Suami Misterius - Bab 252 Takut Dipandang Sebelah Mata

“Si marga Henma itu dibuat begitu kesal olehku, dia tidak akan membiarkan masalah ini begitu saja. tidak lama lagi dia akan mencariku, ketika itu dia akan membuat masalah menjadi besar, tentu saja si kakek tua akan ikut campur. Bagaimana pun aku adalah anak kandungnya, tidak mungkin dia membiarkanku diganggu orang.”

Ucapan Rudy terdengar menyepelekan.

“Lumayan, bahkan bapakmu sendiri kamu masukkan dalam rencanamu. Kalau sampai Si Tua Sunarya tahu, dia pasti akan dibuat mati kesal olehmu.” Fandy berkata sambil tertawa.

“Dia masih cukup kuat, kalau pun aku mau meneruskan bisnis keluarga Sunarya, paling tidak harus menunggu puluhan tahun lagi.” Jarang-jarang Rudy bisa bergurau.

Bahron Sunarya baru berumur 50 tahunan, ia juga mengabdikan hidupnya dalam kemiliteran, tubuhnya sangat kuat, Rudy bahkan merasa kalau dia ingin menambahkan seorang adik lagi untuknya pun tidak akan masalah.

Beberapa pria ini sudah cukup berkumpulnya, bar juga sudah waktunya tutup. Ada Nyonya Tubagus disini, tidak mungkin membiarkan beberapa pria ini minum sampai pagi.

Hari ini Fandy menjadi tokoh utama, ia minum cukup banyak, ketika pulang, Nyonya Tubagus yang mengendarai mobil, dan dia duduk disamping pengemudi.

“Kamu mengobrol begitu lama dengan Clara, bagaimana menurutmu?” Fandy menopang kepalanya sambil bertanya.

“Lumayan. Sangat beradab dan sopan, tatapannya juga begitu jernih, sama sekali tidak seperti yang Raymond ceritakan. Aku sudah mengatakannya, kurangi bergaul dengan Aldio dan Raymond, mereka bukan orang yang bisa diandalkan.” Nyonya Tubagus tidak bisa menahan diri untuk mengoceh beberapa kata.

“acar Rudy sebenarnya lumayan, namun kelemahannya itu ya usia mereka yang terpaut sangat jauh. Gadis itu tahhun ini baru berusia 20 tahunan, Rudy sekarang hampir 30 tahun, sekarang sih tidak masalah. Tapi 10 tahun, 20 tahun kemudian, gadisnya baru berusia 40 tahun, sementara Rudy sudah 50 tahun, ketika itu staminanya tidak cukup, aku khawatir ia akan mulai dipandang sebelah mata.”

Begitu nyonya tubagus bicara langsung tidak bisa behenti.

Fandy juga tetap mendengarkan dengan sabar, senyum diwajahnya juga tidak berkurang.

Nyonya Tubagus menjadi guru begitu lama, pandangannya terhadap orang sangat tajam. Karena dia sudah menjamin tidak ada masalah dengan kepribadian Clara, Fandy juga bisa kembali ke kota Jing dengan tenang. Mengenai masalah 20 tahun yang akan datang, belum tiba giliran mereka untuk mengkhawatirkannya.

……

Ternyata sesuai perkiraan Rudy, Adolf Henma memang orang yang punya sifat pendendam, belum dua hari dia sudah menghampiri.

Ketika Rudy sedang seorang diri berada di parkiran, Aldof membawa dua orang bodyguard yang cukup hebat dalam bela diri untuk menyerangnya.

Saat itu Rudy sedang bersiap untuk naik mobil, seorang bodyguard yang mengenakan jas hitam memegang tongkat baseball, lalu mengayunkan tongkat baseball tepat dileher belakang Rudy.

Untungnya Rudy merupakan anggota pasukan khusus, kewaspadaannya jauh lebih tinggi dari pada orang biasa, dia berdiri disamping mobil, samar-samar melihat ada bayangan orang dari balik pantulan body mobil, ia memiringkan tubuhnya dengan gesit, berhasil meghindari serangan. Kalau tidak, satu pukulan tepat dibelakang kepala seperti itu, tidak mati juga pasti cacat.

Aldof memang terkenal dengan sikapnya yang begitu kejam, dan sepertinya Rudy terlalu memandang rendah dirinya, tidak menyangka dia memiliki nyali yang begitu besar. Rudy merupakan putra tunggal Bahron Sunarya, kalau sampai terjadi sesuatu pada Rudy, berdasarkan tingkat kesabaran Bahron Sunarya, dia pasti akan menghabiskan Keluarga Henma sampai keakarnya.

Rudy bertarung dengan dua orang bodyguard itu, satu lawan dua, namun sama sekali tidak terlihat kesulitan.

Aldof hanya bersembunyi didalam mobil dan melihatnya, awalnya dia tidak berniat turun tangan, ia berencana membiarkan bodyguardnya yang menghajar Rudy, kalau bisa sampai lumpuh agar bisa meredakan amarahnya.

Namun serangan tiba-tibanya itu gagal, para bodyguardnya juga bukan lawan yang seimbang, membuat Aldof tidak bisa tinggal diam. Dia mengeluarkan sebilah belati yang biasa digunakan dalam pasukan dari dalam laci, lalu turun dari mobil sambil membawa belati itu.

Aldof juga orang militer, meskipun didalam kemiliteran dia tidak serius menjalankannya, namun sedikit banyak mendapatkan hasil dari pelatihan. Apalagi sekarang dia memegang senjata.

Rudy satu lawan satu, sudah mulai kewalahan.

Begitu security mendapati ada orang yang berkelahi dalam parkiran, mereka segera menghubungi polisi.

Aldof tahu kali ini dia pasti kalah, ia juga tidak ingin membuat masalah menjadi besar, sehingga segera membawa kedua bodyguardnya untuk pergi.

Kedua bawahannya kabur dengan cepat, meninggalkan Aldof yan menjadi incaran Rudy, saat ini, tanpa bantuan dia sama sekali bukan tandingan Rudy, Rudy mengangkat satu kakinya dan menendang belati ditangannya sampai terlempar. Lalu menekannya dengan begitu sadis di lantai, tangan kanannya diinjak sampai patah, perutnya ditendang dengan kuat beberapa kali sampai memuntahkan darah kental.

Lalu polisi datang dan membawa mereka berdua naik keatas mobil polisi.

Karena Rudy dan Aldof punya status social yang khusus, pihak kepolisian tidak berani membesarkan kasus kedua orang besar ini, setelah membuat keterangan untuk formalitas, segera mengantar mereka keluar dengan sopan.

Ketika Clara mengetahui kabar Rudy berkelahi sampai dbawa ke kantor polisi, ia langsung meninggalkan pekerjaannya dan menyusul kesana.

Dia berdiri didepan kantor polisi, melihat Rudy berjalan keluar dari dalam, sudut bibirnyasobek, kemejanya penuh dengan bercak darah, ada bekas luka sayatan yang panjang di lengannya.

Aura Rudy terlihat begitu kuat, membuat orang merasa dia sama sekali tidak mengenaskan. Dan karena ini juga membuat Clara tidak tega melihatnya.

“Rudy.” Dia langsung berlari masuk kedalam pelukannya, Rudy tidak apa-apa saja sudah cukup membuatnya menangis bagaikan hujan yang tumpah ruah membasahi bumi.

“Aku tidak apa-apa, nanti bicarakan dirumah.” Rudy mengelus kepalanya dengan lembut, lalu pergi meninggalkan kantor polisi sambil merangkulnya.

Karena Rudy terluka, mereka tidak kembali ke apartemen, melainkan kembali ke villa yang berada di tepi laut.

“Kotak obat ada di laci ketiga lemari dapur sebelah kiri atas.” Rudy duduk di sofa ruang tamu sambil memberitahu Clara.

Clara menuju dapur dengan setengah berlari, lalu keluar membawa kotak obat.

Obat dalam kotak obat ini cukup lengkap, Clara membersihkan lukanya menggunakan alcohol terlebih dahulu, lalu membalurkan obat lalu menutupnya dengan perban.

“Yakin tidak perlu ke rumah sakit?” Clara bertanya dengan khawatir.

Rudy menggeleng, “Hanya luka luar ringan.”

“Bagaimana kamu bisa tahu aku ada di kantor polisi?” Rudy bertanya.

“Raymond yang memberitahuku.” Clara menjawab dengan jujur.

Alis Rudy mengkerut, ia sedikit menyalahkan Raymond yang terlalu kepo.

“Rudy, apakah aku membuat masalah untukmu?” mata Clara bagaikan mata rusa kecil yang cemas, terlihat berkaca-kaca dan tidak tenang.

Rudy tersenyum hangat sambil mengelus kepalanya, “Aku akan mengurusnya. Lain kali kamu baik-baiklah, hm?”

Clara mengangguk, “Aku masak dulu, kamu masuk dan istirahatlah sebentar.”

Rudy curiga apakah Clara akan membakar dapurnya ketika memasak.

Dia mengulurkan tangan dan menarik Clara kedalam pelukannya, menempelkan dahinya di dahi Clara, berkata dengan suara yang serak dan lirih : “Biarkan aku memelukmu sebentar lagi.”

Clara tersenyum, lengannya yang lemah merangkul lehernya, bibirnya yang merona dan lembut menempel diwajah tampannya, perlahan mencumbunya sampai ke sudut bibir, mencium bibirnya yang tipis dengan perlahan dan lembut.

Baru bergeser dari bibirnya, tangan Rudy yang lebar langsung menahan kepalanya, bibir yang agak dingin kembali menempel di bibirnya yang lembut, menciumnya dengan semakin dalam.

Keduanya sedang berciuman dengan panasnya, tiba-tiba suara dering ponsel membubarkan semuanya.

Rudy melepaskannya dengan tidak berdaya sambil tersenyum, namun tidak sengaja bekas lukanya tertarik, sehingga alisnya agak tertekuk.

“Barikan ponsel padaku.”

Clara membiarkan Rudy menyuruh-nyuruhnya, berjalan ke depan pintu, lalu mengambilkan ponsel yang berada dalam kantung jas yang tergantung di rak.

Rudy mengangkat telfonnya, dari balik ponsel terdengar suara Bahron Sunarya yang dingin dan tegas.

Novel Terkait

You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
5 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
5 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu