibir tipis Liam. “Apakah aku harus memberikanmu penghargaan karena telah menungguku selama satu jam dengan penuh kesabaran, sekretaris Belle?” ejek Liam dengan nada memuji.

Belle tidak memperhatikan Liam yang tengah berjalan ke mejanya. Dia hanya menghirup bau unik dari badan Liam dan mendengarkan setiap kata ejekan dari pria itu.

Jemari Belle masih mengepal kuat-kuat, bahkan siap untuk melancarkan tinju pada wajah angkuh Liam.

Duduk perlahan sembari membenarkan setelan suit berwarna merah maroon; Liam nampak angkuh dari pandangan mata Belle saat ini. Belle memperhatikan setiap gerakan elegan dari pria yang sedang memperbaiki posisi duduknya agar lebih nyaman.

Mata Belle menyorot pada Liam tanpa ada niat untuk berpaling, sedangkan Liam tidak begitu peduli dan malah memindai gelas air putih milik Belle.

“Jangan bilang sejak tadi kamu hanya minum segelas air putih? Mengapa tidak memesan anggur merah atau yang lainnya? Arabelle Jovanka, apakah kamu berpikir kalau keluarga Alterio sangat pelit sehingga tidak mampu membelikan sebotol anggur merah pada calon menantunya?” Liam menggelengkan kepala tidak percaya. Lantas dengan segera memanggil manajer.

Belle masih bergeming sedari tadi belum menyapa kedatangan Liam. Sadar atau tidak, tapi saat ini Belle sedang mengabaikan Liam.

Manajer segera menghampiri ke meja mereka dengan langkah tergesa-gesa lantaran tidak ingin kena kemurkaan dari CEO mereka.

“Selamat malam, CEO Liam. Apa yang bisa saya bantu?” manajer menunduk dalam-dalam, sesekali melirik pada kebungkaman Belle. Dia tidak tahu apa yang terjadi di sini, tetapi nampaknya akan terjadi perang dingin sebentar lagi dilihat dari wajah Belle.

“Lihat apa yang diminum oleh calon menantu keluarga Alterio.” Liam menyuruh sang manajer melihat pada gelas air putih yang diminum oleh Belle. “Beginikah caramu melayani calon istriku?”

Belle hanya menyaksikan drama dengan mengatupkan bibirnya, sedang manajer tengah melirik Belle.

“Sekretaris Belle sendiri yang meminta air putih,” jawabnya jujur.

“A-apa?” Liam tergagap karena sedikit kaget.

Ujung bibir Belle menampilkan senyum tipis ketika kepalanya tertunduk. Dengan bosan Belle mengarahkan kedua manik matanya pada Liam yang menatapnya dengan tanda tanya.

“Aku belum menyapamu, CEO Liam. Selamat datang dan terima kasih telah membuatku menunggu selama satu jam penuh. Aku tidak tahu kenapa orang-orang belakangan ini sering sekali terlambat. Mungkinkah karena mereka ada urusan lain yang lebih penting atau mereka memang sengaja ...,” Belle memotong ucapannya dan melepaskan tatapan jengkel pada Liam. Lantas kembali berucap setelah menyesap air putih pada gelasnya, “termasuk CEO Liam sendiri yang terlambat datang. Aku tidak masalah akan hal itu, tetapi di mana integritasmu sebagai seorang CEO yang sebentar lagi akan menjabat sebagai pewaris?” pertanyaan menohok dilontarkan dengan berani oleh Belle setelah dia membiarkan Liam mengejeknya beberapa saat lalu.

Liam Alterio membeku di tempatnya, membuka mata lebar-lebar mendengar setiap ucapan yang dilontarkan oleh Belle.

Novel Terkait

Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu