Jalan Kembali Hidupku - Bab 1 Bertemu Denganmu Lagi

Cahaya matahari yang akan terbenam menyinari kota ini. Matahari yang tak terbatas indahnya, mendekati senja. Malam gelap akan tiba, tetapi kota ini perlahan terbangun, orang-orang di jalan perlahan bertambah banyak, lampu neon menyala satu per satu.

Hensen sangat menyukai perasaan seperti ini. Di jalan ia berjalan dengan lambat, melihat kerumunan orang yang datang dan pergi, melihat wajah bahagia mereka yang bisa beristirahat setelah bekerja keras seharian, ia selalu merasa semua ini penuh dengan gambaran yang puitis.

Setelah menerobos ujian masuk perguruan tinggi yang dijuluki “ribuan pasukan melintasi satu jembatan kayu”, ia datang ke kota ini, masuk di perguruan tinggi provinsi jurusan pengobatan tradisional Tiongkok.

Mereka semua berkata masuk perguruan tinggi di provinsi lain lebih baik, perguruan tinggi di provinsi ini sangat tidak baik, tetapi Hensen tetap memilih belajar di provinsi ini.

Saat banyak orang bertanya padanya kenapa tidak pergi ke universitas provinsi lain, ia selalu tersenyum malu-malu dan berkata: “Nilai ujian masuk perguruan tinggi ku juga hanya begini, pergi ke provinsi lain juga tidak bisa masuk ke perguruan tinggi yang bagus, lagipula aku juga sangat tertarik pada pengobatan tradisional Tiongkok, karena itu memilih ini!”

Hensen baru kembali dari tempat kakak perempuannya, kakak perempuannya juga bekerja disini, saat akhir pekan, ia selalu akan meluangkan waktu pergi melihat kakak perempuannya.

Sekolahnya di bagian selatan kota ini, didalam kota universitas, tapi kakak perempuannya di bagian timur, jadi setiap kali pergi melihat kakak perempuannya sangat malam baru bisa pulang.

Saat hampir sampai di kota universitas, Hensen bersemangat, turun dari bis umum dan mulai berjalan di jalanan, jadi baru ada pemandangan yang tadi itu.

Ia melihat telepon genggam, bergumam: “Ha? Sudah jam 10! Lebih baik jalan cepat! Kalau tidak paman akan menutup pintu asrama!”

Ia menambah kecepatan langkah, demi bergegas, hanya bisa mengambil jalan memotong, jalan itu ia temukan saat berjalan santai. Mengambil lampu telepon genggam, berjalan melewati gang yang gelap, lalu sampai ke sebuah taman, setelah melewati taman maka sudah sampai di sekolahnya.

Karena berdekatan dengan kota universitas, di sisi jalan taman ini dipasangi lampu jalan, membuat taman ini tidak terlalu membuat orang takut saat malam hari.

Hensen sambil berjalan sambil memikirkan saat besok masuk kelas, tiba-tiba suara isak memecah pikirannya. Ia mengarah kesana melihat-lihat, seorang perempuan sedang menangis di bangku sisi jalan, hanya ada dia seorang.

Atas dasar prinsip lebih banyak lebih baik daripada kurang, ia sudah siap untuk pergi, ketika akan melewati depan perempuan itu, karena penasaran, ia melirik.

“Kenapa dia!” Jantung Hensen berdebar. Ia kenal perempuan ini, atau bisa dibilang sangat akrab, tetapi ia tidak bertanya apa-apa, malah berpura-pura tidak mengenali lalu berjalan terburu-buru melewati.

Tetapi hanya beberapa langkah, Hensen berhenti, ia tidak bisa tenang mengenai perempuan ini. Membalikkan badan duduk di sebelah perempuan itu, bertanya dengan berpura-pura bingung: “Tya Mirasih?”

Perempuan itu mendengar ada orang duduk disebelahnya dan mengajak nya berbicara, dengan cepat isak tangis nya terhenti, melihat kearah Hensen dengan keraguan, lalu dengan cepat berpura-pura tersenyum, berkata: “Ternyata Hensen ! Lama tak jumpa!”

Hensen melihat perempuan ini, melihat matanya yang merah karena menangis, didalam hatinya merasa sangat sedih dan marah. Sedih karena perempuan ini, dan marah kepada siapa yang telah membuat perempuan cantik ini bersedih.

“Aku baru pulang dari tempat kakak perempuan ku, sekarang sudah sangat malam, jadi aku memotong jalan untuk kembali ke sekolah.” kata Hensen .

“Ow..”

Tempat itu menjadi hening, keduanya tampak canggung.

“Siapa yang sudah membuat mu marah?” tanya Hensen memecah keheningan.

“Bukan siapa-siapa! Aku hanya sendirian duduk disini sebentar, tidak apa-apa!” selesai berkata, menggunakan tangan mengelap mata.

“Aih! Tya, bagaimanapun aku juga adalah teman sebangku mu dulu semasa SMA! Bukan orang luar, sebenarnya siapa yang membuatmu marah! Beritahu aku, aku bantu kamu memukulnya.”

“Aku bertengkar dengannya, lalu dia langsung bilang putus!” sambil berkata, air matanya menetes lagi.

“Heh, dia lagi!” kata Hensen dalam hati.

Melihat Tya menangis lagi, Hensen tidak berkata apa-apa, mengambil tisu dari dalam tas dan memberikannya, lalu menemani di sisi nya dalam diam, dengan begini menemani nya.

Setelah beberapa saat, suasana hati Tya menjadi lebih tenang, berkata sambil menghapus air mata dengan tisu: “Kamu tahu tidak? Aku sudah memberikannya banyak kesempatan! Tapi dia tidak menghargainya, kali ini aku benar-benar tidak bisa memaafkannya lagi!”

Namun setelah selesai mengatakan kalimat ini justru mulai menangis lagi, menatapnya, mendengar kata-katanya barusan. Hati Hensen sangat kontradiksi, ia tidak rela dia begitu sedih, tapi di waktu yang sama juga sangat senang, karena mendengar dia berkata dia tidak akan memaafkan orang itu lagi, walaupun ia tahu kata-kata perempuan tidak bisa dipercaya.

Hati Hensen menjadi aktif kembali, berkata: “Ah! Sudah jangan bersedih lagi! Dia begini juga bukan yang pertama atau kedua kali, kamu juga tahu!”

Tya menatap Hensen , berkata: “Terima kasih ya! Maaf sudah menunda waktu mu.”

“Tidak apa-apa! Bukannya sudah ku bilang, bagaimanapun dulu aku adalah teman sebangku mu, menjaga teman sebangku itu sudah seharusnya!”

“Terima kasih! Kamu benar-benar baik!”

“Kamu begitu menganggap aku sebagai orang luar, tidak perlu berterima kasih.” Kata Hensen .

“Sekarang juga sudah malam, kamu pulang duluan sana!”

“Iya, kamu bagaimana? Atau mau aku antar kamu, sudah malam begini, kamu sendirian pulang ke sekolah juga tidak aman.”

Tidak menunggu Tya bicara, Hensen hanya memikirkan untuk berjalan, Tya melihat nya, tersenyum, dan berjalan mengikutinya.

Hensen mengantar Tya ke sekolahnya lalu pulang ke sekolah nya sendiri, sudah jam 12 lebih, untungnya paman penjaga asrama belum menutup pintu, Hensen bisa masuk ke kamar.

Berbaring diatas tempat tidur, membuka telepon genggam, hanya melihat pesan dari orang yang sudah lama tidak menghubungi.

“Terima kasih hari ini kamu sudah menemaniku, juga mengantar ku kembali ke sekolah, sekali lagi terima kasih! (juga memberikan ekspresi nakal)”

Hensen tersenyum, membalas pesan: “Tidak perlu berterima kasih, hanya hal kecil! Kamu cepat tidur! Jaga semangat, mungkin besok kamu masih ada kelas kan!”

Setelah membalik-balikkan badan beberapa kali baru mengambil telepon genggam dan mengirim pesan.

“Selamat malam”

Menunggu beberapa saat, akhir nya balasan yang ditunggu datang.

“Selamat malam”.

Hensen melihat dua kata ini lalu tertawa konyol, malam ini ia mungkin akan mimpi indah.

… …

Novel Terkait

My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu