Jalan Kembali Hidupku - Bab 2 Pertama Kali Melihat
Matahari pagi selalu begitu membuat orang terhanyut.
Hensen berdiri di balkon, sinar matahari yang lembut menyinari wajahnya, semuanya begitu damai, setidaknya Hensen merasa begitu.
Membuka telepon genggam, dengan terlatih menemukan namanya, lalu mengirimkan sebuah pesan untuknya.
“Bagaimana? Sudah merasa baikan belum?”
Setelah mengirim pesan, Hensen menaruh telepon genggam, pikirannya perlahan kembali ke saat itu.
3 tahun yang lalu, Hensen diterima di sekolah menengah no.1 Kabupaten dengan nilai yang tidak terlalu buruk, setelah melewati liburan yang menyenangkan, Hensen memasuki sekolah ini dengan perasaan hati yang cemas.
Sekolah ini sangat bagus, sangat indah! Saat pertama kali, Hensen langsung menyukai disini, tetapi setelah itu pelatihan militer membuatnya tak tahan. Untungnya pelatihan militer hanya satu minggu, sebentar juga sudah selesai.
Hensen adalah orang yang introvert, tinggi badannya juga tidak pendek, dari SD sampai SMP selalu tergolong orang yang paling pendek di kelas, mungkin karena ini juga ia jadi rendah diri.
Sampai sekarang ia masih ingat kata-kata guru bahasa inggris semasa SMP kepada nya saat jam pelajaran, waktu itu guru bahasa inggris menyuruhnya menjawab sebuah pertanyaan, tapi karena introvert, ia ragu dan tidak menjawab, guru bahasa inggrisnya dengan jengkel berkata kepadanya juga kepada seluruh murid kelas: “Kalau kamu tidak berani bicara, juga ragu-ragu, berarti sampah pun masih lebih baik darimu!”
Ini adalah pertama kali nya ia mendengar kata-kata kasar seperti itu, ia juga ingin berubah, ia benci karakternya sendiri. Tetapi tidak bisa diubah, disaat banyak orang ia selalu gagap dan gugup, saat bersama dengan orang lain, ketika orang lain tidak berbicara, ia juga tidak akan berbicara. Dari kecil sampai besar tidak pernah sekalipun bertanya pada guru, ia tidak berani bertanya.
Karena belajar di sekolah menengah no.1 Kabupaten, ia harus tinggal di sekolah, ingat setelah registrasi pergi ke kamar membuat tempat tidur, karena hari pertama, ia datang sangat awal, orang yang kamarnya belum datang, hanya ada ayahnya dan kakak laki-lakinya yang membantu membuat tempat tidur tingkat.
Setelah beberapa saat, salah satu teman sekamarnya datang. Mereka saling memandang, tidak menyapa, lalu sibuk masing-masing.
Setelah berteman lama, sudah akrab, ketika mengobrol dengan teman kamarnya, teman kamarnya ini mengungkit pertemuan pertama mereka berdua, berkata: “Awalnya aku pikir kakak laki-laki Sensen yang datang untuk belajar, tidak disangka ternyata Sensen yang belajar, kalian tahu tidak, pertama kali bertemu dengannya dia benar-benar kecil! Aku merasa dia seperti anak SD!”
Sensen adalah Hensen , ini adalah julukannya yang diberikan oleh seorang teman kelasnya saat ia kelas 2 SMA, karena sering dipanggil begitu jadi semua orang memanggilnya begitu .
Disaat pelatihan militer, dia ingin menyatu dengan kelas ini, juga ingin menyatu dengan kamar ini, tetapi ia tidak bisa. Saat jam istirahat pelatihan militer, ia selalu duduk sendiri, ia juga sangat ingin sama seperti orang lain, bisa dengan orang lain mengobrol, tapi ia selalu tidak bisa membuka mulut, tidak tahu harus bicara apa! Di kamar ia juga sangat ingin bercanda dengan mereka, juga ingin sama dengan teman sekamarnya, bisa dengan cepat menyatu dengan mereka, tetapi ia tidak bisa.
Setelah melewati pelatihan militer, mulai pelajaran biasa, Hensen juga perlahan terbiasa dengan kehidupan SMA. Walaupun dengan teman sekamar masih ada perasaan asing, tetapi setiap pulang kelas makan bersama, kembali ke kamar bersama, pelan-pelan menjadi akrab, perasaan asing itu pelan-pelan juga menghilang.
Karena mereka barusaja masuk kelas reformasi pengajaran untuk pertama kali, mereka langsung menjadi bahan percobaan, setiap kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, meja setiap kelompok dijadikan satu, lalu orang-orang setiap kelompok duduk mengeliling dan mengikuti kelas bersama.
Dengan cara ini, saat pelajaran murid tertidur, main telepon genggam, melakukan gerakan kecil dibawah guru tidak bisa melihat. Kelas reformasi pengajaran ini gagal atau berhasil, bisa dilihat dengan sangat jelas. Setelah lulus, selalu ada orang yang mengatakan mereka adalah korban, tapi ini juga hanya cerita.
Tapi juga karena ini, Hensen jadi mengenal orang di kelompoknya, di kelas jadi ada orang yang diajak bicara, juga jadi tidak tampak begitu kesepian, ia juga pelan-pelan menjadi lebih banyak bicara.
Beginilah karakter Hensen , kamu tidak mencarinya, maka dia tidak akan pergi mencari mu, jadi sudah masuk pelajaran kira-kira setengah bulan lebih, ia belum mengenal semua orang dikelas, juga masih ada beberapa orang yang ia tidak tahu namanya, sampai-sampai tidak pernah mengobrol.
Saat itu pertama kali mendengar namanya.
Setelah masuk kelas seharian, mandi sebentar lalu naik keatas kasur dan tidur. Tentu saja, biasanya tidak bisa berbaring diatas kasur lalu langsung tertidur, tetapi ada salah satu teman sekamar Hensen , dia sangat lucu, seorang yang humoris, Hensen berpikir begitu.
Tentu saja ini juga hanya cerita, tidak bisa tidur bagaimana, maka hanya bisa mengobrol sebentar, membicarakan tentang apa? Satu topik yang sama di kamar laki-laki, yaitu perempuan di sekelas sendiri.
Hanya melihat seseorang mengangkat kepala, berkata: “Hei, menurut kalian di kelas kita siapa perempuan yang paling cantik!”
Pertanyaan ini membangun suasana di dalam kamar, pendapat setiap orang berbeda, awalnya semua bicara tentang betapa jeleknya perempuan di kelas mereka, lalu memuji betapa cantiknya perempuan di kelas lain. Tapi setelah itu, kembali ke pertanyaan ini, jelek juga tidak ada nilainya kan?
Setelah melewati perdebatan selama belasan menit, akhirnya mendapat satu suara, di kelas mereka yang paling enak dilihat hanya satu atau dua. Tya ada didalam daftar yang disetujui ini.
Hensen juga seorang laki-laki, mencintai keindahan, semua orang begitu. Dalam daftar yang mereka semua katakan, Hensen memiliki kesan, tetapi hanya Tya yang tidak memiliki kesan,yang membuatnya menjadi penasaran.
Hari ke-2, Hensen melirik orang-orang di dalam kelas, tidak mengenali siapa Tya , ada sedikit kekecewaan, tetapi Tuhan berbaik hati, di jam pelajaran ketiga, guru memanggil namanya, Hensen mendengar nama ini, langsung melepas benda di tangannya, melihat kearah orang yang berdiri itu, melihatnya dari atas kebawah.
“Itu dia kah? Tidak buruk.” Pikir Hensen dalam hati, tetapi juga hanya melihat sebentar, kemudian ia tidak terlalu tertarik, menundukkan kepala melihat cerita nya.
… …
Wuu~ wuu~
Bunyi getaran, membuat pikiran Hensen kembali, melihat telepon genggam, dia membalas sebuah pesan, Hensen langsung membukanya, hanya melihat dia berkata:
“Hmm, sudah lumayan membaik, terima kasih!”